Tasawuf

Konsep Maqam dan Ahwal dalam Tasawuf

3 Mins read

Tasawuf adalah suatu bidang kajian dalam Islam yang menjadikannya sebagai daya tarik tersendiri untuk dikaji. Oleh sebab itu, tasawuf ialah salah satu tema yang memperoleh sorotan meluas baik dari kalangan peneliti muslim, maupun non-muslim. Dengan demikian, hal ini mempunyai suatu konsekuensi sendiri kepada pemahaman tasawuf, yang justru bertentangan oleh pemahaman para sufi.

Konsep maqamat dan ahwal dalam perspektif para sufi, yang memiliki tujuan untuk melihat bahwa konsep maqamat dan ahwal ini telah berpengaruh terhadap agama lain di luar Islam, ataupun justru sebaliknya bahwa itu muncul secara original dari ajaran Islam itu sendiri.

Pengertian Maqam dan Ahwal

Dalam istilahnya maqam (jamak: maqamat) adalah suatu konsep yang diperoleh dari sufi dan telah berkembang paling awal dalam sejarah tasawuf  Islam.  Oleh sebab itu, para sufi berpendapat bahwa maqamat  yaitu bermakna kedudukannya atau tempat seorang yang berjalan spiritual di hadapan Allah.

Itu semua diperolehnya dari kerja keras dalam beribadah. Sehingga dalam Al-Qur’an kata maqam itu mempunyai arti tempat disebutkan beberapa kali, baik melalui kandungan makna abstrak maupun konkrit. Di antaranya penyebutnya terdapat pada QS al-Baqarah ayat 125, QS al-Isra ayat 79, QS Maryam ayat 73.

Sedangkan dalam kata ahwal adalah bentuk jamak dari hal yang secara istilah diartikan sebagai suatu suasana maupun keadaan yang menyelimuti kalbu atau hati seseorang, yang sudah diciptakannya (sebagai “hak prerogatif”) Allah dalam hati seseorang. Sehingga ini merupakan suatu keadaan yang dialami oleh para sufi di sela-sela perjalannan spiritualnya hingga mencapai kesempurnan.

Sehingga konsep maqamat dan ahwal telah dikenal sebagai salah satu dari  pemahaman tasawuf yang menjadi suatu perjalanan spiritual (suluk). Sehingga dalam memahami hal ini, maqamat ialah stasiun-stasiun yang harus dilewati oleh para pejalan spiritual sebelum ia mencapai puncak perjalanan, yang biasa disebut ma’rifah, ridha, ataupun mahabah (kecintaan) Allah Swt. Sedangkan ahwal adalah keadaan-keadaan spiritual sesaat yang telah dialami para sufi di tengah-tengah pejalanannya.

Baca Juga  Tiga Penyebab Kekerasan di Lembaga Pendidikan

Dengan demikian pengertian tentang maqamat dan ahwal adalah hasil dari istijad para sufi dan bukan merupakan suatu bagian kepastian aturan dalam Islam (qath’iyyat). Sehingga bukan saja pengertian ini tidak dijumpai di kalangan luar tasawuf. Dan pengertian ini merupakan suatu bagian terpenting dari displin tasawuf. Tujuannya untuk perjalanan spiritual baik melalui pemahaman tentang Allah, keridhaan, ataupun kecinta-Nya yang bisa dicapai secara lebih sistematis.

Di dalam maqamat dan ahwal yaitu bisa saja seseorang tidak menjalankan, mengalami maupun mengikuti pejalan spiritual. Ini sebabnya telah disebutkan oleh para sufi bahwa dibutuhkan kualifikasi spiritual yang berhubungan dengan keadaan hati dan ketinggian akhlak untuk meraih hal tersebut. Sehingga dalam meraihnya butuh upaya keras dan sungguh-sungguh dalam menahan hawa nafsu (muhajadah) dan latihan terhadapa kerohanian (riyadhah).

Tingkatan-tingkatan Maqam

Menurut Al-Kalabadzi telah menyebut bahwa terdapat 10 maqam (stasiun) yang harus dilalui oleh para pejalan spiritual yaitu al-taubah (tobat), al-zuhd (zuhud), al-shabr (sabar), al-faqr (kemiskinan), al-tawadhu’ (kerendahhatian), al-taqwa (takwa), al-tawakkul (tawakal), al-ridha (rela), al-mahabbah (cinta), dan al-ma’rifah (pengetahuan tentang Tuhan dan hakikat segala sesuatu).

Tetapi menurut Al-Ghazali ia berpendapat bahwa lebih sedikit maqam (statiun) di dalam urutan maqamat, seperti al-wara’(kehati-hatian, agar tidak melanggar perintah Allah). Sehingga dari pemaparannya para sufi secara umum terhadap maqamat.

Macam-macam Ahwal

Berkenanan tentang hal, menurut Abu Nashir Al-Thusi mengatakan terdapat 9 macam ahwal yaitu al-muraqabah (perasaan selalu diawasi oleh Allah), Al-qurb (perasaan kedekatan kepada Tuhan), Al-mahabbah’ (perasaan cinta kepada Tuhan), al-khauf wa al-raja’ (perasaan harap-harap cemas terhadap Allah), al-syauq (perasaan rindu), al-uns (perasaan tentram), al–musyahadah (perasaan menyaksikan Tuhan dengan mata hati), dan al-yaqin (perasaan yakin kepada-Nya). Akan tetapi sebagia1n ahli mengatakan bahwa al-mahabbah termasuk maqamat, dan kelompok lain berpendapat bahwa termasuk dalam ahwal. 

Baca Juga  Pandemi saat Ramadhan: Sindiran Allah Kepada Hambanya

Oleh sebab itu anggapan bahwa konsep maqamat dan ahwal berasal dari agama lain, tidak memiliki bukti yang kuat dan relevan. Tetapi, dalam pengenalan konsep maqamat dan ahwal merupakan suatu cara sufi untuk mensistematik tahapan-tahapan yang harus ditempuh seorang sufi dalam perjalanan menuju Allah SWT.

Dengan begitu, secara umum dapat disimpulkan dari beberapa pandangan para sufi bahwa maqam berarti tempat atau martabat. Di mana seseorang hamba di hadapan Allah SWT pada saat dia berdiri menghadap kepada-Nya. Sedangkan hal biasanya diartikan sebagai suatu keadaan mental yang dialami oleh para sufi di sela-sela perjalanan spiritualnya.

Maqam itu bersifat lebih permanen terhadap keberadaan dalam diri seseorang pesuluk spiritual, sedangkan hal yaitu lebih temporer. Selain itu, maqamat yaitu hasil lebih dari upaya aktif si pesuluk. Sedangkan ahwal yaitu uluran Allah yang terhadapnya si pejalan spiritual lebih berlaku pasif.

Editor: RF Wuland

Avatar
1 posts

About author
Mahasiswi UIN Sunan Ampel Surabaya
Articles
Related posts
Tasawuf

Membaca Sejarah Munculnya Tasawuf dalam Islam

4 Mins read
Membaca sejarah tasawuf awal akan membawa kita pada beberapa pertanyaan. Misalnya, bagaimana sejarah tasawuf pada periode awal itu muncul, bagaimana corak dari…
Tasawuf

Rahasia Hidup Zuhud Imam Hasan Al-Bashri

2 Mins read
Salah satu kajian yang menarik dari sosok Hasan Al-Bashri adalah tentang “Zuhud”. Membahas zuhud adalah tentang bagaimana cara beberapa sufi hidup sederhana…
Tasawuf

Konsep Syukur Menurut Abu Hasan Asy-Syadzili

5 Mins read
Abu al-Hasan Asy-Syadzili Ali ibn Abdillah ibn Abd al-Jabbar lahir di Ghumarah di daerah Maghribi atau Maroko pada tahun 593 H atau…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *