Review

Peran Sufisme Mengislamisasi Nusantara

3 Mins read

Sufisme – Kedatangan Islam di Nusantara melibatkan proses historis yang panjang dan kompleks. Sejarawan memperdebatkan asal muasal kemunculan Islam di Nusantara dalam tiga masalah: tempat asal kedatangan Islam, para pembawanya, dan waktu.

Teori Gujarat, Persia, dan Arab yang menjelaskan kedatangan Islam, menurut Azyumardi Azra (1993), tidak didukung data sejarah yang memadai. Setiap teori menekankan pada satu aspek, tetapi mengabaikan aspek lain.

Sejarah Islamisasi Nusantara merupakan tema yang terbuka untuk digali dari berbagai sudut. Salah satunya adalah kontribusi sufisme. Sejarawan menyebutnya dengan teori sufi.

Berdasarkan sumber sejarah yang tersedia, gagasan sufistik merembesi berbagai tradisi lokal sejak awal kemunculan Islam Nusantara. Bahkan, konsep Insan Kamilnya Abdul Karim al-Jili telah dipelajari dengan seksama. Tokoh yang mengenalkannya adalah Hamzah Fansuri, kelahiran Sumatera Utara (hlm. 11). 

Peran Sufisme dalam Islamisasi Nusantara

Sumber sejarah lain yang mendedahkan sufisme dalam islamisasi Nusantara adalah catatan penulis sufistik kelahiran Aden, Abdallah bin As’ad al-Yafi’i, penulis karamah Abdul Qadir al-Jailani pada abad ke-14, yang mendaku berbaiat dalam Tarekat Qadiriyah kepada seseorang yang bernama Mas’ud al-Jawi; Mas’ud orang Jawa (hlm. 5).  

Istilah Jawa, dalam konteks masa silam, merujuk Nusantara dalam pengertian sekarang. Bila pada abad ke-14  terdapat penganut Islam Nusantara yang bertugas membaiat pengikut tarekat tertentu, maka dapat diandaikan sufisme telah mengalami kemapanan di Nusantara.

Para sufi yang hidup dalam kondisi bersahaja (zuhud) mengembara berbagai pelosok Nusantara. Mereka mendakwahkan Islam dengan cara menjaga kesinambungan budaya pra-Islam, namun pemahaman yang disesuaikan Islam.

Lebih dari itu, para sufi menjalin kerjasama dengan pedagang yang bergabung dengan berbagai tarekat. Hikayat Raja Pasai menceritakan bahwa pendiri Kerajaan Pasai, Meurah Silau (w.1297) diislamkan seorang sufi yang bernama Syaikh Ismail dari Mekah. Sebelumnya Meurah Silu bermimpi bahwa Nabi Muhammad meludahi mulutnya.

Baca Juga  Islam sebagai Tradisi Diskursif: Tawaran Konsep Talal Asad (Bagian 2)

Setelah memeluk Islam, Meurah Silu berganti nama Sultan Malikussaleh.   

Abdul Hadi WM (2001) menyatakan ada banyak sumber sejarah peran sufi dalam islamisasi Nusantara.

***

Sumber sejarah Sulawesi Selatan mengungkapkan bahwa raja Gowa dan penduduknya diislamkan pada awal abad ke-17 oleh seorang ulama sufi dari Minangkabau yang datang dengan sebuah kapal dagang besar disebut padekawang.

Sumber sejarah Banten Hikayat Maulana Hasanuddin menceritakan sufi yang bernama Syarif Hidayatullah dan putranya Maulana Hasanuddin mendakwahkan Islam kepada raja dan penduduk Banten.

Sedangkan salah satu versi Babad Tanah Jawi menceritakan bahwa Jawa Timur mulai diislamkan pada awal abad ke-15 M oleh Syekh Jumadil Kubro, seorang sufi dari Samarkan yang datang bersama para pengikutnya menumpang sebuah kapal dagang yang bertolak dari Pasai.

Nama sufi ini terkenal semenjak Gus Dur beberapa kali menziarahi makamnya yang terletak di Troloyo Trowulan Mojokerto. Kini, makam yang terletak di dalam kompleks Situs Trowulan menjadi salah satu tujuan ziarah kaum muslim, selain makam Walisongo.

Islamisasi Jawa oleh Walisongo

Begitupula, dalam islamisasi Jawa khususnya, peran Walisongo tidak dapat diabaikan. Semua Walisongo adalah keturunan Nabi Muhammad (hlm. 8).

Para wali mendakwahkan Islam yang inklusif dan akomodatif terhadap kebudayaan setempat. Islam ‘disajikan’ dalam kemasan atraktif dan disesuaikan dengan kepercayaan serta praktik keagamaan lokal.

Sunan Bonang Tuban, misalnya, mendakwahkan Islam melalui pengajaran puitis yang disebut dengan suluk, sebuah istilah dalam sufisme yang berarti perjalanan menuju Tuhan.

Toleran

Bagi sebagian orang, wajah Islam Nusantara yang terpengaruh sufisme menampakkan Islam yang lentur, tentatif, dan sinkretis. Karena itu, Islam Nusantara dianggap bukan Islam sebenarnya seperti yang diajarkan Nabi Muhammad.

Baca Juga  Fikih Peradaban: Membawa Lokalitas Islam Nusantara ke Dunia Global

Sebuah penilaian yang menuntut penilaian ulang. Justru, karena sufisme Islam Nusantara menghadirkan Islam yang sebenarnya: Islam yang toleran dan moderat. Berkat sufisme pula, Islam diterima oleh berbagai penduduk dan kebudayaan Nusantara.                    

Buku karya Profoser Sejarah Universitas Princeston ini bermula dari pertanyaan menggelitik: Islam tidak terlahir di Nusantara, mengapa agama yang didakwahkan Nabi Muhammad di Jazairah Arab ini dipeluk mayoritas penduduk Nusantara.

Bahkan, Muslim di Nusantara merupakan Muslim terbesar di dunia. Seolah mengamini tesis sejarawan AH Johns (1961), M. Naquib al Attas (1972), dan Mohd. Taib Osman (1974), Michael Laffan meyakini bahwa awal Islam Nusantara adalah Islam yang disebarkan para sufi.  

***

Buku dengan gambar sampul seorang Muslim Jawa dengan memakai blangkon ini seolah menegaskan karateristik Islam Nusantara yang akomodatif terhadap budaya lokal. Di sisi lain, buku ini tidak melulu berbicara sufisme dalam islamisasi Nusantara, melainkan berbicara pula perdebatan wacana sufi-filsafat yang melibatkan cendekiawan Muslim abad ke-14 hingga abad ke-15 serta pergumulan sufisme dengan kolonialisme hingga pergerakan nasional.  

Namun, yang patut dicamkan adalah karateristik Islam moderat yang diusung sufisme mendapat tantangan dari gerakan salafisme radikal yang muncul sejak awal abad ke-19 (hlm. 203). Sebuah tantangan yang membutuhkan jawaban.  

Judul Buku: Sejarah Islam di Nusantara
Penulis: Michael Laffan
Penerjemah: Indi Aunullah dan Rini Nurul Badariah
Penerbit: Bentang, Yogyakarta
Cetakan: September 2015
Tebal: xx + 328 halaman
ISBN: 978-602-291-058-9

Editor: Yahya FR                                

Muhammad Ainun Najib
7 posts

About author
Dosen UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung
Articles
Related posts
Review

Kumandang Dakwah Sang Pembaharu dari Paciran: Kiai Muhammad Ridlwan Syarqawi

3 Mins read
Muhammadiyah dikenal sebagai gerakan pembaharu (tajdid) sekaligus pemurnian akidah Islam. Sejak awal berdirinya di Yogyakarta, Kiai Ahmad Dahlan telah menancapkan pakem kokoh…
Review

Memahami Teks, Menyadari Konteks: Review Buku Interaksi Islam Karya Mun'im Sirry

5 Mins read
Buku ini, Interaksi Islam, karya terbaru Prof. Mun’im Sirry, mengusung tiga tema besar: Pertama, penelusuran aktivitas relasi antaragama di masa awal Islam,…
Review

Belajar Kehidupan dari Dilarang Mencintai Bunga-Bunga Karya Kuntowijoyo

4 Mins read
“Membaca karya Kuntowijoyo ini pembaca akan merasakan bagaimana sensasi imajinasi yang membuat pikiran merasa tidak nyaman.” (Buku Cerpen Dilarang Mencintai Bunga-Bunga, Kuntowijoyo)…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds