Perspektif

Tata Cara Membaca Surat al-Fatihah: Kajian Manuskrip

4 Mins read

Al-Fatihah, adalah surat dalam Alquran yang paling familiar di telinga umat Islam. Dikarenakan surat al-Fatihah ini dibaca sekurang-kurangnya 17 kali dalam 17 rakaat salat wajib. Namun, faktanya masih banyak di antara umat Islam yang membaca surat al-Fatihah ini hanya dengan sekadar membaca.

Lalu bagaimana sebenarnya tata cara membaca surat al-Fatihah yang sesuai dengan ilmunya? Berikut adalah ulasan penulis yang disarikan dari sebuah manuskrip kuno.

Kajian Manuskrip

Kata manuskrip berasal dari bahasa latin yaitu manu scriptus, yang artinya tulisan tangan. Dapat kita definisikan dengan singkat, bahwa manuskrip adalah tulisan tangan seseorang pada zaman dahulu yang berisi tentang berbagai macam ilmu pengetahuan yang sangat beraneka ragam.

Manuskrip sendiri jumlahnya sangatlah banyak, terutama di Indonesia. Hanya saja memang, orang jarang sekali mengetahui tentang keberadaan manuskrip tersebut. Bahkan, bisa dikatakan kajian manuskrip ini hampir punah karena tidak ada yang menjaga dan merawat teks-teks manuskrip yang sudah hilang.

Indonesia memang sangatlah kaya terhadap ilmu pengetahuan. Salah satu asetnya adalah manuskrip ini. Karena, di dalam teks-teks manuskrip ini terdapat ilmu pengetahuan yang sangat banyak dan bermanfaat bagi kehidupan sehari-hari yang dapat dijadikan sebagai pedoman hidup.

Pada saat ini, kajian tentang manuskrip ini disebut dengan ilmu filologi dan ilmu kodikologi. Kedua ilmu ini mempunyai hubungan yang sangat erat satu sama lain dan saling berkesinambungan.

Ilmu filologi adalah kajian teks manuskrip yang membahas tentang sumber dan isi teks manukskrip, Ilmu ini lebih mengkaji tentang apa saja sebenarnya isi di dalam manuskrip tersebut.

Sedangkan Ilmu kodikologi adalah kajian teks manuskrip yang membahas tentang kondisi fisik teks. Misalnya, tahun pembuatan teks, tempat pembuatan teks, bahan apa yang digunakan teks tersebut, dan sebagainya.

Apakah penting mempelajari kedua ilmu tersebut? Jawabannya adalah sangatlah penting. Karena jika kita ingin mengetahui lebih banyak tentang ilmu pengetahuan dan ilmu agama yang terdapat dalam manuskrip atau teks kuno tersebut. Kedua ilmu ini dapat menjadi sarana bagi kita sebagai pintu gerbang untuk mengungkapkan khazanah pada masa lampau.

Baca Juga  Din Bukan Hadiah dari NU, Tapi Becoming dan Konversi ke Muhammadiyah

Selain itu, kita juga dapat mengetahui perkembangan kerohanian suata bangsa, budaya bahasanya, dan kesusastraan yang dimiliki oleh bangsa tersebut. Maka, dengan mempelajari dua ilmu ini, akan membawa kita kepada ilmu-ilmu lain yang akan jauh lebih banyak kita dapatkan nantinya.

Ilmu Tajwid

Pasti jika mendengar tentang ilmu tajwid ini kita semua sudah sangat familiar. Ilmu tajwid berasal dari kata bahasa Arab yaitu jawwada yang artinya membaguskan atau mengindahkan.

Ilmu tajwid sendiri adalah suatu seni membaca Alquran atau bisa disebut juga dengan tata cara membunyikan atau mengeluarkan huruf yang ada didalam Alquran dengan baik dan benar. Para ulama menyatakan bahwa mempelajari tajwid itu hukumnya fardhu kifayah. Tetapi hukum mengamalkan ilmu tajwid ini ketika membaca Alquran adalah fardhu ‘ain.

Mempelajari ilmu tajwid ini biasanya sudah dimulai sejak dini. Alasannya, agar anak-anak pada usia dini sudah mengenal lebih dulu ilmu tajwid ini dan dapat mengamalkannya dengan baik dan benar di hari kemudian.

Sebagai umat islam, kita wajib mempelajari ilmu tajwid agar bacaan Alquran kita baik dan benar sesuai dengan pelafazannya dan pastinya juga dapat sesuai dengan artinya. Barulah keutamaan membaca Alquran bisa kita dapatkan dengan sempurna, InsyaaAllah.

Penerapan Ilmu Tajwid dalam Surat al-Fatihah

Pada manuskrip yang saya temukan kali ini dibahas tentang tajwid pada surat al-Fatihah. Berikut pembahasannya per ayat:

Saat kita mengucapkan bismillah pada ayat pertama c, sangat dianjurkan untuk menggunakan huruf ba dan sin yang tipis. Kemudian menipiskan serta membaguskan saat mengucapkan Allah. Lalu menebalkan lafaz rohman, dan berhati-hatilah dalam mengucapkan pengulangan terhadap huruf kha dalam rohman dan rohim.

Ayat kedua surat al-Fatihah kita mulai dengan mengucapkan alhamdu dengan hamzah, maka berhati-hatilah terhadap pengucapan hamzah yang tipis dengan sukun lam dan dhommah dal yang tidak mengikuti ketipisannya.

Baca Juga  Benarkah Wacana Moderasi Beragama itu Titipan Barat?

Kemudian menebalkan ra dalam robbi dengan tasydid ba dan menghilangkan hamzah dari ‘alamin. Dan membaca jelas alif lam qomariyah dengan tipis dan ‘ain dengan makhorijul huruf yang benar beserta kekhasannya dan menipiskan huruf mim.

Ayat ketiga surat al-Fatihah kita mulai dengan lafaz arrohmanirrohim. Maka tebalkanlah kedua huruf ra yang terdapat di dalamnya. Kemudian pada ayat ini juga jelas terdapat hukum alif lam syamsiyah, maka hilangkanlah bunyi alif lamnya dengan langsung memasukkannya dalam tasydid.

Jika kita mengucapkan huruf kha yang terdapat pada ayat ketiga ini, maka tipiskanlah saat mengucapkannya. Karena huruf kha memiliki khas makhorijul huruf yang sangat lembut dan halus.

Ayat keempat surat al-Fatihah dimulai dengan lafaz maliki yaumiddin, dalam membacanya harus dengan jelas dan berhati-hatilah saat mengucapkan dal, jangan sampai ceroboh saat mengucapkannya.

Karena biasanya orang-orang mengucapkannya dengan huruf ta menjadi yaumittin bukan yaumiddin. Maka dari itu, perlu ketelitian saat mengucapkannya dan harus paham betul dengan makhorijul huruf yang diucapkannya.

Ayat kelima surat al-Fatihah dimulai saat kita mengucapkan hamzah dari kata iyyaka. Pengucapannya pun harus lembut dan disertakan dengan tasydid dihuruf ya. Pada saat kita mengucapkan na’budu, maka tipiskanlah huruf ba dan tebalkanlah huruf dal.

Pada lafaz terakhir yaitu nasta’in, kita harus sangat memperhatikan setiap makhorijul hurufnya. Tipiskanlah huruf sin pada lafaz nasta’in dan ucapkanlah dengan jelas makhorijul huruf ‘ain yang keluar dari tengah tenggorokan.

***

Ayat keenam surat al-Fatihah dimulai dengan lafaz ihdina. Jika kita membacanya dengan cara washal (diteruskan ke ayat selanjutnya), maka hamzah yang terdapat pada awal ayat dihilangkan. Membacanya jadi “iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’inuhdinassirothol mustaqim”.

Dan jika kita membacanya dengan cara seperti biasa, yaitu dengan waqof (berhenti) per ayat, maka memulainya dengan membaca hamzah dengan lembut beserta sukun ha dan mengucapkan dal dengan jelas.

Baca Juga  Tantangan Guru Madrasah, dari Dituduh Radikal hingga Tuntutan Skill yang Tinggi

Kemudian mengucapkan shod dari kata shiroto dengan menghilangkan hamzah washol dan menebalkan huruf ra. Lalu lafaz mustaqim dengan cara menipiskan sukun pada huruf sin dengan sedikit mendesis.

Ayat terakhir surat al-Fatihah kita mulai dengan lafaz sirotholladzina. Maka tebalkanlah huruf shod, kemudian jika mengucapkan hamzah qotho dari lafaz an’amta dan sukun nun, maka harus berhari-hati saat mengucapkan makhorijul huruf ‘ain setelah sukun nun.

Setelahnya terdapat hukum mim mati bertemu dengan ta yaitu disebut dengan idzhar syafawi. Pada lafadz maghdhubi, berhati-hatilah dalam mengucapkan huruf ghoin. Karena, rata-rata orang saat mengucapkan lafaz ini terlalu berlebihan pada saat mengucapkan huruf ghoin dan itu sangat salah dalam makhorijul hurufnya.

Terakhir, dalam pengucapan wawu pada lafaz waladhollin, dengan cara menipiskan alif lamnya kemudian menebalkan huruf dhod dan lam setelahnya.

Pelajari, Biasakan dan Ajarkan

Hikmah yang dapat kita ambil saat mengkaji manuskrip ini adalah kita dapat lebih tahusecara detail bagaimana tata cara membaca surah al-Fatihah dengan baik dan benar. Karena, lagi-lagi kebanyakan orang biasanya menyepelekan dalam membaca surat ini.

Kalau kita salah dalam melafalkan huruf ataupun harokat dalam salah satu ayat Alquran, Hal ini bisa mengakibatkan salah makna. Maka dari itu, yuk kita bersama belajar membiasakan diri untuk membaca Alquran dengan baik dan benar sesuai dengan ketentuan yang sudah ada.

Dan kalau kita sudah tahu mengenai ilmu tersebut, jangan lupa untuk menyebarkannya dan mengajarkan kepada orang lain agar semakin bermanfaat dan berkah, Aamiin. Selamat belajar dan mengajar!

Editor: Rifqy N.A./Nabhan

Avatar
1 posts

About author
Mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jurusan Bahasa dan Sastra Arab
Articles
Related posts
Perspektif

Tak Ada Pinjol yang Benar-benar Bebas Riba!

3 Mins read
Sepertinya tidak ada orang yang beranggapan bahwa praktik pinjaman online (pinjol), terutama yang ilegal bebas dari riba. Sebenarnya secara objektif, ada beberapa…
Perspektif

Hifdz al-'Aql: Menangkal Brain Rot di Era Digital

4 Mins read
Belum lama ini, Oxford University Press menobatkan kata Brain Rot atau pembusukan otak sebagai Word of the Year 2024. Kata yang mewakili…
Perspektif

Pentingkah Resolusi Tahun Baru?

2 Mins read
Setiap pergantian tahun selalu menjadi momen yang penuh harapan, penuh peluang baru, dan tentu saja, waktu yang tepat untuk merenung dan membuat…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds