Tajdida

Pembaruan Teologi Muhammadiyah

3 Mins read

Hasnan Bachtiar

Apa yang terjadi di meja perundingan para elit negara-negara adikuasa dan korporasi multinasional, selalu berdampak pada kehidupan sosial, politik dan ekonomi secara global. Sayangnya, daripada bersifat positif, dampak yang dihasilkan lebih banyak bersifat negatif. Bahkan, seringkali menyebabkan krisis kemanusiaan yang luar biasa.

Ketegangan dan perseteruan antara Tiongkok dan Amerika Serikat di sepanjang 2018 lalu – yang juga melibatkan Rusia, Inggris, negara-negara Uni Eropa, Asia dan Timur Tengah – di bidang perdagangan dan militer misalnya, mendorong instabilitas yang luar biasa, terutama dalam ranah ekonomi. Kenaikan harga minyak dunia misalnya (dari rata-rata 60 ke 80 dolar AS per barel), jelas berdampak langsung pada perekonomian nasional.

Indonesia mengonsumsi 1,7 juta barel per jam (bph) sementara produksi yang dihasilkan hanya 750,6 ribu bph. Implikasinya, kita harus mengimpor 950 ribu bph dan menghabiskan sekitar 76 juta dolar per hari untuk memenuhi kebutuhan minyak dalam negeri. Yang perlu diketahui, kita sedang “mengalami defisit anggaran 2,57%, dengan alokasi untuk subsidi BBM 6,7 miliar dollar” (Asmiati Malik, 2018).

Bagaimana menjawab masalah defisit ini? Harga BBM harus naik dan dampaknya, harga kebutuhan pokok masyarakat juga turut naik. Ketika pendapatan rata-rata masyarakat tetap sementara harga-harga naik, cepat atau lambat, kemiskinan semakin merebak secara lebih konkret.

Kontestasi politik dan ekonomi dalam skala global ini, memiliki hubungan yang sistemik dengan hajat hidup kita sehari-hari yang paling materialistik. Tentu inilah yang menjadi tantangan besar, bukan hanya bagi negara-negara di dunia, tetapi juga bagi agama-agama termasuk Islam. Apakah agama menjawab tantangan zaman yang semacam ini? Atau sekurang-kurangnya, apakah kaum beragama mampu menjadikan agama sebagai ‘inspirasi moral etis’ yang berfungsi menjawab masalah kehidupan yang mutakhir? Ini pula pelbagai pertanyaan yang harus dijawab oleh Persyarikatan Muhammadiyah, yang sudah berumur seabad lebih. Terlebih, Muhammadiyah sedang bersemangat mengampanyekan kredo “Islam Berkemajuan.”

Baca Juga  Perempuan Aisyiyah Pariaman Dalam Jejak Revolusi PDRI

Berkaitan erat dengan wacana Islam yang solutif di hadapan zaman (Islam Berkemajuan), telah diperbincangkan dengan cara yang hangat dan kepala yang dingin namun tajam dan kritis oleh intelektual Muslim garda depan, Ahmad Fuad Fanani. Melalui bukunya yang bertajuk “Reimagining Muhammadiyah: Islam Berkemajuan dalam Pemikiran dan Gerakan,” ia melihat masalah, mendiagnosa, menganalisis dan memikirkan pemecahan atasnya, tentu saja menurut pandangan dunia ‘Muhammadiyah’ yang ia yakini.  

Seorang intelektual cum aktivis yang brilian ini secara filosofis menyatakan bahwa,

“…perlu ada pencerahan gerakan ke dalam Muhammadiyah melalui pembaruan teologi gerakan. Pekerjaan ini meniscayakan sebuah pembacaan dan penafsiran yang kritis terhadap kitab suci dan visi-misi Muhammadiyah. Di samping harus dibarengi dengan perangkat analisis sosial agar teologi tidak menjadi kering dan hampa makna, namun betul-betul peka dan membela ketimpangan realitas sosial dan problem kemanusiaan.” (2018: 45).

Kiranya memang, teologi dewasa ini perlu memperhatikan dan bahkan, perlu dipahami melalui perspektif ekonomi politik yang pelik, kontestasi politik global, hubungan internasional dan kajian strategik, dan lain sebagainya. Harapannya adalah agar kompleksitas masalah kontemporer, bisa diurai, dipetakan, didalami, dipahami dan pada akhirnya dapat dipecahkan melalui spirit dan terang cahaya agama yang mulia.

Jadi sebenarnya, para intelektual dewasa ini bukan sekedar bertumpu kepada falsafah realisme-pragmatis agar generasi umat manusia mampu bertahan hidup di masa mendatang. Tetapi juga meyakini inspirasi profetik dari agama yang akan membuat subyek-subyek politik (global) lebih arif dan bijaksana dalam menjalani hidup, kontestasi dan kolaborasi. Menurut Fuad Fanani, Muhammadiyah adalah pelopor dalam membangun (wacana) teologi transformatif ini.

Dalam rangka itu semua, secara lebih jauh, Fuad Fanani juga membicarakan dampak-dampak krusial yang sistemik (atau masalah-masalah turunan) yang lahir dari kontestasi global (globalisasi). Ia menyatakan bahwa, “Dalam era globalisasi seperti sekarang ini, marginalisasi kelas sosial akibat modernitas amat rentan menyebar ke mana-mana. Sebab, dengan dalih industrialisasi, modernisasi, informasi, serta globalisasi hanya kalangan kelas ataslah yang bisa mengakses kemudahan dan kenikmatan atas perkembangan zaman modern. Tidak heran, pada saat ini banyak anak jalanan, tenaga kerja wanita dari daerah miskin, serta anak putus sekolah akibat biaya yang sangat mahal, menderita dan semakin terancam kehidupannya.” (2018: 93).

Baca Juga  Teroris Perempuan Semakin Banyak, Muhammadiyah dan NU Bisa Apa?

Di dalam bukunya tersebut, Fuad Fanani secara lebih reflektif mencoba memahami masalah-masalah keumatan apa saja yang terjadi dewasa ini, sekaligus menerka segala tantangan yang mungkin akan terjadi. Dengan cara yang penuh semangat, ia mendorong Muhammadiyah untuk terlibat dalam upaya penyelesaian masalah-masalah yang ada. Dalam konteks ini, ia juga merupakan bagian penting dari Muhammadiyah itu sendiri dan telah menginisiasi suatu hal yang baik melalui pelbagai gagasan yang inspiratif.

Bagaimana Islam, Muhammadiyah dan para aktivis Muslim menyelesaikan tantangan zaman yang tak mudah? Buku yang dikarang Fuad Fanani tersebut, akan mengantarkan kepada pelbagai kemungkinan jawabannya. Buku ini adalah buku yang spesial, yang menekankan pentingnya pembangunan teologi Islam yang transformatif, yang menjawab masalah dan mencerahkan kehidupan umat.[]

Identitas Buku:

Judul                 : Reimagining Muhammadiyah: Islam Berkemajuan dalam Pemikiran dan Gerakan

Pengarang         : Ahmad Fuad Fanani

Penerbit                        : Suara Muhammadiyah

Tahun               : 2018

Tebal                : 188 hal

89 posts

About author
Dosen Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Malang, Direktur Riset RBC Institute A Malik Fadjar.
Articles
Related posts
Tajdida

Islam Berkemajuan: Agar Umat Bangkit dari Kemunduran

7 Mins read
Islam Indonesia: Berkemajuan tapi Pinggiran Pada 2015 terjadi dua Muktamar mahapenting: (1) Muktamar Islam Nusantara milik Nahdlatul Ulama, (2) Muktamar Islam Berkemajuan…
Tajdida

Ketika Muhammadiyah Berbicara Ekologi

4 Mins read
Apabila dicermati secara mendalam, telah terjadi degradasi nilai-nilai manusia, nampakyna fungsi utama manusia sebagai khalifah fil ardh penjaga bumi ini tidak nampak…
Tajdida

Siapa Generasi Z Muhammadiyah Itu?

3 Mins read
Dari semua rangkaian kajian dan dialog mengenai Muhammadiyah di masa depan, agaknya masih minim yang membahas mengenai masa depan generasi Z Muhammadiyah….

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds