“Banyak yang datang ke sini, melihat bangunan megah Edutorium, dan mereka nangis, mas. Mereka bangga sekaligus terharu karna Muhammadiyah punya bangunan sebesar ini,” ujar Bambang Sukoco, Sekretaris Panitia Muktamar Muhammadiyah – Aisyiyah 48.
Muktamar Muhammadiyah – Aisyiyah 48 yang akan digelar pada 18-20 November 2022 tersebut dilaksanakan di Universitas Muhammadiyah Surakarta. Sebelum pandemi, panitia memperkirakan bahwa warga Muhammadiyah yang datang ke Kota Solo untuk mengikuti Muktamar mencapai lebih dari satu juta jiwa.
Namun, karena pandemi, peserta yang datang dibatasi menjadi sekitar 1400 peserta saja. Terdiri dari anggota Tanwir dan Ketua Umum PDM/PDA. Selain itu, peserta mengikuti dari daerah atau wilayah masing-masing.
Sementara itu, ribuan warga Muhammadiyah di seluruh Indonesia yang telah mempersiapkan diri sebagai penggembira Muktamar dan ternyata gagal mengikuti Muktamar, tetap datang dan melihat-lihat lokasi Muktamar.
Beberapa bulan terakhir, panitia penerima Muktamar terus menerima tamu warga Muhammadiyah dari berbagai daerah. Mereka ingin melihat-lihat lokasi Muktamar sekaligus berwisata di Solo dan sekitarnya. Sebagai obat karena tidak jadi mengikuti Muktamar. Warga Muhammadiyah dan Aisyiyah yang datang ke UMS sangat antusias dan berharap dapat kembali hadir saat pelaksanaan Muktamar November mendatang.
Ibu-ibu Aisyiyah yang berkunjung sering menangis ketika masuk ke Edutorium KH. Ahmad Dahlan UMS. Mereka terharu bisa menjadi bagian dari organisasi sebesar Muhammadiyah. Ibu-ibu tersebut memiliki rasa kepemilikan terhadap Muhammadiyah dan Aisyiyah.
Edutorium dibangun pada tahun 2019, menjelang dilaksanakan Muktamar yang awalnya dijadwalkan pada Juli 2020. Pembangunan Edutorium menelan biaya hingga lebih dari 300 miliar rupiah dan akan menjadi venue utama pada Muktamar ke-48.
Muktamar Muhammadiyah 48: Perpaduan Budaya dan Teknologi
Menariknya, Muktamar Muhammadiyah 48 ini mengusung tema ‘Memajukan Indonesia Mencerahkan Semesta’ dengan balutan budaya dan teknologi. Nuansa budaya dan teknologi akan menjadi nuansa utama dalam seluruh rangkaian kegiatan Muktamar. Nuansa budaya dan teknologi merupakan perwujudan nilai Islam yang berkemajuan sekaligus perwujudan dari tema Memajukan Indonesia Mencerahkan Semesta.
Bambang Sukoco menyebutkan bahwa panitia akan memberikan sebuah kesan yang tak akan terlupakan kepada peserta Muktamar di Surakarta nanti. Pasalnya ia menjelaskan bahwa setibanya di bandara, peserta akan disambut oleh LO (liasion officer/nara damping) Salamu, yang berarti Satuan Layanan Muktamar Muhammadiyah.
LO Salamu akan menjamu para peserta muktamar setibanya mereka di Surakarta dengan budaya dan filosofi aruh, lungguh, dan suguh. Aruh berarti sapa, pendampingan atau penyambutan dengan suka cita pada para peserta muktamar. Lungguh berarti duduk, atau pelayanan yang terbaik kepada para peserta dengan fasilitas kegiatan maupun peristirahatan dengan nyaman dan aman. Suguh berarti penghidangan, maka disini peserta akan dihidangkan dengan beragam makanan khas Solo dan kegiatan ramah tamah yang ada di Solo.
Berbagai macam fasilitas atau sarana prasarana sudah dipersiapkan jauh-jauh hari, bahkan sejak beberapa tahun yang lalu. Muktamar Muhammadiyah di Surakarta ini akan dimeriahkan dengan kearifan budaya dan warga Surakarta. Baik secara identitas maupun secara layanan.
Dalam hal teknologi, peserta akan memilih formatur dengan sistem e-voting. Selain itu, presensi, pembayaran dan lain-lain juga akan diberikan secara digital sehingga meminimalisir tumpukan sampah. Kertas bekas voting, kertas presensi, kertas materi persidangan, dan lain-lain akan menjadi tumpukan sampah beberapa tahun kemudian. Sehingga, penggunaan IT juga dapat membantu meminimalisir tumpukan sampah. Muhammadiyah ingin melakukan optimalisasi layanan peserta muktamar melalui IT.
Muktamar tersebut akan digelar secara hybrid. Ada sekitar 1400 peserta yang datang ke lokasi di Universitas Muhammadiyah Surakarta. Sementara ribuan peserta lain akan berada di tempat masing-masing dan mengikuti Muktamar secara daring. Dengan konsep hybrid, nuansa perpaduan budaya dan teknologi menjadi semakin hidup.
Editor: Yusuf