IBTimes.ID – Para ulama menolak untuk menyebut shalat dengan sembahyang. Hal tersebut karena sembahyang dianggap tidak merepresentasikan shalat yang dilakukan oleh umat Islam.
Menurut Quraish Shihab, para ulama sangat teliti dalam memilih istilah. Misalnya, mereka menolak untuk menyebut Tuhan itu ada. Karena “ada” mewajibkan tempat. Mereka memilih untuk menggunakan istilah “wujud”.
Shalat dalam bahasa atau secara umum berarti permohonan dari yang rendah kepada yang tinggi. Permintaan dari yang tinggi kepada yang rendah disebut dengan amr (perintah). Permintaan antara yang selevel, hal tersebut disebut dengan iltimas. Shalat berarti doa, permohonan.
“Manusia, selama sifat-sifatnya seperti apa yang dikenal, tidak bisa melepaskan diri dari shalat. Kata William James, psikolog Amerika, anda bisa masuk ke suatu wilayah yang ada tidak menemukan bioskop, pasar, tempat hiburan, tetapi tidak mungkin masuk di suatu wilayah yang tidak anda temukan tempat untuk berdoa,” ujar Quraish Shihab.
Manusia pasti pernah mengharap memperoleh sesuatu, atau takut terhadap sesuatu. Hidup, imbuh Quraish Shihab, sering diliputi dengan ketidakpastian. Ketika muda tenang, ketika tua takut, cemas.
Menurutnya, manusia memiliki rasa cemas dan mengharap. Sedangkan, terbukti dalam perjalanan hidup setiap orang, tidak semua kecemasannya atau harapannya bisa dipenuhi oleh pihak lain. Maka seseorang yang mengalami hal terssebut harus ke atas, berdoa kepada Tuhan.
Doa adalah kebutuhan jiwa dan kebutuhan akal. Ketika seseorang memiliki harapan, dan setelah harapannya buntu, orang tersebut pasti ke atas.
“Anaknya sakit, punya duit, bawa ke dokter. Dokter A tidak berhasil, ke dokter B. Dokter B tidak berhasil, bawa ke luar negeri. Tidak berhasil, angkat tangan. Putus harapan anda? Tidak. Ke mana? Ke atas. Siapapun yang di atas yang anda percayai,” tegas Quraish Shihab.
Itu sebabnya ada sahabat nabi yang ingin masuk Islam, namun tidak mau membayar zakat dan puasa. Nabi hanya terdiam. Namun ketika dia menawar untuk tidak shalat. Nabi berkata bahwa tidak ada baiknya suatu agama yang tidak ada shalatnya. Harus ada shalat karena itu kebutuhan jiwa.
Allah SWT senang ketika hamba-Nya berdoa. Allah kecewa kalau seseorang minta kepada orang lain, namun tidak meminta kepada Allah. Maka, menurut Quraish Shihab, sebelum kita meminta kepada orang lain, kita harus meminta terlebih dahulu kepada Allah.
“Ya Allah. Saya mau minta tolong ke si A. Tolong buka hatinya agar dia mau membantu saya. Ya Allah, tolong beri dia kemampuan untuk membantu saya,” ujar Quraish Shihab memberi contoh.
Terkadang, ada orang yang dijatuhi Allah musibah, agar orang tersebut memanggil Allah.
Shalat dalam arti yang khusus oleh para ulama didefinisikan dengan ucapan-ucapan dan perbuatan-perbuatan tertentu yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam.
Ada dua istilah dalam perintah shalat. Ada yang dimulai dengan kata “aqiimu…” ada yang tidak dimulai dengan “aqiimu…”.
Misalnya dalam surat At-Taubah ayat 103 dan surat Al-Ahzab ayat 56.
(At-Taubah: 103) خُذْ مِنْ أَمْوَٰلِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِم بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ ۖ إِنَّ صَلَوٰتَكَ سَكَنٌ لَّهُمْ ۗ وَٱللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
(Al-Ahzab: 56) إِنَّ ٱللَّهَ وَمَلَٰٓئِكَتَهُۥ يُصَلُّونَ عَلَى ٱلنَّبِىِّ ۚ يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ صَلُّوا۟ عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا۟ تَسْلِيمًا
Shalat di sini bukan dalam arti yang khusus, namun shalat dalam arti berdoa.
Kata iqamat biasa diterjemahkan dengan “mendirikan”. Kata qooma yang biasa diartikan “berdiri” itu menggambarkan terlaksananya sesuatu dengan sempurna.
“Mendirikan shalat berarti melaksanakannya secara sempurna, sehingga sempurna rukunnya, sempurna syaratnya, sempurnya khusyuknya, sempurna sunnah-sunnahnya, dan lain-lain. Itu arti aqimus shalah,” tegas Quraish Shihab.
Reporter : Yusuf