Akidah

Non-Muslim Juga Bisa Masuk Surga!

3 Mins read

Non-Muslim Tak Selamanya Masuk Neraka

Umumnya, ulama atau orang awam menganggap bahwa jalan satu-satunya menuju surga adalah melalui agama Islam. Sehingga pada agama selain Islam, sama sekali tidak tersedia jalan keselamatan. Agama-agama seperti Kristen, Yahudi, Hindu, dan Buddha, tidak dapat masuk surga dan tempatnya adalah di neraka.

Tentu beranggapan seperti itu adalah hal yang sah-sah saja. Sebagaimana halnya juga akan sah jika ada yang memiliki pandangan yang berbeda dengan pendapat tersebut. Sebab pandangan dan pemikiran dalam Islam tidaklah seragam. Pandangan dan pemikiran dalam Islam sifatnya beragam dan warna-warni. Dan kesemua itu diridhoi dan direstui oleh Tuhan.

Di samping ulama-ulama yang mengatakan bahwa umat Yahudi dan Nasrani tidak akan selamat, ada juga ulama-ulama dan cendekiawan muslim yang memiliki pandangan lain.

Mereka berpandangan bahwa kalangan non-muslim tidak selamanya masuk ke dalam neraka. Mereka juga bisa masuk ke dalam surga. Membaca Q.S. Al-Baqarah ayat 62,  akan membuka mata kita tentang fakta itu. Allah mengatakan:

Sesungguhnya orang-orang beriman, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani, dan orang-orang Shabiun, siapa saja yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, dan berbuat baik, maka mereka akan mendapatkan ganjaran dari Allah dan mereka tidak perlu sedih dan khawatir.

Lewat firman itu Allah dengan sangat jelas menayangkan kepada para pembaca bahwa mereka yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, dan melakukan amal kebajikan dari kalangan Yahudi, Nasrani, Shabiun, akan diberikan ganjaran oleh Allah berupa surga. Syaratnya adalah tiga hal tersebut: beriman kepada Allah, beriman kepada hari akhir, dan berbuat baik. Cukup dengan melakukan ketiga itu hal itu mereka akan diganjar surga.

Pendapat Abdul Muqsith Ghazali tentang Non-Muslim Masuk Surga

Abdul Moqsith Ghazali, salah seorang dosen UIN Jakarta, mengatakan bahwa ayat itu pada hakikatnya tidak menerangkan kalau orang Yahudi, Nasrani, dan Shabiun wajib mengimani Nabi Muhammad dan masuk ke dalam agama Islam. Ayat itu hanya mengisyaratkan kepada kita tentang kewajiban beriman kepada Allah dan hari akhir. Perkataan bahwa golongan-golongan dari Yahudi, dan Nasrani wajib mengimani Nabi Muhammad, menurut Moqsith, bukanlah perkataan Al-Qur’an. Melainkan perkataan para mufasir. (Argumen Pluralisme Agama, hal. 249)

Baca Juga  Takdir dan Nasib, Apakah Punya Kesamaan Makna?

Namun tetap saja ada ulama yang menolak ayat itu sebagai dalil keselamatan bagi non-muslim. Mereka berdalih bahwa ayat bercerita tentang orang-orang Yahudi, Nasrani, dan, Shabiun sebelum kedatangan Nabi Muhammad SAW.

Pendapat Muhamad Ali

Terhadap argumen mereka ini, Profesor Muhamad Ali, dosen dari University of California, mengajukan pertanyaan yang menohok: Jika iya orang-orang Yahudi, Nasrani, Shabiun yang dimaksud pada ayat itu adalah orang-orang yang hidup sebelum datangnya Nabi Muhammad, apakah itu berarti bahwa orang Islam yang juga dimaksud oleh Al-Qur’an hanyalah orang Islam yang hidup di zaman Nabi?

Jawabannya tentu tidak. Karena jika iya, hal itu tentu bertentangan dengan doktrin dan karakter bahwa Al-Qur’an akan selalu relevan sepanjang zaman. Sebagai sebuah kitab yang berisi ajaran-ajaran universal dan berlaku sampai kapan pun, ayat-ayatnya sudah barang pasti juga dapat dipakai dalam setiap rentang zaman.

Apalagi dalam keterangan beberapa ulama seperti Buya HAMKA, ayat itu tidak di-nasakh atau dihapus oleh ayat mana pun (Tafsir Al-Azhar, hal. 206). Sehingga jika ada pihak yang ingin tetap bersikukuh menolaknya, silahkan menghapus lembaran Al-Qur’an yang menampung ayat itu.

Pendapat Mun’im Sirry

Keselamatan kalangan non-muslim diperkuat lagi oleh tesis yang dibuat oleh Mun’im Sirry, dosen teologi asal Universitas Notre Dame. Ia mengatakan bahwa kalangan Kristen bukanlah orang kafir. Mereka adalah mukmin. Mereka adalah orang yang percaya dengan keberadaan Tuhan yang Maha Esa. Alasan Mun’im mengatakan mereka bukan kafir adalah karena di dalam al-Qur’an mereka yang disebut kafir adalah mereka yang inkar dan tidak percaya dengan keberadaan Tuhan. 

Dengan memasukkan umat Kristen dalam kategori orang beriman itu, maka dengan jelas kita dapat berkata bahwa keselamatan tersedia bagi mereka. Sebab Allah menjamin surga bagi orang-orang beriman. Yang Allah tidak jamin surga untuknya adalah untuk mereka yang kafir. Yakni orang-orang yang menentang kebenaran dan menolak keberadaan Tuhan yang Maha Esa.

Baca Juga  Hijrah dari Tauhid Ilahiyah ke Tauhid Insaniyah

Pendapat Abdul Aziz Sachedina

Sarjana Islam seperti Abdul Aziz Sachedina berpendapat kalau jalan menuju keselamatan tidak harus menjadi pengikut Nabi Muhammad. Di luar pengikut Nabi Muhammad, juga terdapat keselamatan.

Karena kriteria keselamatan adalah iman dan kebajikan. Artinya selama orang-orang non-muslim itu melakukan kebajikan dan memiliki iman terhadap Tuhan,  maka mereka akan menjadi orang-orang yang selamat.

Pendapat Fazlur Rahman

Fazlur Rahman, Guru Besar Studi Islam Universitas Chicago, mengatakan bahwa yang membedakan manusia di hadapan Allah adalah ketakwaaannya. Takwa tidak identik dan terikat pada satu agama tertentu. Takwa bersifat universal. Sehingga ia dapat saja bertempat pada diri orang Islam, Kristen, Yahudi, ataupun Shabiun.

Apalagi kasih sayang Allah sangatlah luas. Dengan kasih-Nya yang luas itu, jalan kesemalatan dibuka bagi semua orang yang ingin mendekat kepada-Nya. Sebab sebagaimana menyitir pendapat Ibnu Taimiyah, esensi Tuhan adalah Maha Pengasih. Sehingga marah-Nya Tuhan bersifat sementara dan kasih-Nya bersifat selamanya.

Ibnu Al-Jauziyah menulis, sebagaimana disadur Muhammad Ali dalam tulisannya: “Memaafkan lebih disukai Allah daripada mendendam. Kasih-Nya lebih disukai dari hukuman-Nya. Sayang-Nya lebih disukai daripada keadilannya. Begitupun dalam kesempatan lain. Tuhan sering digambarkan sebagai Zat yang kasih sayang-Nya melingkupi segala sesuatu.

Surga itu Luas

Akan tetapi, saya juga ingin mengatakan kepada para pembaca bahwa berbicara tentang surga dan neraka bukanlah tugas dan urusan kita. Satu-satunya yang berhak untuk menentukan seseorang itu masuk surga atau neraka adalah Tuhan. Bukan manusia.

Terakhir, sebagai penutup dari tulisan ini saya ingin mengutip salah satu ungkapan yang begitu menyejukkan dari M. Quraish Shihab. Pakar tafsir Indonesia itu mengatakan: Kita bersaudara, tidak perlu saling tegang. Surga itu luas, sehingga tidak perlu memonopoli surga hanya untuk diri sendiri. 

Baca Juga  Sejak Kapan Belajar Akidah dan Syariah Penyebab Radikalisme?
Avatar
18 posts

About author
Ketua Bidang Riset dan Pengembangan Keilmuan PC IMM Ciputat
Articles
Related posts
Akidah

Ragam Makna Iman dan Tauhid, Mana yang Lebih Tepat?

3 Mins read
Tauhid merupakan prinsip dasar iman di dalam Islam yang membedakan dirinya dengan segenap agama lain. Bahwa Allah itu esa, tidak berbilang, tidak…
Akidah

Jangan Jadikan Agama Sebagai Alat Pendangkal Akidah!

4 Mins read
Semua agama di dunia ini mempunyai hal-hal yang dianggap suci (the Sacred), misalnya, kitab suci, nabi, dan lain-lainnya. The Sacred menurut M. Amin Abdullah, dalam bukunya Multidisiplin, Interdisiplin, dan Transdisiplin, merupakan Nonfalsifiable Postulated Alternate Realitie. Pada artian lain, disebut dengan hal yang tidak bisa dipermasalahkan, difalsifikasi, dan diverifikasi oleh siapapun.
Akidah

Kesadaran Beriman Orang-Orang Modern

3 Mins read
Di era saat ini, teknologi mengalami perkembangan yang sangat luar biasa. Kemajuan teknologi merupakan bukti dari keberhasilan sains modern. Namun, dibalik kemajuan…

17 Comments

  • Avatar
  • Avatar
  • Avatar
  • Avatar
  • Avatar
  • Avatar
  • Avatar
  • Avatar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds