Review

Ilmu Maqulat sebagai Upgrading Taraf Berpikir Manusia

3 Mins read

Berdasarkan tulisan di situs tirto.id, bahwa jumlah ateis meningkat di Turki dan Timur Tengah. Di antara penyebabnya adalah kekecewaan terhadap perilaku orang-orang yang menjadikan agama sebagai alat kepentingan politik. Mereka mulai mempertanyakan kembali eksistensi agama, hakikat beragama, bahkan kebenaran agama itu sendiri.

Sayangnya, cara berpikir yang didasarkan kepada fakta-fakta di lapangan seringkali tidak relevan dengan teks-teks suci. Bahkan dengan penuh keyakinan mempertanyakan kembali, apakah Tuhan itu ada? Jika benar ada, mengapa Dia membiarkan agama-Nya “dikotori” seperti ini?

Parahnya lagi, tidak ada seseorang yang mampu memberikan jawaban yang memuaskan atas realita yang mereka alami. Meninggalkan agama adalah langkah terbaik, sebagai bentuk kekecewaan terhadap oknum agama sekaligus terhadap agama itu sendiri.

Kejadian di atas memang berasal di luar negeri. Namun tidak menutup kemungkinan pola pemikiran di atas bisa “menular” ke negeri +62 ini. Sebab melihat dua kesamaan, yakni:

Pertama, cara pandang terhadap penyimpangan pelaku agama terhadap agamanya sendiri. Dan kedua, cara berpikir manusia itu sendiri terhadap agama yang dianutnya.

Sebegitu bahayanya salah berpikir, sebab akan menghasilan kesimpulan yang salah dan berujung kepada keputusan yang salah juga. Jika yang berpikir terhadap realita saja potensi mengambil keputusan yang keliru, lantas bagaimana dengan nasib anak-anak yang malas berpikir plus ditunjang dengan minim literasi?

Menghindari Sifat Katak dalam Tempurung

Seseorang yang makan buah hingga kenyang, seringkali masih menganggap dirinya belum makan (nasi), karena nasi merupakan makanan pokok. Manusia yang berwawasan luas akan menganggap makanan pokok hanyalah salah satu dari sekian banyak cara agar manusia terhindar dari kelaparan.

Apabila dilanjutkan, maka mereka melewati satu fase menuju fase yang lebih tinggi, dari nasi menuju makanan (secara umum), dari makanan menuju kebutuhan, dari kebutuhan menuju sifat manusia, dan seterusnya hingga menuju hakikat atau sesuatu yang tertinggi. Nah, Ilmu Maqulat-lah yang membahas apa saja bagian awal (tertinggi) dari segala yang ada di dunia ini.

Baca Juga  Gus Dur & Gus Mus: Merawat Persahabatan, Mengabadikan Kebaikan

Manusia yang dalam alam pikirannya hanya menganggap bahwa hidup itu intinya makan, minum, buang hajat, tidur, kawin, bertempat tinggal, dan selalu merasa aman dan nyaman. Maka tanpa ia sadari, bahwa ia terjebak sifat katak dalam tempurung.

Manusia yang dalam alam pikirannya berada di atas level tersebut tentu akan merasa kasihan. Sebab, apa bedanya mereka dengan binatang? Toh, binatang juga melakukan apa yang mereka lakukan? Maka manusia yang berpikiran seperti itulah perlu diajari arti hidup, siapa itu manusia, untuk apa manusia diciptakan dan sebagainya.

Ilmu Maqulat dan Agama

Seseorang yang menyadari pentingnya dan paham akan ilmu maqulat, sudah semestinya ia sedikit demi sedikit akan terlepas dari jeratan sifat katak dalam tempurung. Tidak ada lagi cerita orang beragama tiba-tiba memilih murtad menjadi ateis dan tidak ada lagi cerita orang-orang yang berpenghasilan lebih dari kata cukup, memilih bunuh diri.

Termasuk juga tidak ada lagi cerita orang-orang miskin yang berani menantang Tuhan. Tidak ada lagi ucapan yang keluar dari lisan orang beragama yang memvonis kafir terhadap saudara seagamanya sendiri. Dan berbagai tindakan lainnya yang sangat memprihatinkan sekaligus menyedihkan.

Maka, orang-orang yang belajar ilmu maqulat dan mengajarkan pentingnya ilmu tersebut sama halnya dengan mereka yang mengajarkan ilmu berbisnis dengan tujuan agar hidup menjadi serba mudah, melalui melimpahnya kekayaan yang ia peroleh.

Sama halnya dengan mereka yang mengajarkan ilmu fikih agar hukum-hukum dalam agama Islam menjadi sangat jelas dan terjaga kemurniannya. Sama halnya dengan mereka yang mengupayakan agar Al-Qur’an dihafal, agar kesucian dan kebenaran kitab suci tersebut senantiasa terjaga dan ilmu-ilmu fardhu kifayah lainnya.

Buku Ilmu Maqulat karya Muhammad Nuruddin

Kualitas suatu buku sangat dipengaruhi oleh siapa penulisnya. Bukan berdasarkan apa jenis kertasnya, berapa halamannya, berapa banyak yang mengomentari, dan bahkan juga bukan berdasarkan seberapa mahal harganya. Terlebih lagi jika penulis tersebut sebelumnya sudah menelurkan karya yang sama pentingnya dengan ilmu maqulat, yakni ilmu mantiq.

Baca Juga  Membaca Edgar Morin, Mengeja Kemanusiaan

Jika kita sudah mengenal kualitas sosok penulis, maka apapun karya yang dihasilkannya potensial menjadi berharga. Apabila kita belum mengenal sosok penulis, maka dengan membaca karya-karyanya akan membawa kita pada suatu benang merah seberapa penting isi pemikiran si penulis tersebut.

Penulis tersebut bernama Muhammad Nuruddin, santri dan alumni Universitas al-Azhar Kairo (Mesir) jurusan Aqidah-Filsafat. Juga sebagai alumnus Pondok pesantren Babus Salam Tangerang. Sebagai penikmat kajian filsafat, sufisme, dan keislaman, ia juga sebagai seorang penulis yang melahirkan karya di berbagai media.

Bagi sebagian orang, mengenal sosok penulis secara mendalam mungkin cukup sulit dilakukan. Maka, alternatifnya adalah dengan membaca buah pikiran melalui berbagai tulisannya di media online, seperti: Facebook (dengan nama Muhammad Nuruddin), Qureta dan GeoTimes (dengan nama yang sama pula).

Maka bagi para pembaca yang berminat ingin membeli buku tersebut, namun ragu atau kurang menyelami akan kualitas dan manfaat tulisan si penulis, maka melalui membaca karyanya pada situs-situs di atas akan mampu mencerahkan pemikiran kita semua. Minimal kadar pengetahuan dan keyakinan kita lebih baik dari sebelumnya.

Akhir kalam, suatu ilmu akan bermanfaat jika kita mau membuka diri, membuka hati dan membuka keberlengguan dari asumsi rapuh kita selama ini. Sehebat apapun suatu ilmu, semudah apapun penulis meraciknya, bahkan semurah apapun harganya. Tanpa adanya kerelaan diri pribadi kita serta hidayah dari-Nya, maka akan rugilah hidup kita selama ini.

Editor: Zahra

Odi Darmawan Juli
1 posts

About author
Guru swasta di Balikpapan, Kalimantan Timur.
Articles
Related posts
Review

Kumandang Dakwah Sang Pembaharu dari Paciran: Kiai Muhammad Ridlwan Syarqawi

3 Mins read
Muhammadiyah dikenal sebagai gerakan pembaharu (tajdid) sekaligus pemurnian akidah Islam. Sejak awal berdirinya di Yogyakarta, Kiai Ahmad Dahlan telah menancapkan pakem kokoh…
Review

Memahami Teks, Menyadari Konteks: Review Buku Interaksi Islam Karya Mun'im Sirry

5 Mins read
Buku ini, Interaksi Islam, karya terbaru Prof. Mun’im Sirry, mengusung tiga tema besar: Pertama, penelusuran aktivitas relasi antaragama di masa awal Islam,…
Review

Belajar Kehidupan dari Dilarang Mencintai Bunga-Bunga Karya Kuntowijoyo

4 Mins read
“Membaca karya Kuntowijoyo ini pembaca akan merasakan bagaimana sensasi imajinasi yang membuat pikiran merasa tidak nyaman.” (Buku Cerpen Dilarang Mencintai Bunga-Bunga, Kuntowijoyo)…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds