Inspiring

Teolog Rasionalis itu Berasal dari Negeri Piramida

3 Mins read

Muhammad Abduh merupakan seorang teolog serta pembaru Islam yang berasal dari Mesir pada akhir abad 19. Beliau lahir di Mesir pada tahun 1849 M. Teolog yang memiliki nama lengkap Muhammad bin Abduh Hasan ini mempunyai garis keturunan dari Umar bin Khattab yang berasal dari sang Ibu. Tidak heran apabila Muhammad Abduh dibesarkan dari lingkungan yang taat pada agama Islam.

Pendidikan sangatlah penting bagi siapapun, begitu juga dengan Muhammad Abduh. Di usia belia ia mulai belajar membaca dan menulis seperti halnya anak-anak seusianya. Ia juga mulai menghafal Al-Qur’an. Mengingat keluarganya sangat mengedepankan pendidikan agama. Ia kemudian dikirim untuk memperdalam pendidikan agama di masjid Al-Ahmadi, Thanta (Abbas, 2014)

Munculnya Sikap Kritis dan Kecerdasan Muhammad Abduh

Sikap kritis serta kecerdasan Muhammad Abduh sudah terlihat sejak usia kecil. Ketika Ayahnya menyuruh agar ia kembali  ke Thanta, saat itu ia berkesempatan mampir ke rumah pamannya bernama Syekh Darwisy. Pertemuan tersebut memberikan kesan yang sangat berarti baginya. Dari nasihat pamannya itu, ia kembali mendapatkan semangat untuk membaca dan mencintai ilmu pengetahuan.

Di usia dewasa ia melanjutkan studinya di al-Azhar namun lagi-lagi ia merasa kecewa seperti pengalaman sebelumnya di Thanta. Menurutnya, metode pengajaran di tempatnya belajar membosankan dan terlalu dogmatis. Tidak lama kemudian pada tahun 1286 H, ia bertemu dengan sosok yang sangat terkenal di dunia Islam saat itu, yaitu Jamaluddin al-Afgani.

Pertemuannya dengan al-Afgani sangat mempengaruhi pribadinya. Ia mulai mendalami ilmu kalam dan filsafat. Namun sayangnya, ia mendapatkan penentangan dari para ulama serta mahasiswa al-Azhar lainya karena ilmu-ilmu itu dianggap dapat menggoyah keimanan.

Muhammad Abduh termasuk penulis prolific. Ia memiliki beberapa karya, seperti Al-Wa’ridah (karya tulis pertamanya yang membahas ilmu kalam dengan menggunakan pendekatan tassawuf); Syarh al-Basha’iri al-Na’shiriah (karya yang membahas ilmu mantik dengan pendekatan logika); dan yang terakhir Syarh Nahji Al-Balaghah (karya ini berisi komentar mengenai pidato dan ucapan Ali ibn Abi Thalib dan Risalah Tauhid yang membahas bagaimana manusia memahami ke-Esaan Tuhannya dengan dalil-dalil rasional).

Baca Juga  Muhammad Abduh: Akal Tak Dapat Mengetahui Segala Hal

Teologi Pembebasan

Dari sekian legasi tokoh pembaharu Islam ini, teologi juga menjadi perhatiannya. Ilmu tentang dasar-dasar agama ini bisa juga disebut Usul al-Din. Menurut Abduh, teologi adalah ilmu yang membahas mengenai wujud Allah, sifat-sifatnya dan kenabian.

Ia juga menjelaskan bahwa ilmu tauhid atau teologi sudah dikenal sejak sebelum Islam. Hanya saja, umat-umat itu sangat membatasi peran akal untuk menjelaskan masalah-masalah di dalam agama mereka. Karena bagi mereka akal dan agama bagaikan air dan minyak yang tidak bisa bersatu.

Melalui Al-Qur’an Islam mampu membantah tuduhan tersebut. Penjelasan pada Al-Qur’an disertai dengan dalil dan fakta. Sehingga mudah dipahami oleh akal. Pokok ulasan teologi ialah akal dan wahyu. Menurut Muhammad Abduh akal manusia dapat mengetahui bukti tentang adanya Allah dan adanya kehidupan di akhirat. Sehingga manusia memiliki kewajiban untuk berterima kasih serta bersyukur kepada Tuhannya.

Muhammad Abduh berpendapat bahwasanya, manusia hidup berdasarkan kodrat serta berpegang teguh pada kemampuan akal. Diharapkan manusia akan menggunakan akalnya untuk berpikir. Muhammad Abduh sangat menentang taklid atau mengikuti tanpa tahu sebenarnya.

Faktor kemunduran menurut Muhammad Abduh ialah umat Islam masih menerapkan sikap taklid. Tidak hanya itu Al-qur’an juga menganjurkan umat manusia untuk berpikir dan mengkaji ulang mengenai fenomena yang terjadi di masyarakat. (Ismail, 2012)

Selain taklid faktor lain yang menyebabkan kemunduran umat Islam ialah adanya sikap jumud. Maksudnya sikapnya yang tertutup, statis dan tidak adanya perubahan. Sikap jumud dilatar belakangi oleh dua faktor yaitu: pertama, keruntuhan politik serta kekuasaan umat Islam yang diambil alih oleh orang-orang muslim non-Arab yang membawa adat serta paham animistik. Kedua, orang muslim non-Arab itu membatasi peranan penggunaan akal dan mengesampingkan ilmu pengetahuan.

Baca Juga  Muhammad Abduh (6): Memilih Jalan Juang Revolusi Mental

Teolog Rasional melalui Filsafat Wujud; Mengetauhi Allah

Teologi rasional Muhammad Abduh, dapat dipahami melalui pemikiran mengenai filsafat wujud. Karena filsafat wujud dapat mengetahui kedudukan akal pemikiran manusia. (Makrum, 2009) manusia dapat mengetahui wujud Allah melalui ciptaannya.

Wujud dibagi menjadi tiga bagian yaitu: pertama, wujud wajib. Menurut kitab risalah al-tauhid ialah wujud yang pada semestinya ada dengan sendirinya. Kedua, Wujud mustahil yaitu wujud yang pada dasarnya tidak mungkin ada dan ketiga, yaitu wujud mungkin atau keberadaanya tidak mungkin ada jika tidak ada yang menciptakannya. (Abduh & A.N, 1979)

Wahyu menurut Muhammad Abduh memiliki beberapa peranan, yaitu: pertama, memberikan keyakinan kepada manusia bahwa jiwa akan terus ada. Dengan adanya wahyu, akal mengetahui kehidupan setelah di dunia. Kedua, membantu akal dalam mengatur tatanan masyarakat. Ketiga, membantu akal manusia agar dapat memiliki kewajiban berterima kasih kepada tuhannya.

Sebagai manusia yang berakal, manusia memiliki kebebasan dalam memilih. Begitu juga menurut Muhammad Abduh, akal mampu memilah dan mempertimbangkan hasil dari apa yang diperbuat.  Walaupun demikian kebebasan tersebut bukanlah kebebasan yang absolut, karena manusia hidup di dunia memiliki keterbatasan dalam berkehendak sebagaimana yang dibatasi oleh Allah.

Rasanya tidak lengkap jika kita hanya membahas tentang sifat-sifat Allah. Seringkali akal memunculkan pertanyaan yang nakal mengenai sifat-sifat Allah. Akal dapat membuktikan tentang adanya keberadaan Tuhan melalui ciptaannya, baik dari segi terlihat maupun yang tidak terlihat. Contohnya, alam semesta serta pergantian siang dan malam.

Muhammad Abduh berpendapat bahwa dzat Allah tidaklah terbentuk dan tidak pula tersusun, namun manusia hanya dapat merasakan. Sama seperti angin dan matahari kita hanya dapat merasakan hembusan dan sinarnya saja.

Baca Juga  Merdeka Belajar dengan Asyik dan Gembira

Begitulah mengenai pemikiran teolog rasional asal negeri piramida ini, Pembaruan yang dilakukan Muhammad Abduh memberikan wadah bagi akal. Tidak hanya itu, Muhammad Abduh juga memberikan kebebasan bagi manusia untuk menentukan pilihan dalam hidupnya namun tetap bertanggung jawab atas keputusan yang dipilih.

Editor: RF Wulan

Related posts
Inspiring

Bintu Syathi’, Pionir Mufassir Perempuan Modern

6 Mins read
Bintu Syathi’ merupakan tokoh mufassir perempuan pertama yang mampu menghilangkan dominasi mufassir laki-laki. Mufassir era klasik hingga abad 19 identik produksi kitab…
Inspiring

Buya Hamka, Penyelamat Tasawuf dari Pemaknaan yang Menyimpang

7 Mins read
Pendahuluan: Tasawuf Kenabian Istilah tasawuf saat ini telah menjadi satu konsep keilmuan tersendiri dalam Islam. Berdasarkan epistemologi filsafat Islam, tasawuf dimasukkan dalam…
Inspiring

Enam Hal yang Dapat Menghancurkan Manusia Menurut Anthony de Mello

4 Mins read
Dalam romantika perjalanan kehidupan, banyak hal yang mungkin tampak menggiurkan tapi sebenarnya berpotensi merusak, bagi kita sebagai umat manusia. Sepintas mungkin tiada…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *