Tasawuf

Pandai Memilih Kosmetika Halal

4 Mins read

Kosmetika Halal

Apa yang ada di dalam pikiran kita ketika mendengar kata cantik? Akan banyak berpendapat bahwa cantik itu wajah yang mempesona dibalut dengan make up yang luar biasa sempurna, serta didukung pakaian yang menawan. Mungkin itu kata cantik bagi kaum sosialita.

Bagaimana seorang muslimah cantik menurut pandangan Islam? Muslimah cantik menurut pandangan Islam yakni muslimah yang menutup aurat disertai dengan balutan akhlak yang baik. Menutup aurat seluruh tubuh, kecuali muka dan telapak tangan. Pakaian yang dikenakan tebal dan tidak transparan.

Buya Hamka dalam bukunya “Pribadi Hebat” menuturkan bahwa seseorang yang dikatakan budiman yaitu yang memiliki perangai halus, hatinya suci, sikapnya jujur, perkataannya teratur, dan budinya mulia.

Kita pernah menjumpai seseorang yang tidak secantik seperti bintang selebritis, namun memiliki daya tarik inner beauty yang luar biasa. Kecantikan hatinya mengalahkan kecantikan fisiknya.

Adapula seseorang yang menginginkan kecantikan fisik yang maksimal karena sering mengikuti gosip selebritis sehingga merubah bentuk yang diberikan. Padahal merubah bentuk ciptaan merupakan perbuatan dosa yang menandakan dia tidak bersyukur atas semua yang telah diberikan Tuhannya. Pada zaman sekarang telah banyak bermunculan produk kosmetik untuk melakukan perawatan baik di klinik kecantikan maupun perawatan pribadi.

Halal dan Haram

 “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu (Al-Baqarah, 168).

Menurut Ibn Abbas, ayat ini diturunkan kepada segolongan bangsa Arab dari Tsaqif, Bani Amir ibn Sha’sha’ah, Bani Khuza’ah dan Bani Mudlij, yang telah mengharamkan bangkai atau darah cair atau daging babi, beberapa jenis makanan untuk dirinya, seperti baha-iir, sawaiib, washa-iil, dan ham.

Selain yang disebutkan dalam ayat ini, semua makanan boleh dimakan dengan syarat makanan tersebut baik (bersih, sehat), dan bukan hak atau milik orang lain.

Baca Juga  Rejuvenasi Akses Muslimah Terhadap Ekonomi Syariah

Ada dua alasan kenapa diharamkan, yaitu:

Pertama, yang diharamkan karena “zat” (barang)-nya. Ini tidak dihalalkan bagi orang yang terpaksa memakannya. Misalnya daging babi, bangkai dan darah.

Kedua, yang diharamkan karena “sebab”, yaitu harta yang diambil dari hak orang lain dengan cara yang tidak dibenarkan oleh agama, seperti harta yang dirampas oleh penguasa dari rakyat tanpa dasar hukum yang sah, atau diambil oleh rakyat dengan pengaruh atau seizin penguasa, misalnya riba, sogokan (risywah, suap), hasil rampasan, curian, dan penipuan. Kesemuanya ini adalah harta yang tidak baik.

Dalam ayat ini, Allah memerintahkan kita untuk memakan makanan yang halal dan baik, serta mencegah kita mengikuti langkah-langkah setan yang mendorong kita untuk melakukan kejahatan (kemaksiatan) dan permusuhan. Ayat ini juga menegaskan bahwa halal merupakan suatu bukti kepatuhan seorang hamba kepada Penciptanya.

Diharamkan bagi kalian (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagi kalian) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan (Al-Ma’idah, 3).

“Janganlah kalian memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan (Al-An’am, 121).

Allah berfirman pada Surat Al-Ma’idah, ayat 3 dan Surat Al-An’am, ayat 121, bahwa kita harus menghindari makanan dari darah yang dialirkan, daging babi, dan yang dianggap bangkai, serta tidak makan binatang yang disembelih selain atas nama Allah SWT.

Islam memerintahkan kepada pemeluknya untuk memilih makanan yang halal serta menjauhi makanan haram. Rasulullah bersabda : “Dari Abu Hurairah ra berkata : Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya Allah baik tidak menerima kecuali hal-hal yang baik, dan sesungguhnya Allah memerintahkan kepada orang-orang mu’min sebagaimana yang diperintahkan kepada para rasul”. Allah berfirman: “Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang shaleh. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”.

Baca Juga  Memahami Tasawuf Modern Buya Hamka

Abu Dawud meriwayatkan dari Thariq bin Suwaid Al-Hadhrami, bahwa dia berkata, “Aku pernah bertanya kepada Rasulullah SAW, ‘Ya Rasulullah, di tempat kami banyak terdapat anggur yang kami peras, dan kemudian kami minum. (Maksudnya dibuat arak). Bolehkah?” Rasulullah menjawab, “Tidak!” Kami kembali menanyakan kepada Beliau, Bagaimana jika kami menggunakannya untuk mengobati orang yang sakit?” Beliau bersabda, “Sebenarnya ia bukanlah obat, tetapi justru penyakit.”

Rasulullah Muhammad SAW memberikan peringatan kepada kita melalui beberapa sabdanya mengenai dampak “benda haram” terhadap kehidupan seseorang, baik kehidupan dunia maupun kehidupan akhirat kelak.

Beberapa sabda Nabi terkait dengan hal itu antara lain,

“Ketahuilah, bahwa suapan haram jika masuk ke dalam perut salah satu dari kalian, maka amalannya tidak diterima selama 40 hari” (HR At Thabrani).

Tidaklah tumbuh daging dari makanan haram, kecuali neraka lebih utamanya untuknya” (HR Tirmidzi).

Bagaimana dengan Kehalalan Kosmetika?

Allah menjadikan setiap penyakit itu ada obatnya, akan tetapi Allah tidak menjadikan obat itu berasal dari sesuatu yang  haram.

Kosmetik adalah sediaan atau paduan bahan yang siap untuk digunakan pada bagian luar badan (epidermis, rambut, kuku, bibir, dan organ kelamin bagian luar), gigi dan rongga mulut untuk membersihkan, menambah daya tarik, mengubah penampakan, melindungi supaya tetap dalam keadaan baik, memperbaiki bau badan tetapi tidak dimaksudkan untuk mengobati atau menyembuhkan suatu penyakit. Seiring dengan perkembangan zaman, kosmetik kini menjadi kebutuhan primer bagi sebagian kaum wanita.

Bahan haram dalam kosmetika biasanya terkait dengan najisnya suatu bahan yang akan berpengaruh sah atau tidaknya ibadah shalat. Beberapa bahan yang merupakan titik kritis kehalalan dalam kosmetika adalah lemak, kolagen, elastin, ekstrak plasenta, zat penstabil vitamin, asam alfa hidroksil, dan hormon. Tidak seperti makanan, kosmetik tidak diserap secara langsung oleh tubuh. Namun jika terbuat dari unsur hewani yang diharamkan seperti babi atau alkohol tetap saja haram. Kosmetik halal menjadi pintu utama bagi muslimah yang ingin tampil cantik namun tidak melanggar ajaran agama.

Baca Juga  Ketika Seorang Sufi Mengancam Tuhan

Ada 5 langkah cerdas memilih kosmetika yang disingkat dengan KLIKK (Kemasan, Label (penandaan dan klaim), Izin edar, Kegunaan dan cara penggunaaan, serta Kadarluarsa). Jadi setiap orang harus lebih memperhatikan 5 unsur tersebut apakah telah memenuhi keseluruhan untuk pemilihan kosmetik.

Masalah halal-haram harus menjadi perhatian yang serius bagi setiap muslim karena ini menjadi ukuran ketaatan dan ketaqwaan kepada Allah SWT. Konsumsi bahan haram sedapat mungkin harus dihindari karena dampaknya akan sangat merugikan, baik secara fisik maupun psikis. Yuk pilih kosmetika yang halal.

Editor: Yahya FR
Avatar
3 posts

About author
Dosen Farmasi Universitas Muhammadiyah Pekajangan Pekalongan, PDNA Kabupaten Pekalongan, Apoteker Erla Skin Klinik, PC IAI Kabupaten Pekalongan, IYPG Jateng
Articles
Related posts
Tasawuf

Membaca Sejarah Munculnya Tasawuf dalam Islam

4 Mins read
Membaca sejarah tasawuf awal akan membawa kita pada beberapa pertanyaan. Misalnya, bagaimana sejarah tasawuf pada periode awal itu muncul, bagaimana corak dari…
Tasawuf

Rahasia Hidup Zuhud Imam Hasan Al-Bashri

2 Mins read
Salah satu kajian yang menarik dari sosok Hasan Al-Bashri adalah tentang “Zuhud”. Membahas zuhud adalah tentang bagaimana cara beberapa sufi hidup sederhana…
Tasawuf

Konsep Syukur Menurut Abu Hasan Asy-Syadzili

5 Mins read
Abu al-Hasan Asy-Syadzili Ali ibn Abdillah ibn Abd al-Jabbar lahir di Ghumarah di daerah Maghribi atau Maroko pada tahun 593 H atau…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *