Perspektif

Negara dalam Pusaran Krisis Pendidikan

4 Mins read

Mengutip salah satu paragraf pada tulisan Supriadi Purba Mergana dalam bukunya Negeri Tanda Tanya, yaitu “Patut menjadi perhatian kita bersama, bagaimana kegagalan pendidikan bagi sebagian orang yang tidak sanggup adalah kegagalan kita semua. Karena pendidikan sejatinya bukan hanya untuk golongan yang mampu, tetapi untuk semua orang.”

Dalam arti luasnya, saya mencoba tafsirkan bahwa kegagalan pendidikan adalah dasar dari kegagalan sebuah negara yang bermimpi menjadi negara maju. Bagaimana mungkin, kita bersaing dalam prospek dunia maju sedangkan kita saja masih tertatih dalam lintasan pendidikan, apalagi sedang dalam tantangan global kini.

Sehingga, saat tahun 2045 yang digadang-gadang sebagai pasar perdagangan bebas serta momentum bonus demografi, pernahkah kita berpikir untuk hadir dalam satu di antara dua momentum besar itu? Pertanyaan ini sebelumnya hadir dalam pikiran saya, apakah saya menjadi bagian dalam momentum itu?

Spekulasi lain hadir bahwa kedua momentum di atas melibatkan Indonesia dan anak mudanya dalam bursa bonus demografi nanti. Itulah yang kita ingin, dengan pembangunan yang menyektor pada proses mencetak anak muda yang produktif. Pula dengan sebuah pembangunan mental anak muda dapat mampu berpartisipasi aktif untuk mencapai tujuan negara dan bangsa.

Akan tetapi, kali ini pertanyaan di paragraf tiga membuat saya semakin pesimistis akan menjadi bagian dari momentum-momentum itu, mengapa demikian? Ada beberapa alasan yang yang merasuk mental dan paradigma saya terhadap pembangunan di Indonesia saat ini. Seperti infrastruktur, pendidikan, ekonomi, sosial-politik, dan minat bakat dalam olahraga bagi anak muda, yang dinilai sangat tidak memiliki perkembangan, dan keputusan dalam pendidikan karakter anak bangsa, serta sektor lainnya yang selalu bersifat politis.

Ironis Bernegara

Sebelum menjelaskan lebih jauh, saya akan membahas terlebih dahulu bernegara dalam perspektif kebutuhan anak muda dan bangsa secara utuh. Sehingga saya pikir, bernegara itu bukan tentang politik sepihak, bukan tentang oligarki, bukan tentang bisnis, dan menghidupkan saudara dan keluarga saja. Melainkan, bernegara itu lebih kepada persoalan mempersatukan yang berbeda, mempererat yang renggang, dan menghadirkan kemakmuran bagi rakyatnya, terutama akses pendidikan bagi rakyatnya.

Baca Juga  3 Simple Tips For Using Sports To Get Ahead Your Competition

Persoalan di atas adalah bagian dari hipotesa saya atas kondisi negara yang semakin hari bukan menjadi baik, tetapi semakin ke arah yang lebih ironis, bahkan tidak memiliki arah sama sekali. Pun ketika berdiskusi bersama teman-teman organisasi dan teman kelas, mereka berpandangan yang sama bahwa semakin hari semakin tidak terarah dalam bernegara. Mungkin pembaca merasakan hal demikian.

Saya rasa cita-cita mencapai yang terbaik dalam bonus demografi memiliki peluang sangat minim, bahkan tidak sama sekali, tidak ada partisipasi anak bangsa di dalam momentum itu. Sebab, tata kelola dalam bernegara sangat jauh dari apa yang dibicarakan oleh elit di televisi dan media massa. Pemberdayaan terhadap kualitas pendidikan juga hanya dirasakan oleh kalangan tertentu saja.

Terlepas dari itu semua, secara empiris, rakyat merasakan dampak dari apa yang dilakukan oleh negara saat ini. Bukan karena kondisi pandemi, akan tetapi eksploitasi terhadap rakyat dan alam secara brutal dan lebih mementingkan hal yang di luar dari keinginan dan kebutuhan rakyat itu sendiri.

Akar Krisis Pendidikan

Mengapa negara kita begini-begini saja sepak terjangnya, dan cenderung selalu menghadirkan masalah baru dibandingkan ide-ide yang solutif?

Dr. Stevri Indra Lumintang, dalam bukunya Re-Indonesiasi Bangsa, mengatakan “. . . .Akhirnya, semua anak bangsa, elemen bangsa, baik rakyat maupun penguasa, pasti mengakui bahwa penyimpangan ekonomi, sosial, politik, pendidikan, budaya dan agama, itu semua hanyalah pemicu krisis, sedangkan akar krisis adalah lemahnya kualitas, terganggunya mentalitas, miskinnya spiritual dan rusaknya moralitas sumber daya manusia”.

Ungkapan di atas menunjukkan adanya sebuah krisis yang sangat berkepanjangan jika tidak adanya pembenahan. Bagaimana tidak, yang sering kita keluhkan adalah akses pendidikan. Karena saat ini, akses pendidikan hanya didapatkan bagi siapa yang memiliki uang dan orang dalam. Lalu, bagaimana dengan mereka yang tidak memiliki apa-apa?

Baca Juga  Refleksi Nilai-Nilai Pancasila dalam Al-Qur’an

Salah satu penyebab dasar adanya krisis multidimensi adalah akar krisis yang disebut oleh Dr. Stevri Indra Lumintang di atas, yakni lemahnya kualitas. Artinya bahwa kualitas adalah salah satu hal yang terpenting dalam pembangunan sumber daya manusia bagi bangsa. Jika hari ini kualitas tidak dapat ditingkatkan, maka anak muda bangsa tidak akan bisa mencicipi, apalagi andil dalam bonus demografi kelak.

Sehingga, kualitas yang lemah perlu kita perkuat, dengan meningkatkan akses pendidikan, meningkatkan etos belajar anak muda sedari dini, dan meningkatkan kualitas pendidikan yang sebelumnya tidak terjama dengan sistem. Maka harus dibuatkan sistem sesuai kebutuhan jangka panjang pendidikan dari kebutuhan anak-anak muda.

Apa yang Dibutuhkan Masyarakat?

Pendidikan sangat penting, tetapi bagi negara mengelola pendidikan adalah hal mudah. Namun, negara sekarang kini selalu menghadirkan polemik-polemik baru yang terkesan sangat tidak berpendidikan. Berjanji mengentaskan kemiskinan dengan menghadirkan regulasi dan sistem pendidikan yang mutu, tetapi selalu muncul para pejabat yang koruptif. Lalu, di mana pemberdayaan manusia yang sebenarnya?

Krisis pendidikan sangat terasa ketika negara hadir dalam setiap kebutuhan dan keinginan masyarakat. Namun, kebijakan dalam hal pendidikan tidak menyektor sebagai sebuah kebutuhan, melainkan malapetaka. Seperti yang terdapat di daerah perbatasan-perbatasan yang sangat minim akan akses pendidikan.

Itulah penyebab adanya krisis pemberdayaan manusia yang dirasakan oleh masyarakat yang minim mendapatkan dingin dan nyamannya esensi pendidikan. Sehingga, apapun yang menjadi tujuan dan cita bangsa hanya akan sampai pada hal yang bersifat politis. Di mana letak pendidikan yang sebenarnya? Dengan sistem dan masalah pendidikan seperti saat ini, apakah kita bisa mampu berada dalam bonus demografi? Atau kita hanya berdansa dalam modus demografi belaka?

Baca Juga  Covid-19 Ubah Lanskap Pendidikan, Munculkan Trend Baru

Apalagi di tengah pandemi COVID-19, yang mana proses belajar mengajar dialihfungsikan melalui media daring. Hal itu sendiri sangat riskan bagi mereka yang tidak memiliki akses internet dan ketidakpunyaan akan media elektronik. Oleh sebab itu, saya pikir masih sangat banyak mata rantai masalah dalam sektor pendidikan yang belum dijamah oleh tangan pemerintah. Bukan kebijakan semata yang diperlukan, melainkan solusi bagi mereka yang tidak memiliki akses.

Maka dari itu, negara perlu hadir dalam setiap aspirasi. Terutama yang berkaitan dengan pendidikan bagi masyarakat yang sangat kesulitan dalam mendapatkan hak atas pendidikan. Negara perlu hadir di setiap keluhan masyarakat untuk mendapatkan poin penting masalah yang dihadapi, lalu memberikan solusi.

Itu yang dibutuhkan.

Editor: Lely N

Avatar
4 posts

About author
Ketua Bidang Riset dan Pengembangan Keilmuan IMM Karawaci & Wakil Ketua Umum Ikatan Mahasiswa Manajemen ITB Ahmad Dahlan
Articles
Related posts
Perspektif

Etika di Persimpangan Jalan Kemanusiaan

1 Mins read
Manusia dalam menjalankan kehidupannya mengharuskan dirinya untuk berfikir dan memutuskan sesuatu. Lalu Keputusan itulah yang nanti akan mengantarkan diri manusia ke dalam…
Perspektif

Kejumudan Beragama: Refleksi atas Bahtsul Masail Pesantren NU yang Kurang Relevan

3 Mins read
Bahtsul Masail, tradisi intelektual khas pesantren Nahdlatul Ulama (NU), adalah salah satu warisan berharga dalam khazanah keilmuan Islam di Indonesia. Forum ini…
Perspektif

Menjadi Guru Hebat!

3 Mins read
Peringatan Hari Guru Nasional (25 November) tahun ini mengangkat tema, “Guru Hebat, Indonesia Kuat”. Tema ini menarik untuk dielaborasi lebih jauh mengingat…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds