Review

Kudeta Makkah, Sejarah yang Disembunyikan

3 Mins read

Tepat tanggal 20 November 1979, 41 tahun silam atau bertepatan pada 1 Muharram 1400 H, sekelompok orang Islam radikal melancarkan aksi yang mencoreng dan menyakiti hati jutaan masyarakat muslim dunia. Tepat pada subuh di hari Selasa, Makkah atau lebih tepatnya Baitullah diserang dan dikuasai oleh sebuah kelompok yang dipimpin oleh Juhaiman al-Utaibi, seorang Arab badui yang memiliki gairah keagamaan yang meledak-ledak.

Adalah Yaroslav Trofimov, seorang koresponden The Wall Street Journal asal Ukraina yang berhasil menguak peristiwa bersejarah itu melalui bukunya yang dalam bahasa Indonesia berjudul Kudeta Makkah: Sejarah Yang Tak Terkuak. Butuh waktu 30 tahun bagi Trofimov semenjak kejadian itu, untuk bisa menulis dan menyempurnakan bukunya.

Peristiwa ini memang dianggap oleh sebagian besar kalangan adalah peristiwa yang biasa saja. Tetapi peristiwa inilah yang diyakini sebagai awal mula kebangkitan terorisme dan rentetan peristiwa teror di berbagai wilayah sekaligus memperkeruh suasana politik internasional.

Dua Rencana Penaklukkan Baitullah

Dalam sejarahnya pasca Rasulullah, tercatat hanya ada dua rencana penaklukkan terhadap Baitullah. Pertama, pasukan salib yang dipimpin oleh pangeran Reynaud de Chatillon yang berambisi untuk menguasai dua kota suci sekaligus membawa jasad nabi Muhammad, tetapi misi ini gagal total dan pasukan salib tak pernah bisa mendekati kedua kota suci itu. 

Kedua, justru dilakukan oleh orang Islam sendiri, dan tercatat sebagai penistaan terhadap Masjidil al-Haram. Hal itu dilakukan oleh kelompok Islam pinggiran dari sekte Karmatian yang menjarah Ka’bah dan mencuri hajar aswad. Motif kelompok yang kedua ini sederhana, hanya ingin memperoleh keuntungan yang besar. Karena keyakinannya bahwa orang-orang akan datang untuk melihat hajar aswad. Tetapi keyakinan itu sia-sia, dan orang-orang Karmatian mengembalikan batu itu ke Baitullah. Sungguh sebuah tindakan yang sia-sia.

Baca Juga  Ini adalah Buku Keislaman-Liberal Pertama yang Saya Baca!

Dua rencana penaklukan di atas memang dilatarbelakangi oleh motif yang berbeda. Namun, usaha pengkudetaan Makkah pada 20 November 1979 merupakan motif yang dilatarbelakangi oleh kejengkelan kaum ultra religius terhadap westernisasi, modernisasi, dan gaya kerajaan Arab Saudi pada waktu itu.

Kabar Revolusi di Berbagai Daerah

Tameng teologis yang digunakan oleh Juhaiman adalah bahwa Imam Mahdi akan segera turun. Padahal, yang mereka sebut Imam Mahdi tak lain adalah seorang mahasiswa bernama Muhammad Abdullah yang direkrut oleh Juhaiman. Ia memiliki ciri-ciri yang terdapat pada Imam Mahdi berdasarkan hadis nabi. Dalam pikiran Juhaiman, dia dan kelompoknya akan berbaiat kepada Imam Mahdi tepat di bawah bayangan Ka’bah seperti yang tertera di suatu hadis. 

Juhaiman merasa bahwa tanah tempat Islam lahir telah tunduk pada hukum-hukum orang kafir dan telah disilaukan oleh hal yang bersifat duniawi. Terlebih perilaku kerajaan Arab yang cenderung hedonis. Sikap politik kerajaan juga dekat dengan Amerika, serta ulama-ulama yang duduk di kekuasaan dinilai ‘mesra’ dengan kerajaan. Sehingga, Juhaiman merasa negara Arab telah melampaui batas dan harus diberi peringatan.

Sebelumnya, Juhaiman telah memperingati kerajaan Arab melalui ulama-ulama yang ada di dalam kerajaan. Sebab, salah satu guru Juhaiman yakni Ibn Baz adalah salah satunya. Tetapi, kerajaan tutup kuping dengan suara kecil milik Juhaiman itu.

Maraknya kabar revolusi di berbagai daerah seperti Mesir dan Iran di tahun 1979, telah membakar semangat Juhaiman dan kawan-kawannya untuk melakukan baiat di Baitullah. Semua rencana, logistik, dan peralatan sudah disiapkan. Bahkan, Juhaiman telah menyiapkan penembak jitu yang diletakkannya di tiang-tiang bagunan di Masjidil Haram untuk mengeksekusi musuhnya yang mencoba mendekat.

Baca Juga  Ilmu Mantik dan Era Keberlimpahan Informasi

Pelaksanaan Kudeta

Tepat ba’da salat subuh, pengkudetaan itu dilakukan, Juhaiman dan kawan-kawannya merebut Baitullah dan mengumumkan kepada para sandera bahwa Imam Mahdi sudah turun dan segeralah berbaiat kepadanya.

Beberapa sandera yang tak paham bahasa Arab segera dilepaskan oleh Juhaiman dengan catatan mereka harus mengabarkan ke daerah asalnya bahwa Al-Mahdi telah turun, termasuk jamaah haji asal Indonesia adalah yang dilepas oleh Juhaiman. Adapun sisanya, jamaah haji yang dinilai memiliki kemampuan bahasa Arab dan berbadan kekar diperintah agar segera bergabung dalam barisan.

Melihat pengkudetaan ini, kerajaan Arab Saudi justru bergerak lambat menanganinya. Hal yang dilakukan justru menutup akses berita peliputan terhadap Baitullah dari dunia luar, agar dunia tak mengarahkan moncong kameranya ke arah negara yang sedang dalam kondisi genting. Meski pada akhirnya usaha pengkudetaan ini berhasil ditangani dengan bantuan negara Pakistan, Prancis, dan negara lain.

Peristiwa ini memakan korban jiwa sebanyak 270 orang. Akan tetapi, para pengamat independen memperkirakan sekitar 1000 korban jiwa yang gugur pada pertempuran selama dua minggu itu.

Peristiwa ini harus menjadi sebuah pelajaran besar bagi kita semua. Peristiwa ini menunjukkan betapa kekuasaan yang lalai dan abai akan menjadi sasaran empuk bagi pergerakan kaum radikal. Tentu saya sepakat dengan pribahasa Yunani yang mengatakan bahwa Historia Vitae Magistra.

Belajar dari kejadian ini, jangan sampai sikap pemerintah Indonesia mengesampingkan kepentingan rakyat dan berlaku tidak adil. Apalagi suasana di Indonesia hari ini cenderung diisi oleh wacana pemerintah berhadapan dengan kelompok Islam yang konservatif. Sehingga, boleh jadi apa yang terjadi 41 tahun yang lalu kini terjadi lagi di Indonesia, bukan di Ka’bah tetapi di Monas.

Baca Juga  Jemaah Haji Sakit di Madinah Resmi Dievakuasi ke Makkah

Editor: Lely N

Avatar
4 posts

About author
Kader IMM Jawa Tengah, Sarjana Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir, Alumni Pondok Hajjah Nuriyyah Shabran
Articles
Related posts
Review

Madzahibut Tafsir: Meneliti Madzhab Tafsir dari Klasik hingga Kontemporer

4 Mins read
Prof. Abdul Mustaqim menulis buku berjudul “Madzahibut Tafsir, Peta Metodologi Penafsiran Al-Qur’an Periode Klasik Hingga Modern”. Buku ini terbit cetakan pertama pada…
Review

Debat Bergengsi Epikureanisme vs Stoikisme Tentang Tuhan

3 Mins read
Wacana mengenai ketuhanan bukanlah persoalan yang baru muncul pada zaman kontemporer ini. Jauh sebelum Islam dan Kristen lahir di dunia ini, manusia…
Review

Pasang Surut Politik Islam dalam Gelanggang Sejarah Bangsa Indonesia

5 Mins read
Islam sebagai sumber moralitas dan idealitas tidak mungkin dipisahkan dari wawasan kekuasaan. Kekuasaan tanpa didasari moralitas hanya akan melahirkan banalitas sebagaimana yang…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *