Review

Anthropology of the Arabs: Lebanon dalam Kacamata Etnografer Jawa

3 Mins read

Anthropology of the Arabs

Buku yang merupakan kompilasi 47 artikel karya Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Republik Indonesia (LBBP RI) untuk Lebanon, Hajriyanto Y. Thohari menyuguhkan potret lain dari dunia Arab yang kerap dikaitkan dengan perang, terorisme, dan bom yang menyedihkan. Dalam buku Anthropology of the Arabs ini, penulis menyodorkan tulisan segar dengan pendekatan etnografi yang digandrungi dalam ilmu antropologi.

Sebagai mahasiswa antropologi yang tertarik dengan dunia Arab, membaca buku Hajriyanto Y. Thohari memberikan saya ragam ekspresi dan perspektif lain akan penulisan etnografi yang diramu penulis dengan sisipan humor segar khas intelektual, bahkan penulis tetap melekatkan identitasnya sebagai seorang Jawa yang membuat tulisan semakin cair dan jenaka. Tak ayal jika karya Dubes RI untuk Lebanon ini patut diacungi jempol.

Kekuatan penulis dalam menarasikan coretan etnografis ini melukiskan dengan detail kebudayaan Arab yang ia amati dengan segenap panca indera. Dalam kajian antropologi disebut ethnographic vignette—merupakan suatu upaya untuk menggambarkan kebudayaan tertentu dengan bungkus komplit mengenai apa saja—ide, keyakinan, kearifan lokal, komunitas, simbol, nilai, dan lain sebagainya. Hajriyanto Y. Thohari selaras dengan apa yang digambarkan seorang antropolog kondang Geertz (1988), seorang etnografer yang bertindak sebagai penulis dan pendongeng.

Menyisir Babak demi Babak Anthropology of the Arabs

Terbagi dalam enam bagian, penulis akan membawa kita pada petualangan segar nan asik akan dunia Arab yang ternyata sangat kaya cerita dan nilai-nilai kultural yang mewarnai dunia. Dunia Arab yang sangat luas dan membentang panjang melintasi dua benua dari Maroko yang berada di Afrika Utara sampai Arab Saudi di Asia Barat tentunya memiliki ekspresi kebudayaan yang amat beragam. Fakta ini ditunjukkan oleh penulis untuk mendobrak serta mengoyak pemahaman umum yang melihat Arab dengan momok yang menyedihkan serta pesimistis karena konflik bertubi dan tanpa henti.

Baca Juga  Para Milenialis Mencari Islam

Berbekal pengalaman dan kunjungan-kunjungan sebagai seorang Dubes, penulis menggambarkan dunia Arab mulai dari narasi etnografi ringan akan pakaian, kuliner, bahasa, seni hingga isu berat mengenai genealogi intelektual, sejarah, suku, ras, politik serta relasi orang Arab dengan orang lain di luar Arab. Hal memikat yang membuat saya tercengang dalam buku ini adalah fakta mengenai negara Lebanon yang memiliki kebebasan yang lebih tinggi dari negara-negara Arab yang lain.

Lebanon: Paradoks Liberalisme Hingga Laboratorium Politik Dunia

Lebanon ternyata memiliki banyak fakta menarik yang memperkuat identitasnya sebagai sebuah negara dan bangsa. Fakta paling memantik yang digambarkan oleh penulis dalam bukunya adalah mengenai perempuan-perempuan Lebanon—mereka jauh lebih dulu menikmati kebebasan serta menikmati kesetaraan gender di saat perempuan di negara Arab lainnya baru saja menghirup udara kebebasan.

Perempuan Lebanon hadir dalam ruang-ruang publik dengan berbagai profesi modern bahkan dalam berpakaian, dikatakan oleh penulis mereka melebihi bebasnya perempuan-perempuan Barat (Thohari, 2021:41). Bahkan perempuan Lebanon memainkan peran dominan dalam demonstrasi people’s power yang berlangsung sejak Oktober 2019. Tanpa tedeng aling-aling mereka memimpin dan tak gentar berhadapan dengan aparat.

Tak heran jika Lebanon disebut sebagai negara Arab yang paling terbaratkan (Westernized). Majemuknya penduduk Lebanon menjadikan negara ini menganut sistem politik confessionalism. Pembagian kekuasaan berdasarkan agama dan sekte. Hal ini menuai suatu paradoks di mana kehidupan sosial politik Lebanon sangat liberal dan demokratis, namun di sisi lain sistem politiknya menjunjung tinggi primordial akan kekuatan etnik, agama, dan sekte.

Posisinya yang berada di kawasan Timur Tengah, Lebanon juga sering mengalami gejala politik akibat konflik dan perang saudara—bahkan berperang melawan Israel yang dilakukan Gerakan Hizbullah sebagai milisi militer kuat. Kenyataan ini membuat ilmuwan politik maupun militer menyebut Lebanon sebagai laboratorium politik dunia. Kekuatan adidaya politik regional maupun internasional memiliki proxy-nya masing-masing di Lebanon. Pemimpin-pemimpin negara besar berdatangan silih berganti, menyerang satu sama lain, dan berputar terus menerus sampai sekarang.

Baca Juga  Sektarianisme adalah Akar Terjadinya Krisis di Lebanon: Catatan Perjalanan dari Beirut

Menurut penulis, dengan datang ke Lebanon kita akan belajar secara langsung memahami dinamika politik lokal maupun global yang berlangsung di sana. Sebagai sebuah negara, masyarakat Lebanon amat cakap membuat slogan—menyikapi fakta di atas, digambarkan dengan slogan, “Lebanon is more than a country, it is a message of freedom and an example of pluralism for East and West.” Sepakat tidak sepakat, slogan adalah bentuk masyarakat Lebanon bercerita kepada dunia.

Jamuan Penutup

Lebanon sebagai bagian dari negeri Syam (Biladu Syam) diceritakan oleh penulis dengan amat cantik dan otentik dengan kacamata yang variatif. Dari potret mengenai berbagai simbol-simbol kebudayaan yang mencerminkan gaya hidup orang Lebanon yang sangat Eropa; pakaian necis, parlente, suka mode dan berpesta ria, Lebanon hadir sebagai sebuah entitas yang menyodorkan sisi lain dari dunia Arab. Liberalisme yang menampilkan fakta berbeda dari negara-negara Arab lain, sesederhana menjadi satu-satunya negara di Arab yang libur di hari Ahad, perempuannya yang bebas dan setara serta tradisi keilmuan yang unik betul-betul menggedor-gedor kepala kita untuk tidak jemu mengenal Arab lebih jeli.

Tidak ada kritik secara substantif akan mahakarya yang dikarang oleh Hajriyanto Y. Thohari, selain terdapat beberapa paragraf yang sama dan berulang kali muncul di beberapa tulisan. Namun hal tersebut tidak lantas membuat bagian demi bagian dalam buku berkurang ulasan cantik nan menariknya.

Rasanya perlu lebih banyak lagi tulisan segar yang melukiskan potret sebuah budaya, bangsa, maupun daerah di dunia ini selayaknya Hajriyanto Y. Thohari meraciknya. Penulis yang menceburkan dirinya ke dalam masyarakat yang dituliskannya akan memberikan kedekatan emosional lebih dengan pembacanya.

Editor: Nabhan

***

Identitas Buku

Baca Juga  Bisakah Puritanisme Bersanding dengan Pluralisme?

Judul buku: Anthropology of the Arabs, Coretan-Coretan Etnografis dari Beirut
Penulis: Hajriyanto Y. Thohari
Penerbit: Suara Muhammadiyah
Cetakan: I, Maret 2021
Tebal: xxx + 286 halaman
ISBN: 978-602-6268-82-2

Ulima Nabila Adinta
1 posts

About author
Mahasiswi S1 Antropologi Budaya, Universitas Gadjah Mada. Tertarik dengan kajian budaya populer, multikulturalisme, migrasi dan agama. Saat ini sedang aktif di Ikatan Pelajar Muhammadiyah dan Ketua KEMANT UGM (Keluarga Mahasiswa Antropologi).
Articles
Related posts
Review

Kumandang Dakwah Sang Pembaharu dari Paciran: Kiai Muhammad Ridlwan Syarqawi

3 Mins read
Muhammadiyah dikenal sebagai gerakan pembaharu (tajdid) sekaligus pemurnian akidah Islam. Sejak awal berdirinya di Yogyakarta, Kiai Ahmad Dahlan telah menancapkan pakem kokoh…
Review

Memahami Teks, Menyadari Konteks: Review Buku Interaksi Islam Karya Mun'im Sirry

5 Mins read
Buku ini, Interaksi Islam, karya terbaru Prof. Mun’im Sirry, mengusung tiga tema besar: Pertama, penelusuran aktivitas relasi antaragama di masa awal Islam,…
Review

Belajar Kehidupan dari Dilarang Mencintai Bunga-Bunga Karya Kuntowijoyo

4 Mins read
“Membaca karya Kuntowijoyo ini pembaca akan merasakan bagaimana sensasi imajinasi yang membuat pikiran merasa tidak nyaman.” (Buku Cerpen Dilarang Mencintai Bunga-Bunga, Kuntowijoyo)…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds