Perspektif

Ustaz Evie Effendi Sebaiknya Belajar Bahasa Arab Lagi

3 Mins read

Sebelum ke poin utama, saya ingin menegaskan beberapa hal terlebih dahulu. Pertama secara personal saya tidak ada masalah dengan Ustaz Evie Effendi, bagaimana mungkin ada masalah? Saling kenal saja tidak. Saya kenal beliau karena yang bersangkutan adalah public figure. Sementara dia pasti tidak kenal saya karena saya bukan siapa-siapa.

Kedua, secara personal apa lah saya ini dibandingkan beliau. Ustaz Evie Effendi adalah seorang ustaz, siapapun yang kenal beliau akan menyebut beliau ustaz. Sementara saya bukan ustaz. Yang menyebut saya ustaz Cuma Dokter Alim saja. Jamaah beliau sangat banyak, sementara saya tidak punya jamaah. Ada sih jamaah Facebook yang mengikuti status dan postingan saya, tapi sering juga saya kena bully oleh mereka.

Ketiga, karena saya tidak ada masalah dengan Ustaz Evie Effendy, saya juga kalah banyak hal dibanding beliau, maka saya tidak benci dengan beliau. Kalau saya benci dengan Ustaz Evie Effendi, maka dia tinggal merespon: “Iri bilang bos!”. Tapi tenang saja, saya menjaga diri saya agar tidak iri kepada orang yang lebih hebat dari saya. Karena saya tahu itu akan membakar amal saleh saya.

Bukan Sentimen Pribadi

Mengapa saya memberi tiga penegasan di atas? Karena di media sosial masih banyak yang tidak bisa membedakan antara kritik pemikiran dengan sentimen pribadi. Ada yang mengaku melakukan kritik padahal dia menyebarkan sentimen. Namun sebaliknya ada yang dituduh menyebarkan sentimen padahal yang dia lakukan adalah melakukan kritik. Saya tidak mau itu terjadi pada pembaca tulisan ini.

Maka dari awal saya tegaskan bahwa yang saya lakukan adalah kritik pemikiran, bukan sentimen pribadi. Selama ini saya berusaha memisahkan dua hal tersebut. Bagi saya tidak setuju pemikirannya bukan berarti harus benci orangnya. Misalnya saya gak sepakat dengan pemikiran Habib Rizieq soal mengembalikan kembali piagam Jakarta. Tapi bukan berarti saya harus benci Habib Rizieq. Saya tetap hormat kepada beliau.

Baca Juga  Pilpres 2019, Umat Islam sebagai Penentu?

Mari kita mulai membahas poin utama dalam tulisan ini. Ustaz Evie Effendi sedang menjadi trending topic akhir-akhir ini. Hal ini bukan tanpa sebab, ada beberapa hal yang memang perlu diluruskan. Tentu saja seperti siapapun di dunia ini, Ustaz Evie Effendi punya haters, seorang yang tidak suka dengan personal beliau. Masalahnya adalah, Ustaz Evie Effendi justru menyediakan amunisi bagi hater tersebut dengan pernyataan-pernyataannya sendiri yang kontroversial.

Kritik untuk Evie Effendi

Ada beberapa pernyataan yang menarik untuk dibahas. Pertama, Ustaz Evie Effendi mengatakan bahwa maulid nabi tidak perlu dirayakan. Karena merayakan maulid nabi sama dengan merayakan nabi saat masih dalam keadaan tersesat. Ustaz Evie Effendi mengutip dalil Surat Adh Dhuha, wa wajadaka dhaaallan fahadaa. “Dan Kami Telah menemukanmu wahai Muhammad dalam keadaan sesat, kemudian kami beri petunjuk”

Pernyataan ini membuat kawan-kawan yang merayakan maulid Nabi Muhammad kebakaran jenggot. Bagaimana tidak, pertama Ustaz Evie menyatakan maulid tidak usah dirayakan, yang kedua Ustaz Evie mengatakan Nabi Muhammad pernah sesat. Ini namanya double kill kalau dalam game Mobile Legend.

Atas pernyataan ini Ustaz Evie Effendi meminta maaf lalu kasus ini pun selesai. Untung ustaz Evie muslim, jadi dimaafkan, kalau non muslim bisa masuk penjara karena penistaan agama. Soal Ustaz Evie tidak setuju maulid Nabi atau bahkan membid’ahkannya, ini pendapat yang perlu kita hormati. Namun soal Ustaz Evie mengatakan Nabi Muhammad pernah sesat, saya salut sih, kok bisa ya beliau kepikiran sampai sana. Ulama salaf dan khalaf saja gak kepikiran loh.

Kedua, Ustaz Evie Effendi pernah mengatakan bahwa beliau belajar otodidak dari buku dan youtube, lalu mengatakan gurunya langsung Rasulullah SAW. Luar biasa, lagi-lagi Ustaz Evie Effendi memperlihatkan kecerdasannya. Mungkin bacaan saya masih sangat sedikit, tapi sepengetahuan saya yang sangat sedikit ini, belum ada satupun ulama salaf dan khalaf yang mengklaim berguru langsung kepada Rasulullah SAW.

Baca Juga  Politik Ketulusan: Belajar dari Warkop DKI dan Gus Dur

Kalau Imam Syafii ditanya siapa gurunya, dia akan menjawab Imam Malik salah satunya. Jika Kiai Ahmad Dahlan ditanya siapa gurunya, dia akan menjawab Kiai Sholeh Darat salah satu gurunya. Ini kok Ustaz Evie bisa kepikiran menjawab guru saya Rasulullah SAW. Benar-benar luar biasa memang pemikiran ustaz satu ini. Yang mirip dengan pemikiran ustaz Evie, ada yang mengatakan bahwa mazhab saya Rasulullah. Walau masih lebih dahsyat statement Ustaz Evie.

***

Ketiga, beredar video Ustaz Evie membaca Al Quran. Video ini lagi-lagi memancing kritik tajam terutama dari hater beliau. Sebenarnya untuk ukuran awam bacaannya sudah lumayan. Tapi kan Ustaz Evie bukan awam, melainkan ustaz gitu loh. Selevel Ustaz harusnya bacaannya bisa lebih baik dari itu. Ayolah, Ustaz Evie Effendi sebaiknya belajar lagi.

Keempat, ada juga cuplikan video dimana Ustaz Evie mengutip hadis Nabi. Ustaz Evie mengatakan, “Qaala Rasuulillahi”. Hello Pak Ustaz! Sejak kapan isim fa’il dibaca jar, harusnya dibaca rofa’ dong. Jadi yang benar “Qaala Rasulullahi”. Bagi orang awam ya wajar saja kalau tidak menguasai gramatika bahasa Arab. Namun bagi seorang ustaz, minimal dasar-dasarnya tahu lah.

Itulah beberapa kritik saya terhadap Ustaz Evie Effendi yang murni kritik pemikiran, bukan sentimen pribadi. Tentu saja seperti kata khatib Jumat, Uushiikum wa iyyaaya. Saya menasehati Ustaz Evi Effendi sekaligus menasehati diri saya sendiri. Saya berharap Ustaz Evie belajar lagi. Begitupun saya sendiri, saya juga tak boleh berhenti belajar. Karena kebodohan itu hadir saat orang sudah merasa cukup akan ilmu lalu dia berhenti untuk belajar.

Editor: Yusuf R Y

Related posts
Perspektif

Fenomena Over Branding Institusi Pendidikan, Muhammadiyah Perlu Hati-hati!

4 Mins read
Seiring dengan perkembangan zaman, institusi pendidikan di Indonesia terus bertransformasi. Arus globalisasi tentu memainkan peran penting dalam menentukan kebutuhan pendidikan di era…
Perspektif

Hakim, Undang-Undang, dan Hukum Progresif

3 Mins read
Putusan hakim idealnya mengandung aspek kepastian, keadilan, dan kemanfaatan. Dalam implementasinya tidak mudah untuk mensinergikan ketiga aspek tersebut, terutama antara aspek kepastian…
Perspektif

11 Kategori Pengkritik Jurnal Terindeks Scopus, Kamu yang Mana?

2 Mins read
Dalam amatan penulis, ada beberapa kategori pengkritik jurnal terindeks scopus. Dalam tulisan ini, setidaknya ada 11 kategori yang saya temui. Berikut ulasan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *