Akhlak

Ustaz Hijrah Sebaiknya Jangan Bahas Fikih

3 Mins read

Sebelumnya harus saya katakan bahwa saya sama sekali tidak ada masalah dengan para ustaz hijrah. Saya bukanlah ustaz top yang mungkin merasa terganggu atau tersaingi dengan kehadiran mereka. Saya sendiri sering mendengar ceramah-ceramah mereka dan saya suka. Bahasanya renyah dan mudah untuk dicerna.

Namun itu sepanjang yang mereka sampaikan adalah nasihat-nasihat kehidupan. Berbeda halnya kalau mereka sudah masuk ke dalam ranah pembahasan fikih. Saya pasti bersikap skepstis dan akan mengatakan tahan dulu.

Otoritas mereka apa untuk membahas masalah fikih? Sebab, meminjam bahasa Ahmad Najib Burhani, mereka ini rata-rata adalah konversi dari yang dulunya seorang “bad boy“.

Ustaz Hijrah dan Prosesnya

Proses mereka menjadi ustadz hijrah dimulai ketika mereka mengalami sebuah pengalaman spiritual. Pengalaman yang kemudian mengilhaminya untuk segera berubah dan membenahi diri (baca: tobat).

Umumnya, pengalaman-pengalaman itu mereka dapatkan ketika telah sedemikian dalam terjatuh pada perbuatan dosa atau mimpi bertemu Rasulullah, dan di dalam mimpi tersebut mereka dinasihati Rasul untuk berubah. 

Dalam kategori “bad boy“, kita misalnya bisa membaca cerita hijrah seorang Derry Sulaiman. Dulunya dia adalah seorang gitaris band metal bernama Betrayer. Tampilannya pun sebagaimana anak-anak metal pada umumnya. Berambut gimbal dan memakai aksesoris-aksesoris yang mencirikan anak metal.

Setelah hijrah, penampilannya tersebut dirombak seluruhnya. Ia mulai memakai gamis dan imamah (baca: serban yang dilingkar di kepala), sebuah pakaian khas Jama’ah Tabligh. Berkat penampilannya tersebut, gelar “ustaz” kemudian berangsur disematkan di depan namanya. Sehingga masyarakat luas kini mengenalnya sebagai Ustaz Derry Sulaiman.

Fikih Itu Berat

Disebabkan latar belakang mereka yang demikian, saya menyarankan agar mereka tidak usah dulu membahas fikih. Seperti yang dilakukan oleh ‘ustaz’ Evie Effendi kemarin, yang mengatakan bahwa ibadah di malam nisfu sya’ban itu tidak ada dalilnya.

Baca Juga  Melihat Fikih Lewat Kaca Mata Lingkungan Hidup

Sebab fikih itu berat, tidak semudah yang ustaz-ustaz hijrah tersebut bayangkan. Banyak perangkat-perangkat pengetahuan yang harus dikuasai. Seperti ilmu istinbath al-ahkam, ushul fikih, nahwu-shorof, dan sebagainya.

Saya yakin tidak banyak dari ustaz-ustaz hijrah yang menguasai ilmu-ilmu itu. Kalau pun mereka berani berbicara fikih, maka saya kira mereka hanyalah orang-orang yang disebut Prof. Ali Jum’ah, Mufti Mesir, sebagai orang-orang yang berbicara mengenai halal-haram tanpa tahu proses dan prosedur-prosedur yang harus dilewati sebelum sampai pada kesimpulan halal-haram tersebut.

Hal itu tentu sangat kontras dengan zaman para ulama salaf. Saat itu memang banyak ulama, namun hanya sedikit dari mereka yang berani memberi fatwa. Salah satu ulama besar pada zaman itu adalah Imam Malik. Ia pernah berkata bahwa ia tidak akan mengeluarkan fatwa sebelum tujuh puluh ulama Madinah terlebih dulu menguji kelayakan dan keabsahannya.

Fenomena Saat Ini

Saat ini, kebanyakan orang tidak ingin ribet dan ingin segalanya berjalan secara instan. Mereka tidak ingin meniru langkah-langkah para ulama yang dikenal sebagai ahli fikih. Yakni menghabiskan waktunya belajar bertahun-tahun di pesantren di bawah asuhan guru yang mumpuni dan memang ahli di bidangnya. 

Sekali lagi, menjadi ahli fikih itu berat. Dalam satu persoalan saja, kita akan mendapati banyak perbedaan pendapat di antara para ulama fikih. Dan setiap pendapat memiliki landasan argumennya masing-masing, karenanya jangan sekali-kali bertindak sembrono. Jangan sampai hanya bermodal belajar agama secara otodidak sudah berani berbicara fikih. 

Dalam hal ini, saran dari Khaled Abou el-Fadl saya kira patut untuk diperhatikan. Khaled menyarankan agar para ustaz harus senantiasa mengendalikan diri dan bersikap jujur. Mengendalikan diri dari membahas sesuatu yang ia tidak ketahui dan jujur terhadap kapasitas diri. Jangan menampilkan diri seakan-akan tahu segalanya. 

Baca Juga  Fikih Dahulu Bukanlah yang Sekarang

Lebih Baik Bahas Nasihat

Ustaz-ustaz hijrah seharusnya meniru gaya ceramah UHA dan UJE. UHA adalah singkatan dari Ustaz Hanan Attaki, sedangkan UJE adalah singkatan dari Ustadz Jefry al-Buchori. Ceramah-ceramah mereka berdua amat begitu diminati dan disenangi banyak orang. 

Hal itu saya kira karena mereka berdua hanya fokus menceramahkan nasihat-nasihat kehidupan. Mereka sama sekali tidak pernah menyinggung masalah fikih yang terdapat banyak pertentangan pendapat di dalamnya. Maka tidak heran jika ceramah mereka hampir jarang atau bahkan tidak pernah mendapat tentangan atau protes dari orang-orang.

Ada salah satu ceramah Ustaz Hanan Attaki yang amat menarik bagi saya. Di mana ketika ia ditanyai hukum sebuah persoalan, ia dengan rendah hati menjawab:
Saya tidak berani menjawabnya. Itu bukan bidang saya. Jika ingin bertanya masalah itu, silakan tanya ke Ustaz Abdul Somad. Beliau yang tahu masalah itu. Karena ketika di Universitas al-Azhar beliau mengambil jurusan perbandingan mazhab.”

Melalui perkataan tersebut, Ustaz Hanan Attaki seakan ingin memberi sebuah pelajaran bagi kita semua. Bahwa kita harus senantiasa sadar dengan kapasitas diri sendiri jika tidak ingin tergelincir pada kesalahan.

Jangan sekali-kali kita membahas sesuatu yang bukan bidang kita. Karena dengan begitu, mimbar agama kita akan dapat tetap harmoni dan tidak ada yang merasa terganggu. Mari saling nasihat-menasihati!

Editor: Rifqy N.A./Nabhan

Avatar
21 posts

About author
Ketua Bidang Riset dan Pengembangan Keilmuan PC IMM Ciputat
Articles
Related posts
Akhlak

Mentalitas Orang yang Beriman

3 Mins read
Hampir semua orang ingin menjadi pribadi yang merdeka dan berdaulat. Mereka ingin memegang kendali penuh atas diri, tanpa intervensi dan ketakutan atas…
Akhlak

Solusi Islam untuk Atasi FOPO

2 Mins read
Pernahkan kalian merasa khawatir atau muncul perasaan takut karena kehilangan atau ketinggalan sesuatu yang penting dan menyenangkan yang sedang tren? Jika iya,…
Akhlak

Akhlak dan Adab Kepada Tetangga dalam Islam

3 Mins read
Rasulullah Saw bersabda dalam sebuah hadis berikut ini: مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds