Perspektif

Agama: Bukan Pemecah Belah Umat!

3 Mins read

Menurut cendekiawan muslim M Dawam Raharjo, agama bukan hanya sekedar sebuah teori atau ideologi semata. Menurutnya agama memegang peranan penting yaitu sebuah kewajiban membentuk kehidupan bagi mereka yang lemah, tersingkir, tereksploitasi, tertindas menjadi lebih ringan dan bebas.

Relalitas Agama Masa Kini

Sebagai cendekiawan muslim ia memberi ruang nafas baru dan semangat kepada ‘the underdog’ yaitu pihak yang merasa tertekan dan teraniaya. Tetapi di zaman sekarang saat melihat realita yang ada rasanya tidak mudah mengatakan bahwa agama adalah pembawa budi luhur dan perdamaian. Terlalu banyak curiga, skeptisme, prasangka ini itu, kebencian dan konflik bahkan menciptakan perang antar saudara seiman dengan mengatasnamakan agama. Sekurang-kurangnya ini turut serta menjadi unsur yang mempertajam pertentangan-pertentangan tersebut.

Lebih kejam lagi agama disebut radikal bahkan disangkut pautkan dengan nama terorisme. Sering sekali dijumpai bahwa agama menjadi suatu pemicu masalah dalam lingkungan masyarakat atau pun politik. Kenyataannya agama malah menjadi unsur pertentangan-pertentangan entah karena ideologi atau perdebatan-perdebatan sehingga menjadikan ujaran kebencian satu dengan lainnya. Hal inilah yang memicu konflik, dan peperangan sekaligus perpecahan bagi umat beragama.

Namun perlu ditegaskan sekali lagi agama bukan pemecah belah suatu umat. Yang mendistorsikan adalah mereka yang menganggap agama untuk dikuasai. Mereka yang menganggap agama untuk dimiliki, menjadikan sebagai sebuah alat di tangan, dan menganggap merekalah sendiri yang beragama.

Agama dijadikan pervers yaitu kalau orang yang berketuhanan menganggap diri seakan akan ia sama dengan Tuhan, berhak mengatur dan menilai hidup orang lain. Singkat kata yang merusak agama adalah sifat sombong. Kesombongan membuat dirinya menjadi semakin keras hati, tidak tahu diri bahkan ia bisa membunuh atas nama Tuhan.

Baca Juga  Ludwig Wittgenstein: Menyemai Perdamaian dengan Permainan Kata

Agama yang Sesungguhnya

Keagamaan yang sebenarnya adalah membuat mereka lebih rendah hati dan positif. Agama di dunia berbeda-beda dan apa yang mereka yakini masing-masing tidak dapat disesuaikan satu sama lain dan hal tersebut adalah sebuah fakta.

Menghormati keagamaan seseorang juga menuntut kita untuk menghormati bahwa mereka mengimani agamanya sebagai benar. Tentu setiap orang mengimani agamanya karena ia merasakan bahkan meyakini agamanya adalah sebagai jalan yang benar baginya.

Agama menunjukkan bahwa hidup bukan hanya sekedar untuk makan, minum, beremosi dan bernafsu. Semua agama mengajarkan bahwa hidup hanya dapat dimengerti di dalam suatu cakrawala makna yang melampaui eksistensi individual masing-masing. Akan tetapi makna ini bukan menindas atau mendistorsi. Melainkan memberi pengertian bahwa diri lebih dari sekedar batas-batas tubuh inderawi dan tidak terhapus begitu saja saat tubuh sudah tidak bernyawa. Juga memuat bagaimana hidup sesama manusia dan mengenal Tuhan.

Semua agama menekankan betapa penting orang melepaskan diri dari rasa pamrihnya. Mereka menunjukkan pelbagai jalan. Menata hidup supaya baik dan teratur. Melakukan kewajiban dan tugas-tugas dalam keluarga, rofesi, negara, masyarakat, berkomitmen dan bertanggung jawab serta mampu menguasai diri dengan bermatiraga bertapa secara bijaksana dan adil.

Dengan semua ini hati akan menjadi lebih bebas dari kediktatoran naluri dan emosi yang menjadi pemicu utama munculnya masalah dalam beragama. Dengan menjadi bebas kita selalu ingat siapa sebenarnya kita, dari mana dan kemana jalan hidup kita. Dan apa yang sebenarnya memberi makna di dalam diri kita di dunia. Selalu eling atau Ingat adalah contoh suasana menjadi umat beragama.

Pelepasan Diri

Pelepasan diri yang penting dan efektif adalah kita membuka hati dan mengulurkan tangan bagi sesama. Karena orang lain membutuhkan kita. Kita tidak lagi berkisar memikirkan diri sendiri. Orang yang sungguh-sungguh beragama adalah orang yang baik hatinya. Sedemikian baik hatinya sehingga orang tidak perlu takut sama sekali terhadap mereka. Malah dapat percaya dan mempercayakan diri kepada mereka.

Baca Juga  Tiga Problem Kehidupan Umat Beragama, Banyak Fatwa Penghakiman

Kebaikan hati dan tangan terbuka diarahkan kepada segenap sesama tanpa membedakan apakah ia termasuk golongan umat atau tidak. Solidaritas tidak boleh hanya dibatasi umat sendiri kalau tidak mau digerogoti oleh kepalsuan atau topeng belaka. Keagamaan yang sebenarnya adalah kebaikan hati ditujukan bagi kepada siapa saja tanpa membedakan status, golongan atau ciri-cirinya.

Bukan dalam artian menganggap semua agama adalah sama, melainkan arti saling menghormati dan memahami kekhasan masing-masing, antar golongan dan umat. Ia tidak mau mengancam mereka, menyalahkan atau membenarkan mereka dan tidak mengubah mereka. Serta tidak pula memperlihatkan kebahagiaan dan kebenaran agamanya sendiri. Ia bersedia hidup dengan baik bersama saudara saudari.

Bergembiralah

Agama membebaskan kita dari keterikatan pada egoisme diri sendiri . Pengorbanan demi sesama itu tidak membuat hidup lebih miskin dan suram melainkan menjadi penambah kegembiraan dalam kehidupan. Orang-orang beragama yang terbuka dan positif adalah orang yang bahagia.

Keagamaan menawarkan kebahagiaan sejati, bukan hanya hidup sesudah kematian. Karena itu orang yang beragama adalah orang yang di tengah-tengah kesibukan tetapi tetap santai dalam hatinya. Ia adalah orang yang gembira. Dan di dalam setiap cobaanpun tetap ada suatu kebahagiaan yang mendasar dalam hatinya.

Suatu kebahagiaan tidak diproduksi sendiri melainkan sudah diterimanya. Semakin ia maju dalam sikap hati dan hidup, ia semakin sadar bahwa hidupnya, eksistensinya segala usahanya kegagalan dan suksesnya merupakan suatu rahmat dan suatu anugerah yang diterimanya. Ia menjadi orang yang berterimakasih.

Sikap terimakasih dan kerendahan hati adalah ciri orang ber-Tuhan dan orang beragama. Dan orang beragama tahu kalau dirinya sendiri adalah sebuah anugerah. Bahwa apa saja yang ada padanya adalah rahmat yang menjadikannya rendah hati, positif, terbuka dan baik.

Baca Juga  Meninjau Kembali Teologi Kerukunan dalam Islam

Jelaslah bahwa dalam arti sebenarnya agama bukan menjadi pemecah belah suatu umat atau pemicu konflik-konflik sosia. Karena justru agama adalah kekuatan yang meluhurkan budi pekerti seseorang dan menjadi landasan yang kokoh bagi perdamaian positif didalam kehidupan masyarakat dan bernegara.

Editor: Sri/Nabhan

8 posts

About author
Alumnus Universitas Islam Lamongan. Gadis penyuka sastra dan petrichor. Selain itu ia gampang memiliki rasa ingin tahu terhadap sesuatu. Hal yang menjadi favoritnya adalah suasana setelah hujan dan memandang cakrawala langit biru yang luas.
Articles
Related posts
Perspektif

Tak Ada Pinjol yang Benar-benar Bebas Riba!

3 Mins read
Sepertinya tidak ada orang yang beranggapan bahwa praktik pinjaman online (pinjol), terutama yang ilegal bebas dari riba. Sebenarnya secara objektif, ada beberapa…
Perspektif

Hifdz al-'Aql: Menangkal Brain Rot di Era Digital

4 Mins read
Belum lama ini, Oxford University Press menobatkan kata Brain Rot atau pembusukan otak sebagai Word of the Year 2024. Kata yang mewakili…
Perspektif

Pentingkah Resolusi Tahun Baru?

2 Mins read
Setiap pergantian tahun selalu menjadi momen yang penuh harapan, penuh peluang baru, dan tentu saja, waktu yang tepat untuk merenung dan membuat…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds