Tarikh

Film Start Up dan Kisah Cinta Ali Bin Thalib

3 Mins read

Tragis bukan? Perasaan cinta yang tertanam dalam diri Han Ji-Pyeong kepada Seo Dal Mi harus berakhir kandas. Padahal Han Ji-Pyeong selalu menjadi satu-satunya penghibur wanita yang dicintainya tersebut ketika tak ada satupun orang yang hadir dalam kehidupannya. Peluang selama tiga tahun yang dapat dimanfaatkan untuk merebut hati Seo Dalmi pun dibiarkan berlalu. Semua ini terjadi karena Han Ji-Pyeong lebih memilih memendam perasaannya dibanding mengungkapkannya. Sementara itu Seo Dal Mi malah jatuh hati kepada lelaki biasa yang berani menunjukan perasaannya.

Begitulah sepenggal kisah dari film yang kerap kali dibicarakan akhir-akhir ini, Start up. Dari film tersebut kita dapat mengetahui bagaimana cara cinta bekerja. Ketika cinta merasuki hati manusia maka ia dihadapkan oleh dua pilihan yaitu menunjukan perasaan cinta tersebut atau merelakannya dengan membiarkan perasaan itu terkurung dalam hati. Teringat tulisan Ustadz Salim A Filllah dalam bukunya, Jalan Cinta Para Pejuang, “Cinta tak pernah meminta untuk menanti. Ia mempersilahkan atau mengambil kesempatan. Hal yang perlu digarisbawahi pertama adalah pengorbanan, yang kedua adalah keberanian. Bagi pecinta sejati selalu ada rasa yang manis dalam mencecap keduanya.”

Pengorbanan dan Keberanian

Sayyidina Ali ibn Abi Thalib pun pernah dihadapkan di antara dua pilihan tersebut. Ketika itu hatinya terpikat pada keluhuran akhlak seorang wanita yang selalu sigap tanpa kenal lelah membantu dakwah ayahnya, Muhammad SAW di setiap kondisi. Wanita itu bernama Fatimah Az-Zahra. Ali pun memiliki niat untuk membersamai Fatimah dalam kehidupan dunia dan akhiratnya melalui jalan pernikahan.

Akan tetapi sebelum ia menghadap Rasulullah SAW untuk melamar Fatimah, ternyata terdapat seorang lelaki yang melamar Fatimah lebih dulu darinya, ialah Abu Bakar. Mengetahui lamaran tersebut, Ali pun mengurungkan niatnya karena ketawadhuannya. Ia menganggap Abu Bakar lebih pantas untuk membersamai Fatimah. Namun, harapan kembali muncul dalam diri Ali ketika lamaran Abu Bakar ditolak oleh Rasulullah SAW.

Baca Juga  Lemper dan Segelas Teh: Hidangan Walimahan Santri Kiai Dahlan

Ternyata harapan itu hanya bertahan sementara hingga didapatinya Umar ibn Khattab pun melamar Fatimah sebagaimana Abu Bakar melamar Fatimah sebelumnya. Ali pun mundur untuk kedua kalinya. Karena ketawadhuannya, Ia sudah mengikhlaskan Umar ibn Khattab untuk menikahi Fatimah karena menurutnya Umar Ibn Khattab lebih baik daripada dirinya. Namun Ali tercengang seakan tidak percaya ketika lamaran Umar Ibn Khattab pun ditolak oleh Rasulullah SAW.

Ali Berani Melamar Fatimah

Melihat Rasulullah SAW menolak dua lamaran sebelumnya, Ali menjadi tidak percaya diri. Bagaimana mungkin lamarannya diterima sedangkan Abu Bakar dan Umar Ibn Khattab yang merupakan dua manusia terbaik saja ditolak oleh Rasulullah SAW. Di tengah ketidakpercayaan dirinya, seorang sahabatnya dari kalangan anshor mendatanginya seraya berkata padanya. “Mengapa engkau tidak mencoba untuk melamar Fatimah? Bisa jadi engkaulah yang ditunggu oleh Rasulullah SAW untuk melamar putrinya”

Mendengar perkataan sahabatnya, Ali pun memberanikan diri melamar Fatimah meskipun diketahuinya bahwa ia merasa tak pantas mendapatkannya. Ia minder karena merasa sangat jauh dari dua orang yang telah melamar Fatimah sebelumnya. Kemudian Ali mendatangi Rasulullah SAW dan mengungkapkan maksudnya untuk melamar putrinya, Fatimah. Dan benarlah apa yang dikatakan seorang Anshor tadi. Rasulullah SAW menerima lamaran Ali Ibn Abi Thalib sehingga menikahlah ia dengan wanita idamannya, yaitu Fatimah Azzahra.

Pada dasarnya hanya ada dua pilihan yang disediakan oleh cinta dan mengambil salah satu di antara dua pilihan yang disediakan tersebut tidaklah mudah. Bagi yang mengambil pilihan pertama berupa pengorbanan, maka akan didapati gejolak dahsyat dalam hatinya. Sulit memang merelakan kehilangan sesuatu yang dicintai. Karena cinta memiliki keindahan tersendiri yang teramat nikmat untuk diselami. Kenikmatan itu yang terkadang menjadikan manusia terlena dan tak mampu berpikir rasional dalam segala tindakannya. Dengan kenikmatan yang begitu luar biasa ini tentu sulit bagi mereka untuk memilih dan menapaki jalur pengorbanan ini.

Baca Juga  Khutbah Idul Adha 1445H: Kurban dan Pengorbanan

“Dijadikan indah pada manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik.” (QS.Ali Imran: 14)

Jalan Keberanian Cinta

Sama sulitnya bagi yang mengambil pilihan kedua berupa keberanian. Bagi mereka yang mengambil pilihan keberanian maka mereka harus siap akan penolakan. Masa depan adalah misteri yang hanya diketahui oleh Allah SWT. Disebabkan masa depan masih menjadi misteri, maka akan ada gejolak kekhawatiran bagi mereka yang mengambil jalan keberanian ini sebagaimana orang-orang sholeh pun khawatir akan kehidupan akhirat meskipun amalannya sudah begitu baik.

“Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut.” (QS.Al-Mu’minun: 60)

Mereka yang beruntung adalah mereka yang seperti Ali Ibn Abi Thalib, mengetahui kapan harus mengambil jalan pengorbanan dan kapan harus mengambil jalan keberanian. Jalan pengorbanan memang menyesakkan dada. Namun, terkadang pilihan itu harus ditempuh karena sedari awal harus disadari bahwa cinta tak harus memiliki. Manusia hanyalah makhluk dan hamba yang tak pantas untuk memiliki apapun di dunia. Seluruh anggota tubuh yang melekat dalam diri manusia saja bukanlah miliknya apatahlagi seorang wanita asing yang bukan bagian darinya. Semua hanyalah milik sang pencipta Allah SWT.

“Kepunyaan-Nya-lah semua yang ada di langit, semua yang di bumi, semua yang di antara keduanya dan semua yang di bawah tanah.” (QS.Thaha : 6)   

Ada saatnya pula manusia mengambil jalan keberanian. Hanya dengan jalan keberanianlah dapat tersingkap semua rasa dan akibat dari rasa tersebut. Meskipun terkadang kekhawatiran akan kepahitan jawaban menjadikan manusia ragu untuk mengambil jalan ini. Namun, hanya dengan mengambil jalan keberanian inilah manusia dapat menghilangkan kabut kegelapan dan menjadikan segalanya terang benderang. 

Baca Juga  Berlaku Adil: Keadilan Sosial dan Keimanan dalam Islam

Maka jadilah manusia yang memahami diri sendiri. Mereka mengetahui kapan harus merelakan dan mengambil jalan pengorbanan serta kapan harus mengungkapkan dan mengambil jalan keberanian. Hanya dengan begitulah kenikmatan selalu hadir dalam perjalanan yang ditempuhnya.

Editor: RF Wuland

Hatim Ahmad
1 posts

About author
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjajaran
Articles
Related posts
Tarikh

Hijrah Nabi dan Piagam Madinah

3 Mins read
Hijrah Nabi Muhammad Saw dari Makkah ke Madinah pada tahun 622 Masehi merupakan salah satu peristiwa paling bersejarah dalam perkembangan Islam, yang…
Tarikh

Potret Persaudaraan Muhajirin, Anshar, dan Ahlus Shuffah

4 Mins read
Dalam sebuah hadits yang diterima oleh Abu Hurairah dan terdapat dalam Shahih al-Bukhari nomor 1906, dijelaskan terkait keberadaan Abu Hurairah yang sering…
Tarikh

Gagal Menebang Pohon Beringin

5 Mins read
Pohon beringin adalah penggambaran dari pohon yang kuat akarnya, menjulang batang, dahan dan rantingnya sehingga memberi kesejukan pada siapa pun yang berteduh…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds