Perspektif

Semboyan Adil Ka’ Talino dalam Perspektif Islam

3 Mins read

Bahasa merupakan produk suatu budaya, bahkan bahasa dapat membuat individu mengetahui dan memahami budaya orang lain. Dalam proses berbahasa, seseorang saling mengenal kebudayaan, sehingga memperkaya pemahaman dan wawasan. Dalam setiap suku bangsa memiliki keberagaman dalam budaya dan bahasa.

Demikianlah dengan Suku Dayak yang ada di Kalimantan Barat yang dalam keberagamannya mempererat ikatan persaudaraan dengan semboyan Adil Ka’ Talino. Semboyan ini dapat di ucapkan pada acara formal dan non formal.

Adil Ka’ Talino berarti bersikap adil kepada sesama manusia. Dalam semboyan ini diharapkan kepada warga Suku Dayak untuk dapat bersikap adil. Dengan demikian adil yang dimaksud bukan hanya sebatas perbuatan, melainkan pikiran juga dituntut untuk adil. Semboyan Adil Ka’ Talino ini dinyatakan sebagai doa bersama, supaya umat manusia dapat berlaku dan berpikir adil dengan tidak mengedepankan kepentingan individu.

Adil Ka’ Talino merupakan satu sistem budaya yang bagi orang Dayak. Nilai-nilai yang dikandungnya dijadikan sebagai tatanan hidup sekaligus menjadi sumber motivasi dalam berperilaku.

Ajaran Islam tentang Keadilan

Setiap pemimpin sesuai dengan istilah keadilan, mempunyai kedermawanan, dan kebijaksanaan. Sebagai pemimpin harus adil di dalam memimpin rakyat. Hal ini sebagaimana hadis Rasulullah saw.,

“Makhluk yang paling dicintai Allah adalah pemimpin (imam) yang adil.” (HR. Ahmad).

Seorang pemimpin harus amanah terhadap apa yang dipercayakan kepadanya, supaya dia mempunyai pengaruh dan wibawa kepada rakyat yang dipimpinnya. Seorang pemimpin haruslah siap sedia untuk mundur apabila ia melakukan kesalahan atau penyelewengan.

Hal ini seperti seorang imam dalam shalat berjamaah yang harus mundur apabila dia ‘buang angin’ sebab wudhunya pada waktu itu sudah batal. Dia harus meninggalkan tempatnya dan digantikan oleh imam baru yang biasanya berada pada saf pertama dan mempunyai syarat-syarat yang diperlukan, melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar.

Prinsip ini merupakan tugas kewajiban bagi setiap muslim dan pemimpin. Karena di tangan pemimpin terdapat kekuatan dan kekuasaan untuk mendorong manusia berbuat kebajikan dan mencegah kemungkaran.

Baca Juga  Gerhana Matahari Cincin 21 Juni 2020, Pertanda Kiamat?

Allah Swt. mempunyai sifat Maha Adil dan Maha Bijaksana terhadap semua makhluk ciptaannya, karena Allah Swt. tidak mempunyai keperluan tentang sesuatu perbuatan yang dilakukan manusia. Jika manusia berbuat kebaikan, maka tidak akan mungkin mengurangi sifat Maha Adilnya itu. Sesuatu yang akan diperbuat oleh manusia baik perbuatan kebaikan atau kezaliman, maka manusia tersebut akan menerima akibatnya.

 “Barang siapa yang mengerjakan amal yang saleh maka (pahalanya) untuk dirinya sendiri dan barang siapa mengerjakan perbuatan jahat, maka (dosanya) untuk dirinya sendiri, dan sekali-kali tidaklah Rabb-mu menganiaya hamba-Nya.” (QS. 41: 46)

Sebagaimana pendapat Prof. Wahbah Az-Zuhaili dalam Tafsir Al-Wajiz. Barang siapa yang mengerjakan amal yang saleh maka pahalanya untuk dirinya sendiri) ia beramal untuk dirinya sendiri. (Dan barang siapa yang berbuat jahat maka dosanya atas dirinya sendiri) bahaya dari perbuatan jahatnya itu kembali kepada dirinya sendiri (dan sekali-kali tidaklah Rabbmu menganiaya hamba-hamba-Nya) Dia bukanlah penganiaya hamba-hamba-Nya sebagaimana yang telah diungkapkan oleh ayat lainnya, yaitu firman-Nya, “Sesungguhnya Allah tidak menganiaya seorang pun walaupun sebesar dzarrah.” (Q.S. An-Nisa, 40).

 “Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, maka itu adalah untuk dirinya sendiri. Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan, maka itu akan menimpa dirinya sendiri, kemudian kepada Tuhanmulah kamu dikembalikan.” (QS. 45: 15)

Syaikh Muhammad bin Shalih asy-Syawi berkata, “Allah Swt. memerintahkan hamba-hamba-Nya yang mukmin agar berakhlak mulia, bersabar terhadap gangguan kaum musyrik yang tidak takut azab Allah kepada mereka yang durhaka kepada-Nya dan tidak menginginkan pahala-Nya. Orang-orang yang mukmin, maka Allah Swt. akan membalas iman, sikap memaafkan dan bersabar dari mereka dengan pahala yang besar. Sedangkan mereka (kaum musyrik) jika tetap mendustakan maka mereka akan ditimpa azab yang pedih dan kehinaan. Lalu Dia akan memberikan balasan kepada orang yang berbuat baik dan orang yang berbuat jahat.”

Aktualisasi Adil Ka’ Talino Pada Masa Kini

Prinsi-prinsip di atas juga sesuai dengan prinsip yang dikemukakan oleh Ibn Taimiyah. Tiga prinsip tersebut adalah amanah, keadilan, dan musyawarah. Adapun prinsip kepemimpinan yang berhubungan dengan Adil Ka’ Talino adalah seorang pemimpin harus menjadi teladan, dan mempunyai sifat adil bagi setiap manusia dalam memimpin apa dan siapa saja yang harus dipimpinnya.

Baca Juga  Salat di Rumah Bukan Phobia Masjid!

Hanya saja posisi atau status sangat menentukan sebesar apa tanggung jawab kita sebagai pemimpin. Baik itu pemimpin negara, pemimpin dalam suatu organisasi, lingkungan keluarga. Harus dimiliki oleh pemimpin tersebut bisa menjadi teladan yang baik bagi siapapun yang akan dipimpinnya. Layaknya seorang ayah dan ibu bagi anak dalam rumah tangganya, maka pemimpin harus memiliki sifat adil terhadap anak-anaknya.

Berani mengambil risiko, dalam diri terdapat sebuah hal ini dikarenakan bahwa mental sangat mempengaruhi seseorang dalam mengambil keputusan. Jika seseorang mempunyai mental yang kuat atau besar, maka ia dapat memutuskan keputusan cepat sehingga dia akan lebih mengetahui apakah keputusannya adalah baik atau buruk.

Pada tingkat lingkungan daerah maupun nasional, seorang kepala lingkungan daerah harus memiliki sifat adil agar dapat mengayomi masyarakat di daerahnya. Terlebih saat ini, adanya pemilu di masa pandemi yang dimanfaatkan para penguasa untuk kepentingan politik dan kekuasaan.

Tapi di zaman sekarang terkadang seorang pemimpin dipilih bukan karena memiliki memenuhi ketentuan menjadi seorang pemimpin tapi yang memiliki banyak uang. Tidak jarang kita menemukan lingkungan ataupun organisasi yang tidak aman dan damai yang tercipta hanyalah perpecahan.

Pada dasarnya semua orang bisa menjadi pemimpin, tapi tidak semua layak menjadi seseorang pemimpin bagi masyarakat. Untuk itu dibutuhkan kebijakan untuk memutuskan seorang pemimpin yang akan menjadi orang yang akan mengarahkan kita pada tujuan yang telah ditentukan. Indonesia merupakan negara yang besar dengan penduduk yang banyak. Oleh karena itu, seorang pemimpin di tanah air Indonesia haruslah orang yang adil dalam kepemimpinan.

Editor : Shidqi Mukhtasor

Avatar
1 posts

About author
Mahasiswi Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta
Articles
Related posts
Perspektif

Kejumudan Beragama: Refleksi atas Bahtsul Masail Pesantren NU yang Kurang Relevan

3 Mins read
Bahtsul Masail, tradisi intelektual khas pesantren Nahdlatul Ulama (NU), adalah salah satu warisan berharga dalam khazanah keilmuan Islam di Indonesia. Forum ini…
Perspektif

Menjadi Guru Hebat!

3 Mins read
Peringatan Hari Guru Nasional (25 November) tahun ini mengangkat tema, “Guru Hebat, Indonesia Kuat”. Tema ini menarik untuk dielaborasi lebih jauh mengingat…
Perspektif

Mengapa Masih Ada Praktik Beragama yang Intoleran?

3 Mins read
Dalam masyarakat yang religius, kesalihan ritual sering dianggap sebagai indikator utama dari keimanan seseorang. Aktivitas ibadah seperti salat, puasa, dan zikir menjadi…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds