Report

Hilman Latief: Fatwa Zakat Tidak Progresif, Tapi Gerakannya Progresif

1 Mins read

IBTimes.ID – Dalam proses penulisan buku Fatwa-Fatwa Filantropi Islam di Indonesia, Hilman Latief mengaku membaca ratusan fatwa, dari fatwa NU tahun 1926 hingga tahun 1999, fatwa Muhammadiyah, PERSIS, MUI, dan lain-lain.

Fikih hampir seluruh organisasi Islam yang ia baca hampir tidak ada yang bersifat progresif. Namun, ia menilai gerakan organisasi Islam di Indonesia banyak yang bersifat progresif.

“Fatwa zakat tidak ada yang progresif, tapi orangnya progresif semua. Fatwanya tidak ada. Padahal, fatwa adalah opini keagamaan resmi untuk menjawab persoalan masyarakat,” ujarnya.

Hal ini ia sampaikan dalam acara Sambut Hangat Gelar Guru Besar Prof. Hilman Latief yang digelar oleh Pusat Studi Islam, Perempuan, dan Pembangunan (PSIPP) ITB Ahmad Dahlan Jakarta bersama Jaringan Intelektual Berkemajuan (JIB), Jumat (5/2) secara daring.

Menurut Hilman, konsep al-‘adl atau justice adalah konsep intelektual yang berat untuk diterjemahkan. Bahkan yang menerjemahkan harus seorang filsuf. Masyarakat awam banyak yang tidak peduli dengan konsep-konsep keadilan, sekalipun mereka mampu merasakan keadilan.

“Orang bisa merasakan, tapi sulit dijelaskan. Termasuk misalnya di dalam kelompok organisasi Islam, kita tidak pernah mendefinisikan dengan baik apa itu keadilan. Di Muhammadiyah, NU, PERSIS, Kristen, dan lain-lain tidak ada,” imbuhnya.

Padahal, filantropi terkait erat dengan isu keadilan. Sementara pada saat yang sama pelaku filantropi juga berat untuk berbicara tentang definisi keadilan, baik definisi operasional maupun definisi konseptual.

Termasuk konsep kemiskinan dan hak. Menurut Hilman, tidak ada konsep kemiskinan menurut Muhammadiyah, NU, MUI, atau kelompok lain sekaligus strategi yang dibangun untuk mengentaskan kemiskinan. Dalam hal ini ia menyebut bahwa kemiskinan bukan masalah filantropi, melainkan masalah negara.

Ia menyebut bahwa perlu tiga fatwa untuk bisa menerima zakat profesi. Mulai dari belum ada dalilnya, boleh, hingga akhirnya bisa. NU, sebut Hilman, belum menerima zakat profesi.

Baca Juga  Refleksi Kartini: Perempuan Kritis yang Ubah Budaya Patriarki

“Fikih itu rigid. Tapi masyarakat ingin berzakat. Ada nggak masyarakat yang benar-benar menghitung zakat? Maka sebenarnya kita sangat butuh fikih agar menjadi panduan masyarakat,” imbuhnya.

Reporter: Yusuf

Avatar
1446 posts

About author
IBTimes.ID - Rujukan Muslim Modern. Media Islam yang membawa risalah pencerahan untuk masyarakat modern.
Articles
Related posts
Report

Anak Ideologis itu Amal Jariyah

1 Mins read
IBTimes.ID, Yogyakarta – Pendakwah muda Habib Husein Ja’far Al Hadar menyebut anak ideologis lebih baik daripada anak biologis. Alasannya, karena perjuangan dengan…
Report

Alissa Wahid: Gus Dur Teladan Kesetaraan dan Keadilan

2 Mins read
IBTimes.ID, Yogyakarta – Direktur Jaringan GUSDURian Alissa Wahid memberikan tausiyah pada peringatan Haul Gus Dur ke-15 yang bertempat di Laboratorium Agama UIN…
Report

Alissa Wahid: Empat Faktor Penyebab Meningkatnya Kasus Intoleransi di Indonesia

2 Mins read
IBTimes.ID, Yogyakarta – Direktur Jaringan GUSDURian Alissa Qotrunnada Wahid atau Alissa Wahid menyampaikan bahwa ada empat faktor utama yang menyebabkan tren peningkatan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds