Terdapat hadis penting mengenai akhlakul karimah Nabi Muhammad. Pada suatu hari, Nabi Muhammad saw. masuk ke dalam rumahnya kemudian disusul oleh para sahabatnya sehingga rumah tersebut penuh sesak. Tidak lama kemudian, datanglah Jarir bin Abdullah namun dia tidak mendapatkan tempat dan ia duduk di pintu. Kemudian Rasulullah melepaskan serbannya dan memberikannya, kemudian dibentangkanlah serban tersebut agar Jarir duduk di atasnya.
Kata Rasulullah saw, “Duduklah di atasnya.” Kemudian Jarir mengambilnya dan meletakkannya di pipinya, menciuminya serta menangis. Kemudian beliau mengembalikannya kepada Nabi seraya berkata, “Bagaimana aku dapat duduk di atas bajumu padahal Allah memuliakanmu.” Rasulullah melihat ke kiri dan ke kanan, lalu beliau bersabda, “Jika datang kepada kalian orang mulia dari suatu kaum, maka hendaknya kalian muliakan dia.”
Potongan hadis yang diriwayatkan oleh An-Nasai beserta asbabul wurudnya di atas, menunjukkan bahwa Nabi Muhammad telah mengajarkan kita tentang bagaimana seharusnya kita memuliakan tamu, memuliakan orang-orang di antara kita. Padahal patut diakui, kebanyakan dari kita seringkali tidak memperhatikan perkara seperti yang dicontohkan oleh Baginda Rasul pada hadis di atas.
Nabi Muhammad dalam hal ini bukan sekedar basa-basi, kata orang Jawa tidak sekedar abang-abang lambe. Nabi bukan pula hanya agar terlihat pantas dan patut, tapi memang semata kesungguhan beliau memuliakan tamunya dan memuliakan umatnya. Kita yang bukan siapa-siapa ini terhadap perkara demikian ini seringkali acuh. Naluri kita pada umumnya menuntut dihormati dan dimuliakan orang, sementara kita ogah-ogahan memuliakan sekeliling kita.
Pentingnya Akhlakul Karimah Nabi Muhammad
Nabi Muhammad memuliakan umatnya itu secara tidak langsung memberikan pesan kepada kita betapa pentingnya akhlakul karimah atau akhlak yang baik sebagai pedoman dalam setiap langkah hidup kita. Al-adaabu fauqol ‘ilmi; adab atau akhlak itu di atasnya ilmu. Lebih baik orang berpendidikan biasa namun akhlaknya terpuji daripada orang berpendidikan tinggi namun akhlaknya lemah. Orang pintar tanpa akhlak, apa arti kepintarannya? Namun yang paling utama jika seseorang itu pintar berpendidikan tinggi disertai dengan kemuliaan akhlaknya.
Kata Ibnu Jauzi, “Addiinu kulluhu khuluq, fa man zaada ‘alaika al-khuluq, zaada ‘alaika fiddiini”; bahwa agama itu seluruhnya akhlak, barangsiapa di antara kalian yang kualitas akhlaknya bertambah, bertambah pulalah kualitasmu dalam beragama.
Maka akhlakul karimah sangatlah penting untuk diajarkan kepada generasi muda kita, supaya bagaimana ia harus bersikap dan bertindak dalam kehidupan sehari-hari dapat tertata sebagaimana yang telah Nabi Muhammad ajarkan, sebagaimana yang oleh para ulama’ kita contohkan. Kata Nabi, “Aktsaaru ma yudkhilu an naasa al jannata taqwallah wa husnul khuluq.” Artinya, kebanyakan perkara yang menghantarkan manusia kepada surga adalah taqwa kepada Allah dan akhlak yang baik.
Maka dalam dunia pesantren sejak tingkat paling dasar, pentingnya akhlakul karimah ini menjadi perhatian utama. Misalnya di sana diajarkan kitab Akhlaku lil Banin, panduan akhlak bagi para santri putra kelas awal karangan Umar bin Ahmad Barja’. Kemudian ada kitab Akhlaku lil Banat untuk santri putri pemula. Ada kitab Durusul Akhlaq lil Ma’ahid ad-Diniyah dan Kitab Taisirul Khollaq fi ‘Ilmi al-Akhlaq karangan Hafidz Hasan al Mas’udi salah satu ulama Al-Azhar Syarif Mesir; kitab Ta’lim al-Muta’allim Thariq At-Ta’allum karangan Imam Az Zarnuji, Ayyuhal Walad hingga Ihya’ ‘ Ulumuddin-nya al-Imam al-Ghazali.