Perspektif

Kecantikan Sejati: Petuah dalam Syair Bidasari

3 Mins read

Jika kita membaca sebuah syair, maka kita akan bertanya-tanya makna yang tersirat dalam syair tersebut kemudian pikiran kita akan tertuju pada nada-nada ataupun melodi yang dilantunkan pada sebuah syair. 

Syair dalam manuskrip ini dituliskan dalam bahasa arab melayu yang beberapa bagiannya sudah cukup sulit untuk dibaca, namun saya dibantu dengan jurnal, artikel dan buku sebagai bahan baca tambahan agar mudah mengerti isi dari syair tersebut. Syair Bidasari ini mengingatkan saya akan pentingnya rendah hati.

Wanita yang Cantik

Siapa wanita yang tidak mendambakan kecantikan? Seluruh wanita ingin selalau terlihat cantik dan mempesona. Para wanita rela menghabiskan uangnya untuk membeli produk kecantikan untuk merawat wajah dan tubuhnya.

Standar kecantikan saat ini begitu banyak, ada yang berpikir bahwa cantik itu harus putih, kemudian cantik itu harus kurus sehingga mereka lupa kecantikan dari dalam dirinya (Inner beauty). Jiwa dan raga harus seimbang, jika jiwanya bersih maka raganya pun begitu. Maka tidak perlu lagi filter dari aplikasi untuk menunjukkan kecantikan. Tak perlu lagi merasa insecure hanya karena paras.

Zaman sekarang sangat marak kata tidak percaya diri kalau belum glowing, bahkan wanita tidak akan dihargai sebelum wajahnya cantik dan mulus bak artis luar negeri. Mereka tidak sadar bahwa dirinya pada dasarnya wanita makhluk yang mulia jika ia baik, peduli terhadap orang lain otomatis kecantikannya akan terpancar dengan sendirinya.

Di berbagai media sosial dan toko-toko online semakin ke sini semakin banyak produk kecantikan yang diproduksi dan diperdagangkan. Mungkin salah satu faktor insecurity para wanita adalah dengan semakin banyaknya produk kecantikan maka mereka semakin merasa dituntut untuk tampil lebih.

Baca Juga  Kajian Manuskrip: Khotbah Sebelum Akad Nikah

Menurut saya dengan perawatan yang wajar saja seperti cuci muka dua kali dalam sehari dan menjaga kebersihan serta selalu memperbaiki diri, menjaga kebersihan hati maka akan terpancar kecantikan yang sesungguhnya. Tidak perlu mendengarkan apa kata orang yang negatif tentang kita.

Kisah Putri Bidasari

Syair ini bercerita tentang kehidupan seorang puteri yang cantik paras juga hatinya. Tersaji dengan apik dan menarik, berisi bahwa orang yang memiliki paras cantik bukanlah segalanya, namun sikap dan perilaku pun harus cantik. Cerita ini dimulai dari sebuah negeri sejahtera yang dipimpin oleh seorang raja yang bijaksana.

Beginilah penggalan syairnya berbunyi :

Dengarkan tuan suatu riwayat

Raja di desa Negeri Kembayat

Dikarang fakir dijadikan hikayat

Supaya menjadi tamsil ibarat

Ada raja disuatu negeri,

Sultan khalifah akas bestari,

Asalnya baginda raja yang bahari,

Melimpah ngandil dagang senteri.

Hairan orang empunya temasya,

Baginda raja itulah raja perkasa,

Sangat tiada merasai susah,

Entah pada esok dan lusa

Seri sultan raja bestari,

Setelah ia sudah beristeri,

Beberapa bulan beberapa hari,

Hamillah puteri permaisuri.

Kelahiran Putri Bidasari

Putri tersebut lahir dari rahim seorang permaisuri raja negeri Kembayat yang tumbuh besar di sebuah negeri yang bernama negeri Inderapura dan dirawat oleh orang tua angkat yang kaya dan dermawan, putri tersebut bernama Bidasari karena kecantikan parasnya bagai bidadari. Dia tumbuh menjadi wanita yang suka menolong dan cerdas, dia juga banyak disenangi para pemuda.

Cantik, cerdas, kaya, kurang apa lagi Bidasari? Dia memang memiliki semuanya kecuali orang tua kandung, dia hidup bersama orang tua angkat yang sayang padanya. Merawat dan mendidik anak bukanlah hal mudah, salah satu keberhasilan orang tua dilihat dari bagaimana perilaku dan sikap anaknya.

Baca Juga  SCOPUS: Kapitalisme Akademik Yang Tidak Bisa Diabaikan

Asal Konflik dari Kecantikanya

Negeri Inderapura dipimpin oleh seorang raja yang bernama Johansyah dan permaisurinya yang bernama Lela Sari. Suatu ketika sang permaisuri khawatir bahwa suatu saat akan ada permaisuri lain bagi sang raja. kemudian ditemukanlah Bidasari oleh para dayang dan dibawalah Bidasari ke istana.

Setelah sampai di istana, Bidasari dibawa ke suatu ruangan dan disiksa oleh permaisuri. Bidasari dipukuli wajahnya, dijambak rambutnya, dipukuli sekujur tubuhnya hingga memar kebiruan, tidak diberi makan dan minum. Setelah sekarat Bidasari dibawa oleh dayang-dayang kembali ke rumahnya.

Disini dapat kita lihat bahwa kecantikan dia membawa petaka, tapi apakah salah memiliki wajah yang cantik? Tentu tidak, tolak ukurnya adalah sikap dan perilaku. Tapi perilakunya baik, nah disini kita harus berhati-hati dengan sikap iri dan dengki seseorang.

Jika orang itu terlanjur menyakiti kita, kita tidak perlu balas dendam. Tetapi kita harus buka suara agar orang tersebut mendapatkan hukuman dan efek jera. Waspada agar tidak terjadi hal seperti itu lagi. Rasulullah mengajarkan kita untuk selalu bersikap baik, bahkan terhadap orang yang membenci kita. 

Titik Terang Kisah

Setelah sembuh dia dibawa ke hutan untuk menjauh dari sang permaisuri. Di dalam hutan ia bertemu dengan sang raja yang sedang berburu kemudian mereka berbincang dan bercerita lalu dilamarlah Bidasari, lalu mereka menikah dan tinggal bersama dengan damai bertiga di istana.

Seperti pepatah mengatakan :

Bersakit-sakit ke hulu

Berenang-renang ke tepian

Bersakit-sakit dahulu

Bersenang-senang kemudian

Begitulah keadaannya, setelah mengahadapi kesengsaraan sejak kecil akhirnya mendapati kebahagiaan. Tapi apakah bahagia semuanya? Mungkin tidak dengan Lela Sari, namun dia akhirnya menerima keadaan dan mengikhlaskannya. Hal yang perlu ditekankan adalah berpikir sebelum bertindak maka akan dapat kebahagiaan. Seperti prinsip utama Aristoteles yaitu keberanian, kontrol diri, kemurahan dan kejujuran.

Baca Juga  Syair Yatim Mustafa: Romansa Penuh Intrik dan Drama

Sabar dan Berjuanglah!

Bidasari, terlihat sekali ia seperti wanita yang sangat sial, ia pernah dibuang, disiksa, berjuang sendirian, dia sangat sabar dan kuat. Dia memiliki paras yang cantik namun tidak pernah menyombongkannya malah sangat merendah dan menghargai orang lain. Dari Lela Sari kita belajar bahwa iri terhadap sesuatu memang boleh, namun tidak dengan berlebihan dan ikhlaskanlah yang sudah terjadi.

Kecantikan yang sesungguhnya ialah terletak di dalam hati, tak bisa dipungkiri wajah pun begitu. Namun paras bukanlah yang utama melainkan hati kita. Boleh saja kita merawat diri dan melakukannya sepanjang hidup ini, namun ada pepatah mengatakan bahwa don’t judge book by the cover, orang melihat isinya bukan hanya luarnya. Jadi, perbaikilah hati bersamaan dengan fisik agar seimbang kecantikan yang kita miliki.

Avatar
1 posts

About author
Mahasiswi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Fakultas Ushuluddin, Program Studi Ilmu Hadis
Articles
Related posts
Perspektif

Kenapa Gagasan Cendekiawan Muslim Selalu Gagal Mendobrak Dominasi Barat?

3 Mins read
Dalam sejarah pemikiran Islam kontemporer, banyak cendekiawan yang berusaha mengkritik dan menggeser dominasi Barat di bidang ilmu pengetahuan, teknologi, hingga sosial-budaya. Tokoh-tokoh…
Perspektif

Etika di Persimpangan Jalan Kemanusiaan

1 Mins read
Manusia dalam menjalankan kehidupannya mengharuskan dirinya untuk berfikir dan memutuskan sesuatu. Lalu Keputusan itulah yang nanti akan mengantarkan diri manusia ke dalam…
Perspektif

Kejumudan Beragama: Refleksi atas Bahtsul Masail Pesantren NU yang Kurang Relevan

3 Mins read
Bahtsul Masail, tradisi intelektual khas pesantren Nahdlatul Ulama (NU), adalah salah satu warisan berharga dalam khazanah keilmuan Islam di Indonesia. Forum ini…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds