Inspiring

Hassan Hanafi: Tradisi, Iman, dan Pembebasan

3 Mins read

Sejak lama konsep akidah Islam masih terfokus pada masalah ketuhanan (theology). Lebih asyik memperdebatkan semua hal tentang Tuhan, apa yang diinginkan-Nya dan yang tidak. Perbincangan teologi Islam hanya terfokus pada hal-hal yang sakral, sehingga hal-hal profan sering terabaikan. Karena itu, ada salah satu tokoh yang berusaha mendobrak paradigma lama ini dengan menyerukan, ‘dari akidah menuju revolusi’. Ia adalah Hassan Hanafi.

Mengenal Hassan Hanafi

Hassan Hanafi adalah salah satu pemikir pembaharuan Islam yang cukup berpengaruh. Ia dilahirkan di Mesir, tepatnya di Kairo pada tanggal 13 Februari 1935. Sejak kecil ia sudah mengalami banyak penderitaan. Ia menjadi saksi sejarah Perang Dunia II di mana bangsanya mengalami penderitaan ketika masih dalam penguasaan penjajah. 

Sejak SD Hassan Hanafi suka melakukan demo. Sewaktu SMP ia pernah mendaftar untuk ikut perang, tetapi ditolak karena usianya yang masih muda. Ketika SMA, ia pernah masuk ke dalam organisasi Ikhwanul Muslimin dan Mesir Muda. Hingga akhirnya Hassan Hanafi melanjutkan pendidikannya di Universitas Sorbonne Prancis. Di negara tersebut ia mulai berkenalan dan mendalami filsafat yang kemudian membentuk nalar kritis dan visionernya. 

Salah satu proyek yang digagas oleh Hassan Hanafi adalah Turats wa Tajdid. (Hassan Hanafi: 1980). Ia adalah proyek tentang bagaimana seharusnya umat muslim memperlakukan tradisi; antara merawat dan merombaknya. Menurutnya, sebagian tradisi sudah banyak yang tercemar oleh kepentingan politik dan agama. Umat Islam telah terlelap oleh kepentingan penguasa dan elit agama. Sementara mereka tidak menyadari bahwa selama ini mereka telah tertindas. Ketertindasan itulah yang membuat umat Islam tidak bisa maju.

Jika masyarakat tradisional masih menganggap bahwa tradisi lama itu benar dan tidak bisa diganggu gugat, maka masyarakat modern sangat anti dengan tradisi lama. Memoderasi segregasi itu, Hassan Hanafi berpandangan bahwa tradisi lama jangan sepenuhnya dibuang. Sebab, dalam tradisi lama itu tersimpan sejarah umat Islam. Identitas asal itu tidak boleh hilang sama sekali. Sehingga, sulit membedakan mana yang Islam, mana yang Barat. 

Baca Juga  Daftar Tiga Pesantren Berwawasan Lingkungan di Indonesia

Hasan Hanafi menawarkan agar tradisi lama dijadikan spirit dalam membangun tradisi baru. Tradisi lama lebih baik diikuti dan dikembangkan agar hal tersebut dapat menggerakkan masyarakat menjadi lebih baik lagi. Menurut Hassan Hanafi, tradisi lama perlu didaur-ulang. Karena itu, perlu ada rekonstruksi terhadap konsep teologi yang menjadi basis keagamaan. Ia menawarkan suatu taransformasi dari paradigma teosentris menuju ke antroposentris, demi tujuan Islam yang selalu aktual dan faktual.

Hassan Hanafi: Keimanan adalah Inspirasi Pembebasan

Jika selama ini perbincangan teologi Islam masih memperdebatkan tentang aspek-aspek ketuhanan. Maka, menurut Hassan Hanafi, sudah saatnya kita berhenti memperdebatkan hal tersebut. Sudah cukup wujud Allah dipercayai dan diyakini (Hassan Hanafi, 1991: 408-409). Lebih baik keimanan kita digunakan sebagai kekuatan dan inspirasi untuk melakukan pembebasan. Karena hal itu adalah tujuan kita sebagai khalifah (pemimpin) di bumi.

Keimanan dalam pandangan Hasan Hanafi sudah seharusnya menjadi visi perjuangan guna mewujudkan kehidupan sosial yang lebih baik dan berkeadilan. Ini menjadi tugas khalifah di bumi. Perdebatan tentang Tuhan tidak akan ada habisnya. Sebab tidak ada yang bisa memastikan kebenarannya.

Maka dari itu, pembahasannya harus disudahi sebelum lelah sendiri. Umat Islam butuh bergerak untuk menggapai kondisi ideal dalam kehidupannya. Oleh karenanya, perlu teologi pembebasan yang dapat mengentaskan umat Islam dari kemiskinan, penindasan, dan kejumudan.

Hassan Hanafi berpendapat bahwa umat Islam harus mengganti fokus perbincangan teologisnya selama ini (Hassan Hanafi, 1991: 408-409). Menurutnya, jangan jadikan Allah sebagai tema pokok perdebatan. Tetapi jadikan Allah sebagai pemicu perbuatan baik, Allah sebagai penggerak utama amal saleh.

Karena keimanan, seorang muslim menjadi orang yang selalu mementingkan kebajikan. Ia selalu peduli dengan nasib saudaranya yang tidak mampu. Pada transformasi teologis ini, Allah menjadi motivator abadi bagi setiap muslim yang menjadi penggerak di dalam seluruh aktivitas.

Baca Juga  K.H Ahmad Sanusi: Ulama dan Pahlawan yang Dilupakan

***

Membela manusia sama dengan membela Tuhan. Allah ada di setiap diri manusia. Karena itu, setiap individu beriman harus menegakkan keadilan bagi manusia yang tertindas. Jika ada hak orang-orang yang dilanggar, maka ia harus membelanya.

Ukuran keimanan tergantung tingkat tenggang rasa kepada sesama. Di sana akan dinilai sejauh mana manusia beriman membela Tuhannya karena perbuatan bajik terhadap saudara-saudaranya. Pada posisi ini manusia beriman telah membuktikan sebagai khalifah yang siap mewujudkan tatanan dunia yang ideal.

Peran khalifah adalah memastikan orang-orang di sekelilingnya bahagia dan sejahtera. Itulah iman yang benar menurut Hassan Hanafi. Bukan iman egoistik yang mementingkan dirinya sendiri.

Allah akan selalu hadir dalam setiap perjuangan untuk keadilan dan pembebasan dari kelaliman. Di sinilah arah dari teologi pembebasan Hasan Hanafi, di mana arah baru teologi Islam diharapkan bergerak dari teosentris ke antroposentris, demi menajamkan kepekaan sosial untuk mewujudkan suatu tatanan keumatan yang ideal.

Editor: Shidqi Mukhtasor
Niken Putri Pramesti
2 posts

About author
Mahasiswa Akidah dan Filsafat Islam UIN Sunan Ampel Surabaya
Articles
Related posts
Inspiring

Imam Al-Laits bin Saad, Ulama Besar Mesir Pencetus Mazhab Laitsy

3 Mins read
Di zaman sekarang, umat Islam Sunni mengenal bahwa ada 4 mazhab besar fiqh, yang dinisbahkan kepada 4 imam besar. Tetapi dalam sejarahnya,…
Inspiring

Ibnu Tumart, Sang Pendiri Al-Muwahhidun

4 Mins read
Wilayah Maghreb merupakan salah satu bagian Dar al-Islam (Dunia Islam) sejak era Kekhalifahan Umayyah. Kebanyakan orang mengenal nama-nama seperti Ibnu Rusyd, Ibnu…
Inspiring

Kenal Dekat dengan Abdul Mu'ti: Begawan Pendidikan Indonesia yang Jadi Menteri Dikdasmen Prabowo

3 Mins read
Abdul Mu’ti merupakan tokoh penting dalam dunia pendidikan dan organisasi Islam di Indonesia. Ia dikenal sebagai Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds