Review

Membaca Teori Oligarki, Membaca Indonesia

3 Mins read

Judul Buku : Oligarki: Teori dan Kritik
Editor : Abdil Mughis Mudhaffir & Coen Husain Pontoh
Penerbit : Marjin Kiri
Cetakan I : 1, 2020
Tebal : 291 halaman
ISBN : 978-979-1260-95-4

Oligarki pantas dikritik. Sebab, oligarki tidak hanya mengendalikan dan memonopoli institusi politik dan ekonomi, tapi kerap menyimpang bahkan korup dalam mengelola sumber daya publik (halaman 3).

Rusaknya ekologi, rapuhnya integritas politik, dan terjadinya ketimpangan bahkan kekerasan, sebagaimana kesimpulan buku ini, Oligarki: Teori dan Kritik (2020), adalah wujud dari eksploitasi oligarki.

Buku ini memandang bahwa oligarki memuat banyak masalah besar. Seperti makin rendahnya kualitas demokrasi dan makin defisitnya integritas negara. Misalnya dalam hal membuat UU yang sebagian normanya banyak dilucuti sebab adanya kepentingan antara oligarki dan pemangku negara.

Buku kumpulan tulisan sembilan orang ini, dapat membantu mencerna tesis Jaffrey Winters, Richard Robison dan Vedi R. Hadiz, tentang asal-usul pemikirannya, bagaimana mengatahui peta politik dan konsekuensi dari tindakan oligarki. Serta akan diantar menelusuri berbagai argumentasi teoretis, sajian data analitis juga masalah yang melingkupinya. Pertanyaanya dasarnya adalah mengapa-bagaimana oligarki memainkan perannya sehingga kekuatannya dominan di negara demokrasi ini.

***

Di tengah minimnya kajian terhadap oligarki, buku ini menjadi penting sebagai pemantik diskusi. Sebab, sebagaimana yang kita ketahui, masyarakat dan negara seakan lumpuh. Mungkin juga tenggelam karena begitu kuatnya penguasaan “pasar” di institusi atau sistem yang katanya “demokrasi” ini.

Buku ini melihat, terdapat benang merah bahwa sistem “demokrasi” telah/bisa menjadi ruang “basah” yang dimanfaatkan oleh para oligarki.

Bangunan negara-bangsa yang mencari-memimpikan “kesejahteraan” dan “keadilan” sebagaimana termaktub dalam Pancasila, lumpuh akibat terjerembap atau dibajak oleh para oligarki. Bahkan oleh orang yang ditunjuk secara politis di tingkat negara.

Baca Juga  Memahami Makna Khilafah: Maksimalkan Potensi Ilahi untuk Makmurkan Bumi

Winters, sebagaimana diterangkan Muhammad Ridha, dalam artikel Kekhususan Oligarki Pemikiran Jeffrey Winter Mengenal Oligarki menegaskan bahwasanya oligarki dapat dipahami dari dua aspek: kepemilikan dan pertahanan.

Terhadap kepemilikan, oligarki melakukan klaim berdasarkan kekayaan dan kepemilikan yang dimiliki, lalu memastikan kekayaan mereka tidak diambil orang lain. Sedangkan dalam aspek pertahanan, Winters menemukan kamampuan para oligarki untuk mempertahankan sebanyak mungkin kekayaan hartanya.

Artinya, bilamana para oligarki terancam dengan orang kaya lain, maka strategi yang diambil adalah menginvestasi koersif. Caranya dengan membayar preman, pasukan, benteng, atau ksatria guna melindungi mereka dari perebutan kekayaan tersebut.

Ketika berhadapan dengan negara, maka oligarki melakukan pengalihan kekayaan dengan menggandeng kalangan profesional. Seperti pengacara, akuntan, dan konsultan agar terhindar dari pajak-redistributif negara (halaman 15 ).

Menurut pandangan Winters, pertalian dua sikap itu dalam diskursus sejarah Indonesia sudah terjadi sejak masa Orda Baru. Winters mencatat, pada masa Soeharto hingga era Jokowi disebut sebagai fondasi oligarki berkuasa dan oligarki sultanistik.

Mereka mempertahankan kepemilikan dalam keberadaan individual dan akumulasi kapital saja. Bahkan, bukan hanya menggunakan kekerasan, tapi juga menegakkan hegemoninya secara ideologis untuk mempertahankan dominasi material mereka (halaman 16).

Kontestasi Oligarki di Indonesia

Saat ini, kontestasi para oligarki di Indonesia menemukan titik terang. Salah satu indikatornya adalah menguatnya politik identitas, konflik agraria seperti Tumpang Pitu, Banyuwangi yang tidak berkesesudahan, dan rancangan pembuatan RUU Cipta Kerja yang begitu terbur-buru, serta kejanggalan anggaran Kartu Prakerja akhir-akhir ini. Itu semua, merupakan bentuk lain dari penyebab tindakan (politis) oligarki.

Menurut Robison dan Hadiz, yang diterangkan Abdil Mughis Mudhoffir, Negara, Kapital, dan Kepentingan Kelas: Menafsirkan Tesis Oligarki Richard Robison dan Vedi R. Hadiz, hal di atas adalah penanda bahwa negara didominasi oleh oligarki dan politik predatoris. Mereka hanya ingin mewujudkan agenda reformasi birokrasi lewat karangka pemerintahan dalam bahasa teknokrat.

Baca Juga  Mulat Sarira: Muhasabah Diri ala Islam Jawa

Misalnya tawaran oligarki merancang kota hijau atau RUU Cipta Kerja. Jelas tawaran ini tidak masuk akal, sebab sikap dasar oligarki sejak awal hanya berhasrat untuk menghasilkan harta sebanyak-banyaknya. Alih-alih merancang kota hijau atau RUU Cipta Kerja, kota dan RUU Cipta Kerja itu sendiri diakali supaya oligarki tetap berlanjut melenggang dan aman.

Dan kini juga terlihat dalam kejanggalan anggaran Kartu Prakerja yang dimaksudkan untuk membantu masyarakat, tetapi malah (akan) dibuat untuk pelatihan tidak jelas oleh Stafsus Milenial.

Fred Magdoff dan Joh Bellamy Foster dalam Lingkungan Hidup dan Kapitalisme (2019), oligarki tak peduli dengan sistem apa pun dan bagaimana pun kecuali keuntugan. Oligarki hanya menginginkan akumulasi keuntungan sebanyak-banyaknya, atau apa yang disebut Marx sebagai “passion for wealth as wealth, hasrat kuat untuk memperkaya diri, tak peduli dampak dan akibatnya. Sebab itu, oligarki alih-alih menjadi solusi, ia bahkan menjadi bumerang.

Bagaimana di negara demokratis bisa terjadi? Kenyataannya bisa. Ketika negara terobsesi terhadap perekonomian marcusuar. Di sisi lain, perspektifnya sempit dan terjebak dalam program pragmatik berjangka pendek. Lalu demi memenuhi harapan populis, negara justru memberi pijakan oligarki untuk mengamini tindakannya (halaman xv-xvi).

Jalan untuk Mengatasi Oligarki

Praktik oligarki memerlukan langkah serius untuk ditumbangkan. Sebagaimana analisis Robertus Robet dalam tulisan Oligarki, Politik, dan Res Publica di buku ini, harus ada radikaliasasi politik demokratis dan mengupayakan perubahan redistribusi kekayaan dan kekuatan sosial progresif serta penguatan hukum yang adil.

Tanpa itu oligarki tak bisa dibendung dan kemungkinan perlawanan terhadapnya berakhir pada kebuntuan. Pengorganisasian kekuatan rakyat serta mengingatkan betapa pentingnya kewajiban moral publik untuk berperan aktif menumpas oligarki sangat diperlukan. Bukan hanya sebagai penerapan koseptual, tetapi untuk mencapai titik puncak konklusif permasalahan.

Baca Juga  Otoritas dan Proses Formasi Hadits: Kritik Jonathan Brown terhadap Konsep Jasser Auda

Membaca buku ini, seperti membaca Indonesia. Selain aspek kritis yang diajukan, kelebihan buku ini terletak pada ketajaman analisis penulisnya mengurai tesis oligarki. Filosofi mendasar tesis oligarki dibaca lebih kritis dalam berbagai perspektif. Selain itu juga aktual melihat gejala sosial kaitannya dengan transisi politik Indonesia.

Maka, tidak berlebihan jika buku ini dijadikan media mengidentifikasi problem rakyat-negara dari kangkangan oligarki. Sekaligus sebagai pertimbangan etis dalam setiap putusan-putusan (politis) negara.

Editor: Dhima Wahyu Sejati

Related posts
Review

Madzahibut Tafsir: Meneliti Madzhab Tafsir dari Klasik hingga Kontemporer

4 Mins read
Prof. Abdul Mustaqim menulis buku berjudul “Madzahibut Tafsir, Peta Metodologi Penafsiran Al-Qur’an Periode Klasik Hingga Modern”. Buku ini terbit cetakan pertama pada…
Review

Debat Bergengsi Epikureanisme vs Stoikisme Tentang Tuhan

3 Mins read
Wacana mengenai ketuhanan bukanlah persoalan yang baru muncul pada zaman kontemporer ini. Jauh sebelum Islam dan Kristen lahir di dunia ini, manusia…
Review

Pasang Surut Politik Islam dalam Gelanggang Sejarah Bangsa Indonesia

5 Mins read
Islam sebagai sumber moralitas dan idealitas tidak mungkin dipisahkan dari wawasan kekuasaan. Kekuasaan tanpa didasari moralitas hanya akan melahirkan banalitas sebagaimana yang…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *