Tafsir

Apakah Benar, Jannah dalam Al-Qur’an Adalah Surga?

3 Mins read

Apabila mendengar lafadz jannah dalam Al-Qur’an, seringkali otak kita langsung tertuju pada kenikmatan surga yang diharapkan. Padahal, lafadz tersebut memiliki derivasi yang memiliki banyak perbedaan makna.

Jannah berasal dari kata janana yang berarti ‘tertutup’. Yaitu tidak dapat dijangkau oleh panca indra manusia. Kemudian kata tersebut berkembang sejalan dengan perkembangan konteks pemakaiannya sehingga terbentuk berbagai kata lain (derivasi).

Misalnya, kata  janin yang diartikan dengan bayi yang masih berada di dalam kandungan ibunya. Maksudnya, bayi tersebut masih tertutup oleh perut. Kemudian, salah satu makhluk halus ciptaan Tuhan disebut jin karena hakikat dan wujud nya yang tidak dapat diketahui oleh indra manusia.

Pun seseorang yang gila disebut majnun karena akalnya tertutup. Begitu juga kebun yang dipenuhi dengan tumbuh-tumbuhan dan menutupi pandangan manusia dinamai jannah. Sebagaimana dalam Mu’jam al-Wasith dijelaskan makna kata ini yaitu kebun

الجَنَّةُ: الحديقة ذات النخل والشجر و– البستان و- دارالنعيم في الآخرة .

Jannah dalam Al-Qur’an

Jannah di dalam al-Qur’an disebutkan baik dalam bentuk tatsniyyah ataupun jamak sebanyak 161 kali. Jannata (2:35, 111, 214) (3:142,  185) (4:124 )(5:72) (7:19, 40, 49) (9:111) (16:32) (19:60) (36:26) (40:40) (43:70) (47:6) (70:38) (76:12) (79:41) Jannati (2:82, 221, 265)(3:133)(7:22, 27, 42, 44, 46, 50)(10:26)(11:23, 108)(13:35)(20:117, 121) (25:24) (26:85) (29:58) (36:55) (39; 73, 74) (41:30) (42:7) (46:14, 16) (47:15) (57:21) (59:20) (66:11) (68:17) (69:22) (88:10).

Jannatu (2:22, 60) (7:43) (17:91) (19:63) (25;8, 15) (26:90) (43:72) (50:31) (53:15) (56:89) (81:13) jannatahu (18:35) jannataka, jannatika (18:39, 40) jannatani (34:15) (55:46, 62) jannatayhim (34:16) jannatayni (18:32,33) (34:16) (55:54) jannati (89:30) jannaatin, jannaatun tersebut sebanyak 69 kali, diantaranya (4:13, 57, 122).

Baca Juga  Menegakkan Keadilan adalah Perintah Al-Qur'an

Relasi Derivasi

Quraisy Shihab menyebutkan relasi derivasi makna jannah dengan ayat-ayat Al-Qur’an dapat dimaknai dengan beberapa makna, diantaranya :

1. Gelap (QS Al-An’am: 76)

فَلَمَّا جَنَّ عَلَيْهِ اللَّيْلُ رَأَى كَوْكَبًا قَالَ هَذَا رَبِّي فَلَمَّا أَفَلَ قَالَ لَا أُحِبُّ الْآفِلِينَ

Kata جَنَّ  merupakan salah satu bentuk derivasi dari kata جنة yang memiliki arti dasar tertutup. Apabila dikaitkan dengan kata اللَّيْلُ  maka memiliki makna tertutup, kegelapan, atau menjadi gelap. Hal ini juga dijelaskan oleh Imam Thobari tatkala menafsirkan ayat ini dengan tradisi linguistik Arab. Bahwa setiap yang lenyap atau menghilang atau tersembunyi (tawara) dari penglihatan manusia disebut dengan kata قد جنّ .

2. Surga (QS An-Nisa: 124)

وَمَنْ يَعْمَلْ مِنَ الصَّالِحَاتِ مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَأُولَئِكَ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ وَلَا يُظْلَمُونَ نَقِيرًا

Dalam ayat ini sangat jelas bahwa yang dimaksudkan adalah surga. Hal ini bisa diindaksi dengan adanya syarth dan jawab dalam kalimat tersebut. Dimana orang yang mengerjakan amal kebajikan tanpa mempertimbangkan jenis kelaminnya, selama ia beriman kepada Allah, maka ganjaran baginya adalah surga dan segala kenikmatannya. Adapun dalam beberapa kitab tafsir tetap menafsirkannya dengan kata asalnya karena telah ma’lum apa yang dimaksud dengan jannah di dalam ayat tersebut.

3. Janin (QS An-Najm: 32)

الَّذِينَ يَجْتَنِبُونَ كَبَائِرَ الْإِثْمِ وَالْفَوَاحِشَ إِلَّا اللَّمَمَ إِنَّ رَبَّكَ وَاسِعُ الْمَغْفِرَةِ هُوَ أَعْلَمُ بِكُمْ إِذْ أَنْشَأَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ وَإِذْ أَنْتُمْ أَجِنَّةٌ فِي بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ فَلَا تُزَكُّوا أَنْفُسَكُمْ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنِ اتَّقَى

Imam al-Qurthubi menjelaskan bahwa kata أَجِنَّةٌ  merupakan bentuk plural dari kata الجنين. Bermakna calon bayi atau atau anak yang masih berada dalam kandungan. Adapun dinamai janin karena memang calon bayi tersebut tersembunyi dari penglihatan manusia karena berada di dalam kandungan atau rahim.

Baca Juga  Makna Malam & Siang dalam QS. Al-Naba': 10-11

4. Perisai (QS-Mujadalah: 16)

اتَّخَذُوا أَيْمانَهُمْ جُنَّةً فَصَدُّوا عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ فَلَهُمْ عَذابٌ مُهِينٌ

Dalam menafsirkan ayat ini, Imam al-Qurthubi menyertakan perihal sejarah yang mengiringi turunnya ayat ini (asbabun nuzul). Dimana konteks di masa itu sedang terjadi perang. Saat itu orang-orang munafik yang takut dan ingin menghindari perang menggunakan alasan keimanan untuk menutupi dan tidak ikut terlibat dalam peperangan. Tak sampai disitu, mereka juga menghasut dan menghalangi umat muslim lain dengan menakut-nakutinya.

5. Gila (QS As-Syu’ara: 27, QS Al-Hijr: 6)

قَالَ إِنَّ رَسُولَكُمُ الَّذِي أُرْسِلَ إِلَيْكُمْ لَمَجْنُونٌ

وَقَالُوا يَا أَيُّهَا الَّذِي نُزِّلَ عَلَيْهِ الذِّكْرُ إِنَّكَ لَمَجْنُونٌ

Ayat pertama (Q.S al-Syu’ara: 27) merupakan perkataan Fir’aun yang direkam di dalam al-Qur’an. Ayat tersebut menunjukkan betapa sombongnya Fir’aun yang menganggap rendah Nabi Musa dan mengatakannya majnun (tertutup akalnya/gila). Tidak jauh berbeda dengan ayat yang pertama, ayat yang kedua merekam perkataan kafir Quraisy, yang dengan sombongnya mengatakan Nabi Muhammad S.A.W gila.

6. Kebun (QS Saba’: 15; 16)

لَقَدْ كَانَ لِسَبَإٍ فِي مَسْكَنِهِمْ آيَةٌ جَنَّتَانِ عَنْ يَمِينٍ وَشِمَالٍ كُلُوا مِنْ رِزْقِ رَبِّكُمْ وَاشْكُرُوا لَهُ بَلْدَةٌ طَيِّبَةٌ وَرَبٌّ غَفُورٌ

 جَنَّتَانِ  dalam ayat ini bermakna dua buah kebun yang terbentang diantara dua gunung. Dalam konteks tersebut terdapat di Negeri Saba’. Kebun tersebut penuh dengan tumbuh-tumbuhan dan buah-buahan. Menurut Imam Qusyairi yang dikutip oleh Imam Qurthubi, lebatnya tumbuh-tumbuhan menyebabkan manusia bisa bersembunyi dibalik (diantara) kebun tersebut dari pandangan manusia lainnya.

Jannah adalah Surga?

Sebagaimana yang telah dijelaskan pada makna jannah yang berarti surga (poin 2). Maka surga inilah yang menjadi harapan imbalan bagi seluruh manusia yang telah berbuat baik, baik laki-laki maupun perempuan.

Baca Juga  Hustle Culture, Bagaimana Al-Qur’an Memandangnya?

Gambaran surga yang terdapat dalam Al-Qur’an seperti nikmatnya bersandar pada bantalan permadani, segarnya buah-buahan, sayuran, susu, madu dan sungai mengalir adalah kenikmatan yang bersifat indrawi. Padahal, selama gambaran tersebut masih terjangkau oleh indra dan akal manusia, berarti itu bukanlah hakikat surga yang sebenarnya. Karena hakikat jannah adalah sesuatu yang tertutup dari pengetahuan indra dan akal manusia.

Lantas, mengapa manusia masih seringkali berdebat perihal pasangan bidadari yang akan didapatkannya? Padahal, Allah itu Maha Adil dan nikmat surga itu tidak sebatas. Tentu, kita akan mengharapkan nikmat yang lebih dari itu saat masuk surga. Dan Allah pun akan memberikan nikmat yang berlebih pula.

Selama nikmat surga masih terjangkau oleh indra dan akal manusia, itu hanyalah gambaran dan permisalan belaka. Nikmat surga itu tidak akan pernah terbayangkan, sebagaimana nikmat rahmat yang meliputi orang-orang beriman. Maka harapkanlah ridho dan rahmat-Nya, bukan sekedar mengharapkan surga-Nya.

Wallahua’lam.

Editor: Sri/Nabhan

1 posts

About author
Mahasiswi Kota Gudeg
Articles
Related posts
Tafsir

Apakah Allah Bisa Tertawa?

4 Mins read
Sebagaimana menangis, tawa juga merupakan fitrah bagi manusia. Hal tersebut sesuai dengan firman Allah dalam QS. al-Najm [53]: 43 mengenai kehendak-Nya menjadikan…
Tafsir

Kontroversi Tafsir Ayat Pernikahan Anak dalam Qur’an

4 Mins read
Pernikahan, yang seharusnya menjadi lambang cinta dan komitmen, kerap kali terjebak dalam kontroversi. Salah satu kasus terbaru yang menarik perhatian publik adalah…
Tafsir

Sepintas Sejarah Gagasan Tafsir Modern di Indonesia

4 Mins read
Pada subbab yang ditulis oleh Abdullah Saeed berjudul “The Qur’an, Interpretation, and the Indonesian Context” merupakan bagian dari bukunya Saeed sendiri, yaitu…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds