Perspektif

Kembalinya Hagia Sophia, Jangan Terbuai!

3 Mins read

Tanggal 10 Juli 2020, pengadilan Turki memutuskan untuk mencabut status museum yang disematkan kepada Hagia Sophia. Keputusan ini ditetapkan berdasarkan pengajuan yang dilakukan oleh Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, yang memiliki keinginan untuk mengubah bangunan warisan dunia tersebut menjadi masjid.

Polemik Penetapan Kembali Hagia Sophia Sebagai Masjid

Erdogan sendiri menyampaikan bahwa umat Islam di Turki sudah mulai bisa beribadah per tanggal 24 Juli 2020. Bukan tanpa polemik, penetapan ini pun dikecam banyak pihak. Salah satunya oleh negara Yunani.

Lewat perdana menterinya, Kyriakos Mitsotakis, dalam pernyataan tertulisnya mengatakan: “Intens keputusan Turki untuk mengubah Hagia Sophia menjadi masjid. Ini adalah pilihan yang menyinggung semua orang yang juga mengakui monumen itu sebagai Situs Warisan Dunia. Dan tentu saja itu tidak hanya memengaruhi hubungan antara Turki dan Yunani, tetapi juga hubungannya dengan Uni Eropa.”

Di satu sisi, banyak umat Islam, terlebih yang tergabung dalam Haroki Islamiyyah (gerakan Islam), menyambut ini dengan suka cita. Hal ini dibuktikan dengan topik Hagia Sophia yang menjadi trending di twitter di beberapa negara, tidak terkecuali Indonesia, per tanggal 11 Juli 2020 ini.

Sejarah Hagia Sophia

Hagia Sophia sendiri memiliki sejarah yang panjang dalam peradaban dunia. Sesuai arti namanya, yaitu kebijaksanaan suci. Hagia Sophia awalnya sebuah basilika atau gereja, yang dibangun pada masa Kekaisaran Romawi Timur, Yustinianus I, sebagai lambang kebijaksanaan Tuhan pada waktu itu yang sudah sangat dekat dengan budaya Kristus.

Seiring berjalannya waktu, dengan jatuhnya Konstantinopel ke tangan Turki Utsmani, di bawah kepemimpinan Sultan Mehmed II, basilika ini berubah fungsinya menjadi masjid atas perintah Sultan Mehmed II. Keputusan untuk mengubah fungsi bangunan ini diperkuat dengan kerusakan parah yang dialami Hagia Sophia.

Baca Juga  Negeri Darurat Demokrasi: Menunggu Kepekaan Pemerintah!

Sampai pada pemerintahan Republik Turki, setelah runtuhnya Utsmani, di bawah kepemimpinan Mustafa Kemal Ataturk, Hagia Sophia ditutup sebagai masjid, kemudian dibuka sebagai museum dan objek wisata warisan dunia dengan lebih menonjolkan corak Kristennya.

Jangan Terbuai!

Peralihan fungsi Hagia Sophia menjadi masjid “lagi” setelah difungsikan menjadi museum sebelumnya, tentu menjadi sebuah pembelajaran penting bagi umat Islam untuk memperjuangkan apa yang harus diperjuangkan, dengan mempertimbangkan keberlangsungan dan ketahanan dari hasil perjuangan yang didapat.

Jangan sampai kemenangan kecil ini membuat umat Islam terbuai dan terlalu berbangga diri. Menganggap bahwa kemenangan umat Islam sudah tepat berada di depan mata, dengan mulainya islamisasi “kembali” Negara Turki di tangan Erdogan.

Namun, pertanyaannya, setelah Erdogan siapa yang akan melanjutkan? Pertanyaan seperti inilah yang sebisa mungkin dipecahkan oleh umat Islam seluruh dunia dengan kontekstualisasi wilayahnya masing-masing.

Jika umat Islam terlalu larut dalam romantisasi perjuangan yang Erdogan lakukan, agaknya kemenangan kecil ini bisa direbut dengan mudah, karena hilangnya fokus dari umat Islam dalam perjuangan yang dilakukan.

Kaderisasi, Upaya Melanjutkan Perjuangan

Sebagaimana permasalahan yang disampaikan di atas, tentulah kaderisasi menjadi suatu hal yang penting dan harus dilakukan oleh umat Islam. Tanpa adanya kaderisasi yang jelas dan mengakar, perjuangan hanya sebatas pada ranting dan daunnya saja, yang jika angin kencang berembus, kemungkinan patah adalah besar.

Kaderisasi secara maknawi dipahami sebagai upaya untuk memperpanjang napas gerakan, dengan mendidik suksesor dalam melanjutkan perjuangan yang terdahulu. Selaras dengan itu, Muslihah, dalam literaturnya menyampaikan bahwa kaderisasi adalah proses pemberian materi berupa nilai umum maupun khusus. Tujuannya untuk membentuk subjek yang dikader agar menjadi penerus tonggak perjuangan yang dilakukan.

Baca Juga  Dialog dengan Semesta: Hikmah Corona untuk Manusia

Tentu hal ini menjadi agenda strategis umat Islam untuk menghadirkan lebih banyak Erdogan, untuk merebut kembali apa yang diambil dari umat Islam Dalam hal ini contohnya adalah Hagia Sophia.

Maka demikianlah kaderisasi yang baik dan kuat, yang mampu menjadi solusi dari permasalahan yang dilontarkan. Selain itu, hal ini juga dilakukan agar umat Islam dapat beranjak dari kemenangan kecil menjadi kemenangan yang besar.

Bentuk dan Teknis Kaderisasi

Adapun bentuk kaderisasi haruslah direncanakan sebaik mungkin dan difokuskan kepada sebuah tujuan besar, yaitu kemenangan mutlak Islam. Kaderisasi harus dilaksanakan secara menyeluruh, dari ranah terkecil yaitu keluarga, hingga ranah terbesar yaitu negara.

Kader-kader umat Islam harus mempunyai kompetensi dan kemampuan khusus, terlebih di era disrupsi. Hal ini ditujukan untuk umat Islam dapat berkompetensi di lingkungannya.

Adapun hal yang harus dimiliki dan dibentuk lewat kaderisasi umat Islam adalah penguasaan teknologi. Selanjutnya, penguasaan teori pemikiran Barat maupun Timur. Teori tersebut harus dipahami secara detail dan tepat. Tak lupa, umat Islam tetap melihat kontekstualisasinya kepada ranah-ranah agama, agar tidak menyimpang dan keluar dari batas syariat.

Selain itu, dengan arus informasi yang tinggi serta arus kehidupan yang kian meningkat, adaptasi manjadi hal yang penting, agar pada akhirnya perjuangan ini di ranah struktur dan kultur lingkungan masyarakat dapat diterima dengan baik.

Akhir kata, tentunya dalam hemat penulis, kebahagiaan adalah hal wajar. Namun, bukan menjadi suatu hal yang dapat dibenarkan, dalam proses perjuangan yang panjang.

Cukuplah kita belajar dari Hagia Sophia yang sebelumnya “pernah” dikuasai umat Islam di bawah Turki Utsmani, yang akhirnya juga jatuh kembali ke tangan Kemal Atarturk, yang mengusung sekulerisme dan liberalisme di Turki pasca runtuhnya Turki Utsmani. Semoga dapat menjadi pelajaran dari Hagia Sophia ke kemenangan besar umat Islam.

Baca Juga  Negara Murung, Ekonomi Buntung? Jangan Lupa Tetap Bahagia!

Editor: Lely N

Avatar
6 posts

About author
Rausyn Fikr. Sedang dalam proses menuntut ilmu di Universitas Negeri Yogyakarta.
Articles
Related posts
Perspektif

Bulan Puasa dan Gairah Kepedulian Sosial Kita

3 Mins read
Tidak terasa kita telah berada di bulan puasa, bulan yang menurut kepercayaan umat Islam adalah bulan penuh rahmat. Bulan yang memiliki banyak…
Perspektif

Hisab ma’a al-Jami’iyyin: Tanggung Jawab Akademisi Muslim Menurut Al-Faruqi

4 Mins read
Prof. Dr. Ismail Raji Al-Faruqi merupakan guru besar studi Islam di Temple University, Amerika Serikat. Beliau dikenal sebagai cendekiawan muslim dengan ide-idenya…
Perspektif

Rashdul Kiblat Global, Momentum Meluruskan Arah Kiblat

2 Mins read
Menghadap kiblat merupakan salah satu sarat sah salat. Tentu, hal ini berlaku dalam keadaan normal. Karena terdapat keadaan di mana menghadap kiblat…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *