Perspektif

Jihadis yang Gagal Paham terhadap Nash Jihad

2 Mins read

Saat ini Indonesia tidak tengah berperang dengan bangsa lain. Melainkan bangsa Indonesia kini tengah berupaya melawan pihak-pihak dalam negeri. Di mana mereka memiliki niat dan kepentingan untuk menghapuskan Pancasila sebagai ideologi negara. Mereka adalah pihak-pihak yang menganut paham radikal serta memiliki niatan untuk menjadikan Indonesia sebagai negara Khilafah. Padahal Indonesia telah mempunyai ideologi yang sangat sempurna yakni ideologi Pancasila. Ideologi Pancasila ini berfungsi untuk menjaga kedamaian dengan penuh kasih sayang dan toleransi di Indonesia yang faktanya memiliki keberagaman.

Pemikiran Sistem Khilafah Terbaik

Para pengusung ideologi khilafah meyakini bahwa sistem selain khilafah itu cacat dan harus diganti. Ideologi terbaik ialah kekuasaan yang memberlakukan syariat Islam sebagai hukum negara. Mereka mengembangkan ideologi bughat, yaitu berontak terhadap kekuasaan yang dianggap batil. Menurut kelompok mereka, kekuasaan batil bukan hanya pemerintahan kafir dengan hukum kafir, tetapi kekuasaan orang Islam dengan hukum kafir, atau campuran syariat Islam dengan hukum buatan manusia yang disebut dengan ilsyaq. Demokrasi dan produk kepemimpinan yang dihasilkannya batil karena “merampas” kedaulatan Tuhan dengan kedaulatan rakyat.

Ingatan kita tentang ideologi khilafah mungkin hanya terpusat pada HTI, karena organisasi inilah yang paling getol dan lantang dalam menyurakan aspirasi politik berbasis negara islam. Meski mereka sudah bubar dan entah gerakan macam apa yang ingin mereka lakukan pasca dibubarkan HTI. Jelasnya, kini tidak sedikit orang justru terpusat pada gagasan khilafah ala FPI.

Gagal Paham Menimbulkan Kekerasan Kaum Jihadis

Terlepas dari itu semua, bahwa kelompok pengusung khilafah, selain mereka sering meggaungkan aksi jihad dalam setiap gerak langkahnya. Aksi jihad oleh mereka kerapkali terlihat menggunakan kekerasan. Inilah menurut hemat saya menjadi kesalahan mereka. Apakah mereka gagal paham atas pemahaman jihad selama ini? Mungkin ya, boleh jadi.

Baca Juga  Berislam Secara Kaffah dalam Negara Demokrasi

Untuk menjawab pertanyaan itu, mari kita berangkat dari sedikit penjelasan M. Kholid Syeirazi (Wasathiah Islam: 2020) bahwa kelompok ini membajak agama dengan mengoper teks-teks jihad sebagai justifikasi kekerasan. Tujuanya untuk mewujudkan agenda politik mereka.

Nash jihad dipahami secara serampangan atau hanya sepotong-potong dengan melepaskan konteks historis-sosiologisnya. Padahal, jika dirunut kronologinya, ayat-ayat itu sebenarnya turun berjenjang. Pertama, izin. Kedua, perintah. Ketiga, anjuran untuk menahan diri terhadap musuh yang mengajukan perdamaian.

Ayat-ayat jihad itu juga tidak me-nasakh ayat-ayat dialog atau mujadalah. Dalam hal ini, misalnya ayat yang turun dalam bentuk izin berjihad bisa dilihat dalam Qs. Al-Hajj/22: 39-40. Ayat ini berisi pesan bahwa umat Islam yang diusir dan diperangi diizinkan membela diri dan membalas kezaliman yang menimpa mereka dengan mengangkat senjata.

Tahap berikutnya yakni bisa dilihat dalam Qs. Al-Anfal/8:39 yang mengandung perintah, tidak hanya itu ada beberapa perintah serupa dinyatakan dalam ayat, antara lain Qs. Al-Baqarah/2: 191 dan Qs. Al-Nisa’/4 ayat 89 dan 91.

Jika “ayat keras” itu dibaca tanpa konteks sejarah dan asbabun nuzul, Islam akan menjadi agama teror dan perang sebagaimana dipraktikkan al-Qaeda, ISIS, organisasi afiliasi, dan simpatisannya. Mereka menyeret dunia ke dalam spiral kekerasan, bertolak dari sejumlah ayat yang dibaca sepenggal dan dilepaskan dari konteks sejarahnya.

Islam Agama Damai

Islam seolah bersanding dengan pedang, senapan, molotov, dan alat-alat perang. Padahal, bukan agama yang diperjuangkan dengan kekerasan dan instrumen-instrumen paksa. Perintah perang ditujukan kepada pihak yang memerangi. Sudah barang tentu perang yang dilakukan Nabi bukan untuk memaksa agar Islam dipeluk sebagai agama semua orang.

Islam tidak pernah menjadikan perang sebagai tujuan. Jika musuh cenderung kepada perdamaian. Allah memerintahkan umat Islam untuk menerima dan mengusahakan perdamaian sebagaimana ditegaskan Qs. Al-Anfal/8: 61. Al-Qur’an menegaskan bahwa perdamaian itu lebih baik. Pun dalam kondisi perang, Rasulullah selalu berusaha membatasi jatuhnya korban dan melarang keras membunuh wanita, anak-anak, orang tua, dan melarang merusak lingkungan.

Baca Juga  Wanita Berpendidikan Tinggi, Pentingkah?

Sebagai pungkasan, bahwa Islam dengan jelas melarang keras membunuh orang tanpa alasan yang hak. Dalam Al-Qur’an ditegaskan bahwa membunuh satu orang tanpa alasan yang benar seumpama membunuh manusia semuanya. Sebaliknya, menjaga dan melindungi kehidupan satu orang seakan memberi kehidupan manusia seluruhnya. Dibanding dengan citra kaum jihadis tentang Allah yang pemarah, Al-Qur’an menegaskan sifat Allah yang Penyayang, yang kasih sayang-Nya melampaui murka-Nya.

Semoga mereka lekas memahami. Amiin

Editor: RF Wuland

Rojif Mualim
8 posts

About author
Alumni Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta. Seorang Pengajar, Pengkaji dan Peneliti Pendidikan dan Keislaman. Takmir Masjid Jami' Ash-Shofa, Kartasura, Sukoharjo. Owner @blackjavaindonesia
Articles
Related posts
Perspektif

Etika di Persimpangan Jalan Kemanusiaan

1 Mins read
Manusia dalam menjalankan kehidupannya mengharuskan dirinya untuk berfikir dan memutuskan sesuatu. Lalu Keputusan itulah yang nanti akan mengantarkan diri manusia ke dalam…
Perspektif

Kejumudan Beragama: Refleksi atas Bahtsul Masail Pesantren NU yang Kurang Relevan

3 Mins read
Bahtsul Masail, tradisi intelektual khas pesantren Nahdlatul Ulama (NU), adalah salah satu warisan berharga dalam khazanah keilmuan Islam di Indonesia. Forum ini…
Perspektif

Menjadi Guru Hebat!

3 Mins read
Peringatan Hari Guru Nasional (25 November) tahun ini mengangkat tema, “Guru Hebat, Indonesia Kuat”. Tema ini menarik untuk dielaborasi lebih jauh mengingat…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds