Inspiring

Ir H Djuanda: Pahlawan dan Tokoh Muhammadiyah yang Hampir Terlupakan

2 Mins read

Ir. H. Djuanda yang dilahirkan di Tasikmalaya, 14 Januari 1911, merupakan anak pertama pasangan Raden Kartawidjaja dan Nyi Monat. Ayahnya seorang mantri guru pada Hollandsch Inlandsch School (HIS). Pendidikan sekolah dasar diselesaikan di HIS dan kemudian pindah ke sekolah untuk anak orang Eropa Europeesche Lagere School (ELS), tamat tahun 1924. 

Selanjutnya oleh ayahnya, ia dimasukkan ke sekolah menengah khusus orang Eropa, yaitu Hoogere Burgerschool te Bandoeng (HBS Bandung, sekarang ditempati SMA Negeri 3 Bandung dan SMA Negeri 5 Bandung), dan lulus tahun 1929. Pada tahun yang sama dia masuk ke Technische Hoogeschool te Bandoeng (THS) sekarang Institut Teknologi Bandung (ITB) di Bandung, mengambil jurusan Teknik Sipil dan lulus tahun 1933. 

Semasa mudanya, Djuanda hanya aktif dalam organisasi nonpolitik, yaitu Paguyuban Pasundan dan anggota Muhammadiyah, dan pernah menjadi pimpinan sekolah Muhammadiyah. Karier selanjutnya dijalaninya sebagai pegawai Departemen Pekerjaan Umum provinsi Jawa Barat, Hindia Belanda sejak tahun 1939.

Karir Ir. H. Djuanda di Muhammadiyah

Pada masa mudanya, Djuanda hanya aktif di organisasi nonpolitik. Yaitu anggota Muhammadiyah dan Pagoejoeban Pasoendan (organisasi kedaerahan yang berdiri 1914). Ia mengawali karirnya sebagai guru besar di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO, sekolah setingkat SMP) Muhammadiyah di Jakarta dari 1933 hingga 1937. Sekolah Muhammadiyah tersebut menerima murid yang tidak diterima di negeri karena kemampuan bahasa Belanda yang kurang lancar. 

Ketika Muhammadiyah bermuktamar Setengah Abad tahun 1962, Ir Djuanda menyampaikan testimoni sebagai berikut:

“Karena mengindahkan petunjuk orangtua saya, saya kenali Muhammadiyah. Bukan sekadar kenal saja, tetapi saya malah dipercaya memasak kecerdasan putra-putri anak didik Muhammadiyah di masa itu. Penderitaan hidup dan pahit getir, bagi Muhammadiyah bukan soal, adanya hanya kepuasan hati karena kerjasama di antara kita dan pengurus Muhammadiyah tetap terjalin dengan ukhuwah Islamiyah yang seerat-eratnya.”

Baca Juga  Kisah M Yunus Anis ‘Terperangkap’ di Minangkabau pada Masa PDRI

Karir Ir. H. Djuanda di Pemerintahan

Setelah sekian lama aktif di Muhammadiyah, Djuanda mulai berkarir di pemerintahan. kariernya pun sangat fantastis. Dari 1946 hingga 1963, ia pernah satu kali menjabat sebagai Menteri Muda, 14 kali menjadi menteri, dan satu kali sebagai Perdana Menteri. Oleh karena itu, pada saat itu ia dijuluki Menteri Maraton oleh pers.

Dalam masa-masa itu, tepatnya tahun 1957, Djuanda mengukir jasanya yang paling fenomenal yaitu Deklarasi Djuanda, yang isinya ialah bahwa Indonesia menyatakan sebagai negara kepulauan yang mempunyai corak tersendiri, bahwa sejak dahulu kala kepulauan Nusantara ini sudah merupakan satu kesatuan, dan bahwa ketentuan Ordonansi 1939 tentang Ordonansi dapat memecah belah keutuhan wilayah Indonesia.

Dari deklarasi tersebut mengandung tujuan untuk mewujudkan bentuk wilayah kesatuan Republik Indonesia yang utuh dan bulat, untuk menentukan batas-batas wilayah NKRI, sesuai dengan asas negara kepulauan, dan untuk mengatur lalu lintas damai pelayaran yang lebih menjamin keamanan dan keselamatan NKRI.

Menurut situs schmu.id, “Deklarasi Djuanda ini memperluas batas teritorial perairan Indonesia dari 3 mil menjadi 12 mil laut yang ditarik dari titik pulau-pulau terluar Indonesia saat surut. Luas wilayah Republik Indonesia pun menjadi bertambah 2,5 kali lipat dari 2.027.087 km2 menjadi 5.193,250 km2. Deklarasi ini diterima dan ditetapkan dalam Konvensi Hukum Laut PBB ke III TAHUN 1982. Dipertegas kembali dengan UU nomor 17 tahun 1985 bahwa Indonesia adalah Negara Kepulauan. Pada tahun 1999, tanggal 13 Desember ditetapkan sebagai Hari Nusantara.

Tahun 1963, Ir. Djuanda mengalami serangan jantung dan sempat dirawat di rumah sakit, namun nyawanya tidak tertolong hingga akhirnya wafat pada 7 November 1963 di usia 52 tahun. Jasadnya pun dimakamkan di TMP Kalibata, Jakarta.

Baca Juga  Nggak Pakai Adu Tonjok, Belajar Adab Memilih Pemimpin dari Muhammadiyah

Namanya Diabadikan sebagai Penghargaan

Seperti ditulis dalam hidayatuna.com, “Besarnya sumbangan terhadap Negara Republik Indonesia, namanya pun diabadikan sebagai nama Bandar Udara yang ada di Surabaya, yaitu Bandara Internasional Juanda atas jasanya dalam memperjuangkan lapangan terbang tersebut. Selain itu, namanya juga diabadikan untuk hutan raya di Bandung, yaitu Taman Hutan Raya Ir. H. Juanda yang mana di dalam taman tersebut terdapat monumen dan museum perjuangan Ir. H. Juanda. Namanya juga diabadikan sebagai salah satu nama jalan di daerah Jakarta Pusat dan nama sebuah stasiun di Jakarta, yaitu Stasiun Juanda.

Editor: Zahra

Haiqal Fathurrakhman
1 posts

About author
Mahasiswa ITB Ahmad Dahlan Jakarta.
Articles
Related posts
Inspiring

Imam Al-Laits bin Saad, Ulama Besar Mesir Pencetus Mazhab Laitsy

3 Mins read
Di zaman sekarang, umat Islam Sunni mengenal bahwa ada 4 mazhab besar fiqh, yang dinisbahkan kepada 4 imam besar. Tetapi dalam sejarahnya,…
Inspiring

Ibnu Tumart, Sang Pendiri Al-Muwahhidun

4 Mins read
Wilayah Maghreb merupakan salah satu bagian Dar al-Islam (Dunia Islam) sejak era Kekhalifahan Umayyah. Kebanyakan orang mengenal nama-nama seperti Ibnu Rusyd, Ibnu…
Inspiring

Kenal Dekat dengan Abdul Mu'ti: Begawan Pendidikan Indonesia yang Jadi Menteri Dikdasmen Prabowo

3 Mins read
Abdul Mu’ti merupakan tokoh penting dalam dunia pendidikan dan organisasi Islam di Indonesia. Ia dikenal sebagai Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds