Inspiring

Syaikh Khatib Al-Minangkabawi: Maha Guru Tokoh-Tokoh Gerakan Islam Reformis di Nusantara

4 Mins read

Hingga saat ini Indonesia dikenal sebagai negara dengan jumlah penganut Islam terbesar di dunia. Bicara tentang Islam di Indonesia seringkali dikaitkan dengan dua Ormas besar yang berada di dalamnya. Siapa lagi kalau bukan NU dan Muhammadiyah. Dua ormas ini –tanpa menegasikan selain keduanya- masih dipercaya sebagai representasi umat Islam Indonesia yang dikenal memiliki karakter wasathiyah. Karakter wasathiyah itu tentu tak lepas dari tokoh pendirinya. Tokoh pendiri kedua ormas besar tersebut erat kaitannya dengan tokoh Syaikh Khatib Al-Minangkabawi.

Sebagaimana yang kita ketahui selama ini bahwa antara pendiri NU dan Muhammadiyah merupakan teman seperjuangan. Baik Hadratussyaikh Hasyim Asyari maupun KH. Ahmad Dahlan, keduanya pernah menimba ilmu dari guru yang sama ketika di Mekah. Mereka berdua belajar kepada Syaikh Khatib al-Minangkabawi. Lantas siapa beliau  sebenarnya? Sehingga bisa melahirkan dua tokoh yang berpengaruh besar di Nusantara.

Syaikh Khatib Al-Minangkabawi

Nama aslinya ialah Abu Abdil Karim Ahmad bin Abdullathif  bin Kalan al-Khatib Minangkabau al-Fadany al-Makky. Putra minang yang menghabiskan masa tuanya di kota suci Makkah ini lebih dikenal dengan sebutan Syaikh Khatib al-Minangkabawi. Beliau lahir di kampung Koto Tuo Minangkabau pada tanggal 25 Juni 1860 M dan wafat di tanah suci tahun 1916 M. Lahir dan tumbuh besar di lingkungan keluarga yang religius membuatnya cinta terhadap ilmu agama sejak dini.

Tepat pada tahun 1871 M, ia merantau ke tanah suci untuk menunaikan ibadah haji sekaligus berniat menimba ilmu agama di sana. Saat itu usianya baru menginjak 11 tahun. Di sana ia menimba ilmu kepada Syaikh Bakri Syatha dan Syaikh Utsman Syatha. Tak lama kemudian, selang 5 tahun berikutnya sang ibunda memintanya kembali ke kampung halaman. Meski berat rasanya meninggalkan tanah suci, namun tidak ada yang dapat menghalangi permintaan sosok yang sangat dicintainya itu.

Baca Juga  Muhammad Ali Taher, Politikus Dermawan Muhammadiyah

Sekembalinya ke kampung halaman, ia memperdalam ilmu agama kepada ulama setempat.  Hingga di tahun berikutnya beliau dapat izin untuk kembali ke tanah suci dan menetap di sana sampai akhir hayatnya.

Gelar ‘Allamah, Mutafannin, Imam dan Khatib

Selain memiliki semangat menuntut ilmu yang menggelora. Khatib Minangkabawi dikenal memiliki tingkat kecerdasan di atas rata-rata. Kesehariannya dihabiskan untuk bermulazamah kepada para ulama.

Kendati demikian di sela-sela waktu luangnya selalu dimanfaatkan untuk memperdalam lintas keilmuan. Sampai pada akhirnya beliau berhasil menguasai berbagai cabang keilmuan (sehingga disebut mutafannin). Antara lain: ilmu hisab, matematika, ilmu falak, faraidh, geografi dan bahasa inggris. Lantaran banyak sekali cabang keilmuan yang beliau kuasai ini beliau banyak menuai pujian dari para ulama. Syaikh Umar Abdul Jabbar menjulukinya sebagai ‘Allamah yang berarti ulama besar.

Kepakaran yang tidak lagi diragukan terlebih pada perkara agama. Membuat penguasa Hijaz As-Syarif Aunur Rafiq pada tahun 1881 M membaiatnya sebagai Imam dan Khatib di Masjidil Haram. Meski pada saat itu usianya masih cukup muda, ulama bermazhab syafi’iyah ini memiliki banyak murid dari berbagai penjuru dunia. Tak ketinggalan para penuntut ilmu dari Nusantara yang kelak kembali pulang menjadi lokomotif gerakan pembaharu Islam.

Di antaranya, Abdul Karim Amrullah (Ayah buya Hamka), KH. Ahmad Dahlan (Pendiri Persyarikatan Muhammadiyah), KH. Zainudin Yunus (Pemerkasa majalah reformasi Islam terbesar pra-kemerdekaan; Majalah Mimbar) serta Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari (Pendiri Nahdhatul ‘Ulama).

Karya-karya Monumental Syaikh Khatib Al-Minangkabawi

Syaikh Ahmad Khatib tergolong ulama yang produktif menulis. Di dalam Al-Qauf at-Tahif  sebagaimana yang dikutip oleh Maulana La Eda, setidaknya disebutkan ada sekitar 46 kitab yang ditulisnya. 25 kitab berbahasa arab dan sisanya berbahasa melayu. Di antara kitab-kitabnya yang populer antara lain; an-Nahafat ‘ala Syarh al-Waraqat, Al-Jawahir an-Naqiyyah fii al-A’mal al-Jaibiyyah, Raudhah Hisab dan Mu’in al-Ja’iz fii Tahqiq Ma’na al-Ja’iz.

Buah Pikiran Berkemajuan

Pengalaman melalang buana dalam pengembaraan mencari ilmu, membuat Syaikh Khatib Al-Minangkabawi memiliki strategi khusus dalam mengajar. Ia menganggap bahwa pembelajaran model satu arah, tidak relevan. Sehingga di dalam halaqahnya beliau menggunakan pendekatan dialog untuk membahas suatu persoalan. Pembelajaran model inilah yang menjadikan banyak muridnya yang kemudian memiliki kemampuan berfikir kritis.

Baca Juga  Jalan Terjal Dakwah Ustazah Ninin Karlina Melawan Konservatisme

Membaca adalah hobi yang dimiliki Syaikh Khatib sejak kecil. Oleh karenanya ia juga berharap murid-muridnya bisa mengikutinya. Tidak hanya sekedar perintah atau himbauan yang beliau lakukan. Lebih dari itu beliau menyediakan perpustakaan besar –yang sebenarnya sudah dirintisnya sejak masih muda-. Beruntungnya beliau memiliki seorang mertua Syaikh Muhammad Shalih al-Kurdy yang cinta ilmu agama lagi kaya raya. Sehingga semua buku yang Syaikh Khatib kehendaki, telah dijamin –untuk ditebus- oleh mertuanya yang dermawan itu. Di sinilah beliau menyediakan ruang-ruang diskusi untuk murid-muridnya yang menginginkan untuk lebih mendalami ilmu agama.

Cinta Tanah Kelahirannya

Jauh hari sebelum jargon hubbul wathon minal iman dicetuskan oleh ulama di Nusantara. Dengan penuh keteladanan, Syaikh Khatib Al-Minangkabawi telah turut menyerukan dan mempraktekannya. Bukti bahwa beliau sangat mencintai negrinya ialah karena perhatiaannya terhadap isu yang sedang berkembang di Nusantara saat itu. Beliau selalu memberikan jawaban terhadap berbagai pertanyaan, fatwa dan persoalan yang bersumber dari Nusantara.

Inilah sebabnya tak kurang dari 21 kitab yang beliau karang menggunakan bahasa melayu. Tidak cukup sampai di sini, beliau juga menanamkan spirit untuk melawan segala bentuk penindasan yang dilakukan oleh Belanda. Tak aneh jika kelak banyak dari muridnya yang kembali ke Nusantara, gigih melakukan perlawanan terhadap segala bentuk penjajahan.

Bantahan Syaikh Khatib Al-Minangkabawi Terhadap Ulama Nusantara

Tercatat beberapa kali Syaikh Khatib Minangkabawi pernah berpolemik dengan ulama dari nusantara. Kendati demikian beliau sangat berpegang teguh dengan prinsip keilmiahan. Baginya gagasan harus dilawan dengan gagasan. Tidak ada maksud menyerang pribadi orang, alih-alih mengerahkan pengikutnya untuk mengintimidasi pihak yang berseberangan. Beliau pernah menulis kitab khusus dalam rangka membantah fatwa seorang ulama betawi Kyai Utsman bin ‘Aqil yang kala itu membolehkan doa kebaikan untuk pemerintah Belanda.

Baca Juga  Abu Huzail Al-Allaf: Seorang Teolog Beraliran Mu'tazilah

Meski sejatinya beliau tahu bahwa Kyai Utsman memiliki kedekatan dengan pihak Belanda, tapi beliau tidak menggunakan informasi itu untuk menyerang pribadi Kyai Utsman. Beliau lebih memilih perlawanan yang elegan dengan mengarang kitab bantahan yang berjudul “As-Suyuf wa al-Khanajir ‘ala Riqab Kulli man Yad’u li al-Kafir”.

Kesekian kalinya beliau berseteru dengan ulama asal Nusantara, yang taklain adalah muridnya sendiri Kyai Hasyim Asy’ari. Kala itu Kyai Hasyim mengarang kitab “Kaff al-‘Awam” yang memuat pengharaman terhadap organisasi Sarekat Islam. Kyai Hasyim saat itu beranggapan bahwa yang demikian termasuk ke dalam perkara hizbiyyah yang terlarang.

Tidak tinggal diam, Syaikh Khatib Al-Minangkabawi segera menuliskan bantahannya berupa kitab “Tanbih al-Anam fi Ar-radd ‘ala Kaff al-‘Awam”. Kemudian dikirimkanlah kitab bantahan itu kepada Kyai Hasyim. Alhasil Kyai Hasyim Asy’ari rujuk dari pengharaman terhadap Sarekat Islam. Dan kelak justru malah mendirikan Jam’iyah Nahdhatul Ulama’. Meski tergolong moderat dalam beberapa hal yang telah disebutkan, sisi lain dari Syaikh Khatib al-Minangkabawi ialah keteguhannya dalam memegang sunah dan memerangi segala bentuk hal yang dianggap bid’ah.

Editor: Nabhan

Avatar
5 posts

About author
Mahasantri Pondok Hajjah Nuriyyah Shabran Universitas Muhammadiyah Surakarta
Articles
Related posts
Inspiring

Bintu Syathi’, Pionir Mufassir Perempuan Modern

6 Mins read
Bintu Syathi’ merupakan tokoh mufassir perempuan pertama yang mampu menghilangkan dominasi mufassir laki-laki. Mufassir era klasik hingga abad 19 identik produksi kitab…
Inspiring

Buya Hamka, Penyelamat Tasawuf dari Pemaknaan yang Menyimpang

7 Mins read
Pendahuluan: Tasawuf Kenabian Istilah tasawuf saat ini telah menjadi satu konsep keilmuan tersendiri dalam Islam. Berdasarkan epistemologi filsafat Islam, tasawuf dimasukkan dalam…
Inspiring

Enam Hal yang Dapat Menghancurkan Manusia Menurut Anthony de Mello

4 Mins read
Dalam romantika perjalanan kehidupan, banyak hal yang mungkin tampak menggiurkan tapi sebenarnya berpotensi merusak, bagi kita sebagai umat manusia. Sepintas mungkin tiada…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *