Lahir di Solo tidak membuatnya kalem dan lemah lembut bak puteri Solo. Sikapnya yang tegas dan tanpa kompromi terkadang membuatnya tidak disukai banyak orang. Kritik dan suaranya yang tajam kadang membuat orang marah dan terusik. Namun siapa sangka keberanian dan sikapnya yang teguh adalah buah dari petuah ibunya.
“Ibunda saya pernah memberitahu saya bahwa tidak ada orang yang marah karena diajak berbuat baik, tetapi besar kemungkinan orang dapat naik pitam karena diingatkan untuk berhenti dari perilaku jahatnya”.
Latar Belakang Pendidikan Amien Rais
Mohammad Amien Rais, dilahirkan di Solo 26 April 1944. Latar belakang pendidikannya ia tapaki dari IAIN Sunan Kalijaga Fakultas Tarbiyah selesai di tahun 1967 sebagai Sarjana Muda. Kemudian ia melanjutkan di Fakultas Sosial dan Ilmu Politik UGM dan selesai di tahun 1968. Semasa mahasiswa, ia aktif di Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah dan menjadi ketua lembaga dakwah HMI Yogyakarta.
Lepas dari UGM di usia 25 tahun, ia terbang ke Amerika untuk memperoleh gelar M.A dari Universitas Notre Dame Amerika Serikat di tahun 1974. Masih di Amerika, ia mendapatkan gelar P.h.D. dalam bidang ilmu politik dari Universitas Chicago tahun 1981. Di tahun 1978-1979 sempat menjadi mahasiswa luar biasa di Universitas Al-Azhar.
Politik Sebagai Jalan Dakwah
Sepulang dari melanglangbuana dari luar negeri, ia kembali ke Indonesia di tahun 1984. Ia aktif di organisasi Muhammadiyah, BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi), dan ICMI. Tahun 1995- 1998 ia menjabat sebagai ketua umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Melalui rumah Muhammadiyah itu pula, ia getol menyuarakan mengenai pentingnya dakwah politik.
Di bukunya berjudul Cakrawala Islam (1987)ia mengatakan: “Semua bidang kehidupan dapat dijadikan arena dakwah, dan seluruh kegiatan hidup manusia bisa digunakan sebagai sarana atau alat dakwah. Kegiatan politik sebagaimana kegiatan ekonomi, usaha-usaha sosial, gerakan-gerakan budaya, kegiatan-kegiatan ilmu dan teknologi, kreasi seni, kodifikasi hukum, dan lain sebagainya bagi seorang muslim seharusnya memang menjadi alat dakwah”
Amien Rais dikenal sebagai intelektual muslim dan politikus kawakan di negeri ini. Sikap kritisnya membuat ia terpental dari Dewan Pakar ICMI. Suara kritisnya sudah ia tunjukkan di masa Soeharto di saat semua orang masih terlampau banyak berfikir. Amien bersuara keras mengkritik Soeharto dalam kasus Freeport.
Menurut Amien, 90% keuntungan dari tambang ini dibawa ke luar negeri sedangkan 10% sisanya jatuh pada satu keluarga saja. Soeharto marah besar. Greg Barton mendokumentasikannya dengan apik dalam Biografi Gus Dur (2020). Suatu hari Soeharto memanggil Habibie dan memarahinya. Soeharto berkata kepada Habibie, “Amien membuat pernyataan subversif dan ia lebih berbahaya daripada Gus Dur”. Amien pun tak gentar, ia pun memilih untuk keluar dari ICMI.
Di tahun 1995 Amien menjabat sebagai Ketua Umum PP Muhammadiyah, namun sudah keluar dari ICMI. Amien lebih bebas menyatakan kritiknya kepada Soeharto. Amien dinilai paling getol dan berdiri di garis depan saat reformasi 1998, sehingga ia mendapat julukan Lokomotif Reformasi. Ia menjadi sosok paling tegas sikapnya dalam melawan rezim Orde Baru Soeharto. Bahkan Gus Dur di kala itu pun masih ragu dan memiliki pertimbangan panjang.
Amien Rais: King Maker!
Amien Rais menjadi sosok yang kerap melontarkan urgensi dakwah politik. Karirnya di Muhammadiyah digunakannya untuk menggandeng rekan seperjuangan untuk membuat wadah bersama dalam meneguhkan dakwah politik. Di tahun 1998, ia mendirikan PAN, Ahmad Syafii Maarif santer digadang-gadang untuk menjadi Ketua Partai ini. Namun Ahmad Syafii Maarif menolak dan memilih menggantikan kedudukannya di Muhammadiyah.
Selepas reformasi, perjuangannya seolah tidak berhenti. Ia menjadi ketua MPR di tahun 1999. Meski perolehan suara di partainya tidak begitu banyak, namun ia memegang peranan penting dalam peta politik Indonesia, sehingga ia mendapat julukan King Maker. Ia berperan penting dalam mengangkat Gus Dur dalam sidang MPR 1999. Amien Rais pula yang ikut berperan serta dalam proses penggulingan Gus Dur dan mengusung Megawati sebagai penggantinya.
Meski sudah tidak terlalu populer, suaranya masih terdengar keras meski sayup-sayup saat mengkritik pemerintah. Pada periode pemerintahan Jokowi, Amien getol mengkritik dan memberi masukan kepada pemerintah Jokowi. Namanya muncul kembali saat kasus Ahok dan ikut dalam Gerakan Aksi Bela Islam 2 Desember 2016. Ia pun menjadi Ketua Penasihat Persaudaraan Alumni 212.
Partai Setan Vs Partai Allah
Pada pemilu 2019, posisi Amien Rais masih diperhitungkan dalam dunia politik kita. Amien mendukung pasangan calon Presiden Prabowo-Sandiaga Uno meski gagal. Suaranya menimbulkan kontroversi saat ceramah usai subuh di Masjid Baiturrahim, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan.
Dalam ceramahnya ia mengatakan, “Orang-orang yang anti Tuhan, itu otomatis bergabung dalam partai besar, itu partai setan. Ketauhilah partai setan itu mesti dihuni oleh orang-orang yang rugi, rugi dunia rugi akhiratnya. Tapi di tempat lain, orang yang beriman bergabung di sebuah partai besar namanya Hizbullah, Partai Allah. Partai yang memenangkan perjuangan dan memetik kejayaan.” Dikotomi Partai Setan dan Partai Allah pun mendapat konroversi yang beragam.
Setelah suaranya kurang begitu didengar di kalangan PAN sendiri, ditambah dengan kegagalannya mengusung calon yang didukungnya Mulfachri Harahap pada Kongres V PAN di Kendari Sulawesi Tenggara pada 10-12 Februari 2020 membuatnya bersemangat akan mendirikan partai baru.
Tetap Peduli Kepada Bangsa
Kegelisahan dan kepeduliannya kepada bangsa ini seperti tidak pernah surut meski telah memasuki usia senja, 76 tahun. Ia masih kerap membagi keprihatinannya dan perhatiannya terhadap situasi bangsa saat ini.
Di ceramah-ceramahnya, ia tidak lelah mengajak kepada semua orang untuk peduli kepada bangsa ini dalam dakwahnya. Bukunya Agenda Mendesak Bangsa: Selamatkan Indonesia! (2008) menjadi catatan kritis tentang situasi kebangsaan dari sudut pandang ekonomi dan politik.
Amien menganggap dakwah politik itu penting untuk mengingatkan kekuasaan yang melenceng. Menurutnya setiap muslim memiliki kewajiban yang sama dalam menegakkan amar ma’ruf nahi mungkar. Inilah yang membuat Amien Rais tidak berhenti untuk berdakwah dalam bidang politik.