Hadirnya hukum Islam progresif merupakan keniscayaan dalam menjawab centang perenang permasalahan hukum yang terus berlangsung. Secara substansial titik tekan hukum progresif berusaha mewujudkan wajah hukum Islam yang fleksibel, tidak stagnan, dan bisa menyesuaikan diri dengan dinamika gerak zaman.
Sebagaimana mengutip Ibnu Qayyim Al-Jauzi (1350), dalam Kitab ‘A’lam al-Muwaqqi’in ‘an Rabbul ‘Alamin, juz III, 79 : 1971: fainna hukm yadȗru ma’a ‘illatihi wa bi shahabihi wujȗdan wa’daman. Hukum berputar sesuai dengan sebab dan penyebabnya, baik ada dan tiada—‘illat hukum itu sendiri; yang mencakup perubahan tempat, waktu, dan lingkungan.
Untuk menjawab segala problematika hukum Islam—khususnya di era kekinian—tidak melulu bertumpu pada otentisitas wahyu Tuhan dan sabda Nabi. Namun ada sarana lain yaitu ijtihad. Sebagaimana yang pernah dilakukan Mu’adz bin Jabal ketika Rasul mengutusnya ke Yaman.
Penegasan ijtihad ini memiliki korelasi dengan pernyataan al-Syaikh Muhammad Abu Zahrah (1986 : 6): wainna al-nuṣȗṣ tatanâhî, walâkinn al-hawâdits lâ tatanâhî. Titah Tuhan (nash) telah berakhir (final), akan tetapi peristiwa (perlu penyegaran ijtihad) itu tidak akan pernah berakhir.
Maka, menjadi wajar kehadiran buku berjudul: Hukum Islam Progresif Antara Universalitas dan Lokalitas, karya Malthuf Siroj ini bisa mewarnai gagasan segar bahwa hukum Islam memiliki karakter khas yang tidak sama dengan jenis hukum lainnya, antara lain bersifat rabbânî (parenial-transeden), komprehensif, mudah, realistis, moderat, fleksibel, lentur, selalu dapat beradaptasi dengan realitas sosial yang ada, dan tidak memberi beban hukum di luar batas kemampuan subjek hukum (hlm. vi).
Hukum Islam progresif setidaknya menjadi jembatan pengetahuan—agar kita tidak terbelenggu jeruji besi teks kering makna—yang memperbincangkan antara nilai-nilai universal juga berdialektika dengan nuansa lokalitas di mana hukum Islam itu diberlakukan pada masyarakat tertentu.
Oleh karena itu, hukum Islam memiliki kandungan nilai yang luas, seperti keadilan, musyawarah mufakat, menjunjung tinggi HAM, dan nilai-nilai universal lainnya. Sehingga membuat eksistensi hukum Islam diterima oleh masyarakat Indonesia.
Produk Hukum Islam Progresif
Tak ayal, produk hukum Islam bernuansa progresif banyak dilahirkan oleh ormas Islam, seperti NU-Muhammadiyah dengan metodologinya masing-masing. Di Indonesia juga muncul para pemikir hukum Islam yang merepresentasikan pemikir-pemikir personal, di antaranya: Hasbi Ash-Shiddiqi dengan karya Fiqh Indonesia, Hazairin dengan Fiqh Mazhab Nasional, Munawir Syadzali dengan Reaktualisasi Ajaran Islam, Abdurrahman Wahid dengan Pribumisasi Islam, Sahal Mahfudz dengan Fiqh Sosial, dan Masdar Farid Mas’udi dengan Agama Keadilan.
Tema-tema hukum Islam yang mereka tawarkan merupakan corak lokal yang diangkat oleh tokoh-tokoh tersebut menunjukkan bahwa dengan pendekatan sosiologis, mereka ingin hukum Islam selalu bersinergi dengan dinamika lokal masyarakat (hlm. 45).
Hukum Islam tidak bisa dipisahkan dari sentuhan filsafat, sosiologi, psikologi, dan disiplin ilmu lainnya, agar produk yang dihasilkan melahirkan substansi hukum yang progresif dan inklusif bagi masyarakat. Terobosan hukum yang substantif sangat dibutuhkan dalam menelaah tiap kasus hukum yang terjadi di sekitar kita.
Hal ini sebagai respons terhadap penanganan hukum yang timpang; tumpul ke atas, tajam ke bawah. Korban yang dijadikan pelaku, sedang pelaku dijadikan korban. Di samping, kasus salah tangkap (error in persona atau objecto) oleh aparat penegak hukum— dalam konteks pidana—sering kali menghiasi media cetak dan layar kaca.
Seolah-olah asas equality before the law dan Pasal 27 (ayat) 1; Pasal 238 D (ayat) 1; Undang-undang Dasar 1954, UU Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana serta PP Nomor 27 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana tidak memiliki taji secara materiil maupun formil.
***
Berkenaan dengan hukum—baik Hukum Islam dan Hukum Positif—yang telah diberlakukan, khususnya di Indonesia, sangat dibutuhkan pembaharuan dari segi penerapannya ke arah yang progresif dan inklusif. Setidaknya, buku ini menambah deretan cakrawala pemikiran yang cocok dikonsumsi masyarakat umum—khususnya para akademisi dan penegak hukum.
Melalui buku setebal 200 halaman ini, pembaca diajak untuk mencerna ulang tiap peristiwa hukum, yang tidak hanya berpatokan pada teks hukum. Kendatipun, masyarakat Indonesia—pada khususnya—juga sangat membutuhkan hukum serta penegakan hukum (law enforcement)) yang menjamin asas kemanfaatan, keadilan, dan kepastian hukum bersama secara substansial.
Judul: Hukum Islam Progresif Antara Universalitas dan Lokalitas
Penulis: Dr. A. Malthuf Siroj, M.Ag
Editor: Ahmad Zayyadi
Penerbit: Pustaka Ilmu, Yogyakarta
Cetakan: Pertama, Mei 2021
Tebal: xviii + 200 Halaman
ISBN: 978-623-6225-15-8
Editor: Yahya FR