Inspiring

Yahya Muhaimin: Keteguhan, Kepribadian, dan Perjuangan di Muhammadiyah

4 Mins read

“Wajah yang teduh, bahasa badan tenang, cara bicara dengan logat Tegal-Banyumasan yang sangat kentara, jauh dari keinginan melebihkan diri, menambah iklim keakraban bagi siapapun yang berinteraksi dengan putra Bumiayu, kelahiran 1943 ini, Yahya Abdul Muhaimin….”

(Taufik Ismail)

Yahya Muhaimin

Seorang sastrawan Taufik Ismail memberikan gambaran seorang Prof. Yahya Muhaimin yang kemarin (09/02/22) baru saja berpulang meninggalkan jejak keteguhan dalam perjuangan, jejak tulisan itu termuat dalam buku dengan judul Tiga Kota Satu Pengabdian; Jejak Perjalanan Yahya A. Muhaimin  yang ditulis oleh Badruzzaman Busyairi dan terbit di tahun 2012, sebuah buku biografi yang hadir 10 tahun sebelum  beliau berpulang.

Kesan seorang Jawa yang tenang digambarkan Taufik Ismail dengan baik, karena beliau adalah karib dan teman dari Prof. Yahya A Muhaimin yang beliau singkat namanya menjadi YAM. Pun kesan tak ingin melebihkan diri kiranya diamini oleh sang penulis. Dalam tuturan pengantar buku tersebut penulis menuliskan betapa Prof. Yahya benar-benar menolak dengan halus saat penulis berkeinginan menuliskan biografi beliau. Hal tersebut bukan ingin merendah untuk ditinggikan seperti yang banyak terjadi saat ini, saat banyak orang mencoba memanipulasi sikap dengan merendah namun bermimpi untuk ditinggikan.

Cukup kaget ketika menerima kabar di media sosial bahwa beliau telah wafat, sekalipun hanya pernah bertemu di ruang seminar besar di acara Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah kala itu namun kesan terhadap beliau cukup terasa. Apalagi setelah kami diberi amanah untuk bertemu dan mewawancara beliau, walau belum juga terlaksana. Sehingga, membaca biografi beliau menjadi alternatif yang kami lakukan untuk melihat lebih jauh siapa sebenarnya sosok Prof. Yahya A. Muhaimin. Buku biografi berjudul Tiga Kota Satu Pengabdian; Jejak Perjalanan Yahya A. Muhaimin yang ditulis Badruzzaman Busyairi mampu menjadi referensi utama untuk melihat lebih dalam sosok yang dikenal lembut budi dan halus kata ini.

Pribadi yang Hati-hati, Lamban, dan Cermat

Badruzzaman menuliskan bahwa, “Suatu hari di bulan Desember 2003, selepas Pak Yahya menjadi Narasumber dalam kuliah Duha di Masjid Jami’ Al-Azhar, Jakapermai, Kalimang, Bekasi, kami menyampaikan keinginan untuk menulis buku tentang beliau. Tetapi dengan halus Pak Yahya menolaknya karena merasa dirinya bukan tokoh yang patut ditulis biografinya” (hlm; vii). Penulis mengaku ia harus meyakinkan Pak Yahya bahwa kisah dan kiprah beliau bagus untuk generasi muda dapat belajar dari seorang Menteri Pendidikan Nasional di Era Reformasi yang tidak mudah dilakukan saat perubahan baru terjadi.

Baca Juga  Rohmah, Mimpi Masa Depan Anak yang Lebih Beradab

Buku biografi tersebut tentunya memberikan banyak gambaran kepada kita pembaca mengenai sepak terjang perjuangan seorang Yahya A Muhaimin, seorang yang santun dan sangat tawadu dalam berjuang. Amien Rais sendiri mengungkapkan dalam sambutan buku tersebut bahwa seorang Yahya A Muhaimin adalah seseorang yang memiliki kecenderungan pribadi yang berhati-hati, lamban, dan cermat. Berbeda dengan pribadi Amien yang lugas dan ingin cepat-cepat menyelesaikan sesuatu.

Amien Rais pun memberi ungkapan bahwa Prof. Yahya adalah semacam pepatah ‘ingin menangkap ikan tanpa memperkeruh air. Dus, lebih arif dan bijak.’ Kebijaksanaan dan kearifan seorang Yahya A Muhaimin kiranya dapat kita rasakan dari raut teduh yang terpancar dari wajah beliau. Jika kemarin berseliweran sebuah kabar belasungkawa atas berpulangnya beliau maka kebanyakan potret yang ditampilkan adalah sebuah wajah penuh senyum dengan raut teduh yang kita pasti akan merasa nyaman memandang raut beliau. Tentunya raut itu terbukti dari berbagai testimoni yang diberikan kolega dalam buku tersebut.

Sikap Menghindari Konfrontasi dan Pertikaian

Namun, di sisi yang lain jika beliau dikenal sebagai pribadi yang lembut dan seringkali menghindari konfrontasi dan pertikaian. Seperti yang digambarkan buku tersebut sesaat setelah buku yang diterbitkan Prof. Yahya A. Muhaimin dengan judul Bisnis dan politik, Kebijakan ekonomi Indonesia 1950-1980 yang akhirnya menjadikan beliau mendapatkan Somasi dari keluarga cendana (hlm; 111).

Kala itu Yahya mendapat dukungan dari banyak kaum muda untuk menuntut balik di pengadilan, karena buku tersebut didasarkan pada Tesis yang beliau tulis di MIT, sebuah kampus dengan reputasi mentereng. Namun, tak disangka Prof. Yahya A. Muhaimin memilih untuk meminta maaf dan menghindari konfrontasi dan menyakiti orang lain. Sebuah sikap yang purna dari seoarang intelektual yang mengedepankan sikap rasional namun tidak meninggalkan adat ketimuran.

Baca Juga  Melampaui Kartini (3): Roehana Koeddoes, Suluh Kaum Perempuan Indonesia

Soal lain jika beliau menghadapi permasalahan soal kedisiplinan, di halaman yang lain seorang mantan murid beliau Dedy Permadi yang akhirnya pula menjadi kawan mengajar beliau di UGM mengatakan bahwa, “….Menariknya, walaupun beliau dikenal dengan kesantunan, kehangatan, dan kelembutannya akan tetapi ketika menghadapi ketidakdisiplinan, maka beliau akan dengan tegas menegurnya. Selama saya mendampingi beliau sempat menghardik mahasiswa dengan keras kerana membuat kegaduhan di dalam kelas. Sungguh pada saat-saat itu menjadi saat yang cukup menegangkan, baik bagi saya maupun mahasiswa. Jika beliau yang sabar itu sampai marah, maka keadaan memang sudah sangat mengecewakan.” (hlm; IXi).

Hal ini jelas mengajarkan kita sebagai kaum muda selain menjadi pribadi yang santun, pun demikian juga harus memiliki ketegasan dalam hal disiplin, tentunya hal tersebut menjadi contoh yang tepat untuk kita jadikan tauladan.

Perjuangan di Muhammadiyah

Saat ini kita memang telah kehilangan beliau, seorang sosok yang kita segani atas berbagai kiprah yang beliau jalani. Selain sebagai pendidik di perguruan tinggi hingga beliau mencapai predikat Guru Besar, beliau juga menjadi salah seorang petinggi di lingkungan Muhammadiyah. Peran beliau di gerakan dakwah tersebut tentunya terlihat jelas bagaimana beliau pernah aktif menjadi anggota Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah di awal berdirinya, dilanjutkan berkhidmat pula di Majelis Pendidikan tinggi. Pun beliau pernah menjadi Pimpinan Pusat Muhammadiyah, beliau juga berkhidmat di Perguruan “Ta’allamul Huda” sebuah perguruan berbasis Islam yang ada di Brebes.

Sebagai kaum muda yang tidak langsung pernah bersinggungan dengan beliau namun nama beliau santer disebut bahkan menjadi seoarang tokoh, selain kita menerima kisah dan cerita dari orang lain atau dari kolega beliau tentunya membaca biografi beliau menjadi penting untuk kita lakukan. Hal tersebut tentunya memberi kepentingan kita sebagai kaum muda untuk melihat potret seorang tokoh yang memiliki dedikasi yang tinggi terhadap amanah yang diamankan dan tentunya integritas yang purna terhadap pekerjaan yang tengah dilakukan.

Baca Juga  Tips Anti Tersinggung ala Gus Dur

Seperti kita tahu bahwa beliau adalah Mantan Menteri Pendidikan di Era kepresidenan Abdurrahman Wahid, di saat gonjang-ganjing lengsernya Gus Dur, dalam buku Badruzzaman tersebut dituliskan bahwa petinggi PAN menginginkan semua menteri yang berasal dari partai berlogo matahari biru tersebut untuk mengundurkan diri.

Namun, tidak dengan Yahya A. Muhaimin. Sekalipun itu perintah dari partai, Yahya tetap konsisten untuk tetap berada di samping presiden karena beliau menghormati pekerjaanya dan pula menghormati seorang presiden yang telah meminta beliau menjadi seorang menteri. Sikap itu tentunya dapat menjadi pijakan kita sebagai kaum muda untuk berdiri di atas semua kepentingan dan saat menjadi seorang pejabat negara, bukan sekadar menjadi petugas partai.

Buku Tiga Kota Satu Pengabdian, Jejak Perjalanan Yahya A. Muhaimin

Buku Tiga Kota Satu Pengabdian, Jejak Perjalanan Yahya A. Muhaimin menjadi layak untuk kita miliki dan kita baca karena berisi kisah lengkap perjalanan hidup beliau. yang sarat dengan makna kehidupan dan pelajaran yang patut kita jadikan sebagai suri tauladan. Sebagai kaum muda yang mungkin tak pernah bersinggungan langsung dengan beliau kita mampu mempelajari sosok yang telah berpulang tersebut dengan membaca buku biografi tersebut. Kita boleh kehilangan tubuh beliau namun setidaknya kita harus mengingat setiap petuah kehidupannya dari kiprah dan keteguhan perjuangan beliau.

Editor: Nabhan

Related posts
Inspiring

Bintu Syathi’, Pionir Mufassir Perempuan Modern

6 Mins read
Bintu Syathi’ merupakan tokoh mufassir perempuan pertama yang mampu menghilangkan dominasi mufassir laki-laki. Mufassir era klasik hingga abad 19 identik produksi kitab…
Inspiring

Buya Hamka, Penyelamat Tasawuf dari Pemaknaan yang Menyimpang

7 Mins read
Pendahuluan: Tasawuf Kenabian Istilah tasawuf saat ini telah menjadi satu konsep keilmuan tersendiri dalam Islam. Berdasarkan epistemologi filsafat Islam, tasawuf dimasukkan dalam…
Inspiring

Enam Hal yang Dapat Menghancurkan Manusia Menurut Anthony de Mello

4 Mins read
Dalam romantika perjalanan kehidupan, banyak hal yang mungkin tampak menggiurkan tapi sebenarnya berpotensi merusak, bagi kita sebagai umat manusia. Sepintas mungkin tiada…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *