Perspektif

Mudik dalam Tafsir Psikologis-Historis

4 Mins read

Fenomena Mudik

Tafsir Mudik – Mudik sebagaimana yang telah diputuskan oleh pemerintah bahwa di tahun 2021 ini, mudik secara resmi dilarang dan ada penyekatan secara ketat yang juga telah dijalankan mulai tanggal 6 Mei hingga 17 Mei 2021.

Kebijakan ini diterapkan pemerintah untuk menghindari penularan virus Corona secara lebih meluas, dan bentuk detail dari kebijakan tersebut tercantum dalam Surat Edaran (SE) Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Nomor 13 Tahun 2021 tentang Peniadaan Mudik Hari Raya Idul Fitri Tahun 1442 Hijriah dan Upaya Pengendalian Penyebaran Covid-19 Selama Bulan Suci Ramadhan 1442 Hijriah (Kompas.com).

Lantas, respon masyarakat terhadap kebijakan tersebut amatlah beragam. Mungkin, ada yang berusaha tetap taat pada kebijakan, namun banyak pula yang tetap nekad mudik walau sudah tahu ada penyekatan.

Hal ini seperti yang dialami oleh Dadan yang melakukan perjalanan dari Jakarta untuk mudik ke Ciamis, Jawa Barat menggunakan sepeda motor yang akhirnya diminta putar balik oleh petugas saat di perbatasan Bekasi-Karawang (Tribunnews.com).

Selain itu, terdapat pula kejadian ketika ratusan pemudik bermotor berhasil menerobos pengamanan petugas yang ada di daerah Karawang Barat (detik.com), lalu adapula yang rela mengeluarkan uang sebesar 500 ribu – 1 Juta agar tetap bisa mudik walaupun menggunakan travel gelap (Tribunnews.com).

***

Berdasarkan dari semua peristiwa tersebut, bisa dipahami bersama bahwa pada realitas budaya masyarakat kita, mudik bagaimanapun juga merupakan mobilitas sosial yang penting, meski pada kenyataannya telah ada pengumuman-pengumuman terkait kebijakan larangan mudik oleh pemerintah.

Prof Dr. H.Abd Majid, MA dalam artikelnya berjudul Mudik Lebaran menjelaskan bahwa mudik secara simbol bisa diartikan pula sebagai kesadaran ruhani akibat kehampaan spiritualitas yang tiap hari dijalani di kota akibat rutinitas keras pekerjaan.

Baca Juga  The World of the Mudik: Bukan Drama, Tapi Rindu

Selain itu, mudik juga bisa dideskripsikan sebagai kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk  bertemu orang tua atau kerabat dengan maksud untuk saling memaafkan atas kesalahan yang ada, dan mudik dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Online juga bisa berarti pulang ke kampung halaman.

Maka dengan ini, mudik bisa diinterpretasikan dalam banyak mana yang menyangkut dimensi keagamaan maupun sosial dan urgensi dalam tulisan ini, ingin memahami secara lebih luas dan arif tentang perkara mudik di tengah larangan yang telah disusun oleh pemerintah. Dalam bangunan epistemologi yang lebih objektif dengan menggunakan tafsiran-tafsiran psikologis dan historis.

Mudik dalam Tafsir Psikologis   

Mudik sebagai sebuah tindakan secara individual ataupun komunal bisa dipahami pula sebagai tindakan yang dalam perwujudannya ikut dipengaruhi oleh kontruksi kejiwaan. Hal ini, bisa dianalisa dengan pendekatan kognitif yang berfokus pada ingatan manusia.

Adnan Achiruddin Saleh dalam bukunya berjudul Pengantar Psikologi menerangkan bahwa ingatan sangat berhubungan dengan pengalaman-pengalaman yang terjadi di masa lampau, yang secara pasti telah dialami dan tersimpan didalam jiwa.

Dengan demikian, ingatan tidak hanya kemampuan untuk menyimpan peristiwa yang telah dialami, namun juga mencakup kemampuan untuk menerima (learning), menyimpan (retention), dan menimbulkannya kembali (remembering).

Maka dengan ini, menurut pandangan penulis, fenomena mudik mempunyai relasi kuat dengan ruang ingatan yang telah lama terbentuk dalam tiap individu maupun mayoritas masyarakat.

Sebab, momentum mudik mampu membangkitkan ingatan-ingatan secara kolektif tentang riwayat hidup di masa lalu yang berhubungan dengan wilayah geografis seperti desa, kampung, sawah, sungai, gunung, pantai, sekaligus interaksi sosial maupun budaya yang termanifestasi dalam wujud keluarga. Adanya kakek-nenek, kejadian-kejadian di masa kecil atau muda, kesederhanaan, ketenangan, serta adat-istiadat yang pernah dijalani.

Baca Juga  Kembalinya Hagia Sophia, Jangan Terbuai!

Selanjutnya, melalui psikologi humanistik yang dikembangkan oleh Abraham Maslow yang akhirnya memunculkan teori hierarki kebutuhan. Bisa didapatkan pengetahuan yang lebih rinci bahwa di dalam mudik memang kental dengan komponen-komponen psikologis.

Adnan Achiruddin Saleh dalam bukunya memaparkan, teori hierarki kebutuhan mempunyai klasifikasi atas lima macam kebutuhan manusia, dan di antara kebutuhan tersebut adalah kebutuhan untuk dimiliki dan dicintai (belonginess and love needs).

Sehingga pada, dasarnya tiap-tiap individu mempunyai kebutuhan yang sama untuk ingin  berhubungan baik dan akrab dengan komunitas sosialnya, termasuk kebutuhan untuk menjadi bagian dari sebuah keluarga besar, desa, kampung, ataupun marga.

Karena dengan seperti itu, tiap individu yang ada akan merasa mempunyai jati diri, harga diri, ukhuwah, serta ikatan asal-usul yang jelas. Maka menurut penulis, mudik mempunyai posisi fundamental secara psikologis, sebab terkait dengan konsep diri, persaudaraan, dan riwayat keluarga.

Mudik dalam Tafsir Historis

Mudik dalam periodisasi “manusia nusantara” memang telah berlangsung sejak lama, dalam jurnal berjudul Mudik dalam Perspektif  Budaya dan Agama yang ditulis oleh Abdul Hamid dan Qurotul Aini dijelaskan bahwa mudik menurut Umar Kayam bermula dari tradisi primordial masyarakat Petani Jawa yang telah berlaku jauh sebelum adanya Kerajaan Majapahit. Pada awalnya, kegiatan mudik ini digunakan sebagai momen untuk membersihkan makam leluhur.

Sekaligus, doa bersama yang ditujukan pada dewa-dewa di Khayangan, dan harapan dari aktivitas ritual tersebut yaitu agar para perantau diberi keselamatan dalam mencari rezeki dan keluarga yang ada di kampung halaman dalam kondisi aman.

Lalu, aspek kesejarahan lainnya yang terkandung dalam mudik yaitu  mengunjungi kembali warisan tinggalan keluarga yang berada di tempat asal. Bisa berupa rumah lama beserta perabotannya dan yang utama pula yaitu didapatkannya keterangan-keterangan tentang silsilah dan biografi keluarga.

Baca Juga  Islam dan Relativitas Jalan Benar

Maka dengan ini bisa ditelaah bersama bahwa mudik memang mempunyai dimensi historis yang kuat dan itu akan turut melanggengkan tradisi mudik yang selama ini telah berjalan, bagaimanapun kondisinya.

Selain itu, seperti yang kita ketahui bersama. Kota-kota besar merupakan sasaran bagi para perantau yang berasal dari berbagai daerah, dan di antara kota besar itu adalah Jakarta. Kemudian Rahadian Ranakamuksa Candiwidoro dalam jurnalnya Menuju Masyarakat Urban: Sejarah Pendatang di Kota Jakarta Pasca Kemerdekaan (1949-1970) menjelaskan, banyaknya para pendatang yang datang ke Jakarta mempunyai niatan untuk mencari kehidupan yang layak karena Jakarta dianggap sebagai kota harapan.

Maka dari poin ini, bisa dirumuskan sebuah kausalitas sejarah bahwa selama arus urbanisasi tetap berlangsung maka tradisi mudik akan tetap lestari secara produktif. Sehingga, kesimpulan besar yang bisa didapat dari tafsir-tafsir psikologis dan historis yaitu mudik yang tetap berlangsung dengan berbagai caranya walau larangan mudik telah berulang kali disampaikan oleh pemerintah.

Disebabkan oleh energi besar yang di antaranya bersumber dari dorongan-dorongan psikologis-historis, sebagaimana yang telah dijelaskan. Hingga pada akhirnya, melampaui narasi pemerintah yang berupa himbauan serta aturan.

Dan dengan tulisan singkat ini, semoga pemerintah bisa menjadi lebih paham dan arif dalam merespon tradisi mudik yang masih dilaksanakan oleh sebagian besar masyarakat kita.  

Wildan Taufiqur Rahman
2 posts

About author
Alumni Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Airlangga, Surabaya, Mahasiswa S2 Aqidah dan Filsafat Islam, UIN Sunan Ampel Surabaya
Articles
Related posts
Perspektif

Etika di Persimpangan Jalan Kemanusiaan

1 Mins read
Manusia dalam menjalankan kehidupannya mengharuskan dirinya untuk berfikir dan memutuskan sesuatu. Lalu Keputusan itulah yang nanti akan mengantarkan diri manusia ke dalam…
Perspektif

Kejumudan Beragama: Refleksi atas Bahtsul Masail Pesantren NU yang Kurang Relevan

3 Mins read
Bahtsul Masail, tradisi intelektual khas pesantren Nahdlatul Ulama (NU), adalah salah satu warisan berharga dalam khazanah keilmuan Islam di Indonesia. Forum ini…
Perspektif

Menjadi Guru Hebat!

3 Mins read
Peringatan Hari Guru Nasional (25 November) tahun ini mengangkat tema, “Guru Hebat, Indonesia Kuat”. Tema ini menarik untuk dielaborasi lebih jauh mengingat…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds