Tarikh

Kisah Bani Israil dan Lembah Tih

4 Mins read

Bani Israil, umat terdahulu dengan banyak kisah, salah satunya ialah kisah di lembah Tih. Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam  Al-Qur’an bahwa kaum Bani Israil merupakan kaum yang membangkang, mereka tidak pernah bersyukur terhadap apa yang Allah berikan kepada mereka. Bahkan ada dari mereka yang mengabaikan perintahnya. Bani Israil sungguh kaum yang tak beretika, ia telah diberi nikmat namun ia mengkufurinya. Kenikmatan yang telah diberikan ole Allah belum mampu untuk menjadikan mereka menjadi kaum yang taat kepada Allah. Sungguh ini merupakan pemandangan yang sangat menyedihkan yang telah mereka tunjukkan.

Lembah Tih

Dari segi bahasa kata Tih berasal dari kata Taaha yang berarti “tersesat, kesasar, dan mengembara”.  Dalam buku “Kisah-Kisah Dalam Al-Quran” dijelaskan bahwa at-Tih maksudnya ialah bahwa Bani Israil berputar-putar bingung, tidak mengetahui jalan ke Baitul Maqdis. Tih merupakan nama tempat yaitu Lembah Tih yang teletak di wilayah Palestina. 

Wilayah Palestina mempunyai sejarah yang panjang dan riuh yang penuh dengan gejolak politik, budaya, perdagangan, dan persimpangan agama-agama. Batas-batas wilayah ini selalu berubah-ubah sepanjang sejarah. Hal ini disebabkan karena adanya konflik, yang mana sampai sekarang konflik perebutan wilayah tersebut belum dapat dicari titik terangnya.

Bani Israil

Bani Israil merupakan bangsa yang sangat menentang dan durhaka terhadap ajaran yang dibawa oleh utusan Allah, khususnya nabi Musa a.s. ia telah melihat tanda-tanda kemukjizatan yang diberikan oleh Allah kepada Bani Israil namun mukjizat tersebut belum menyentuh hati mereka sedikit saja sehingga mereka tetap ingkar terhadap ajaran yang telah dibawa oleh nabi Musa a.s. Dalam kisah-kisah israiliyat disebutkan bahwa yang menyebabkan fitrah  Bani Israil ternodai ialah karena jarak antara nabi Musa dan Yusuf yang terpaut cukup jauh.

Baca Juga  Potret Peradaban Bangsa Arab Sebelum Kedatangan Islam

Mereka sangat menyukai emas, gemar mengumpulkan harta benda dan kekayaan. Mereka menyembah harta mereka bukan menyembah Allah SWT. Nilai harta dan kekayaan begitu tinggi di hati mereka. Bahkan nilai iman sekalipun tidak ada harganya bagi mereka. Hal inilah yang menyebabkan jiwa mereka selalu tersesat dari kebenaran. Mereka selalu bengkok, tidak pernah lembut ataupun lurus. Dalam surat al-Imron ayat 181 Allah berfirman:

لَقَدْ سَمِعَ اللَّهُ قَوْلَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ فَقِيرٌ وَنَحْنُ أَغْنِيَاءُ سَنَكْتُبُ مَا قَالُوا وَقَتْلَهُمُ الأنْبِيَاءَ بِغَيْرِ حَقٍّ وَنَقُولُ ذُوقُوا عَذَابَ الْحَرِيقِ

Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan orang-orang yang mengatakan: “Sesungguhnya Allah miskin dan kami kaya”. Kami akan mencatat perkataan mereka itu dan perbuatan mereka membunuh nabi-nabi tanpa alasan yang benar, dan Kami akan mengatakan (kepada mereka): “Rasakanlah olehmu azab yang membakar.”  

Kebodohan Bani Israel

Awal kisah mulai memasuki lembah Tih ialah saat Musa a.s dan Bani Israil berhasil keluar dari Mesir. Mereka berhasil lari dari penyembahan Firaun yang kejam dengan berhala-berhalanya. Ketika Allah dengan gamblang menunjukkan keagungan dan kekuasaan-Nya kepada Bani Israil berupa mukjizat terbelahnya lautan oleh tongkat nabi Musa a.s sebagai jalur emas yang dikehendaki Allah untuk menyelamatkan kaum Bani Israil dari Raja Ramses II yang sangat kejam.

Namun sangat mengherankan, setelah keluar dari Mesir mereka meminta kepada Musa untuk membuatkan berhala untuk mereka sembah. Ini adalah salah satu bukti betapa bodohnya Bani Israil. Kebodohan dan kekufuran adalah dua hal yang saling berkaitan dan berdampingan. Kebodohan yang dimaksud ialah kedunguan dan kesesatan. Mereka telah melihat tanda-tanda dan kekuasaan Allah Swt yang menunjukkan kebenaran akan ajaran yang dibawa oleh Musa a.s..

Baca Juga  Kebijakan Khalifah Umar bin Khattab Hadapi Wabah Penyakit

Musa terus menyerukan ajarannya kepada mereka dengan menyatukan tauhid rububiyah dan uluhiyah. Tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Dia. Akhirnya Musa a.s berhasil membungkan kaumnya dan mengingatkan mereka kepada Allah Swt hingga mereka tunduk.

Namun dalam ayat-ayat tersebut belum tertangkap isyarat mereka yang menunjukkan ketaubatan mereka. Diamnya Bani israil adalah contoh diamnya orang bodoh dan sesat, mereka seperti keledai yang dituntun oleh tuannya. Meski sebenarnya mereka tidak suka namun mereka diam karena mereka tidak punya tempat bernaung selain tuannya.

Detik-Detik Memasuki Baitul Maqdis

Musa bersama kaumnya terus berjalan menuju Syam. Syam merupakan tempat hijrah para nabi dan kiblat mereka waktu itu. Ia terus berjalan tepatnya mengarah ke Baitul Maqdis yang pada saat itu berada pada jajahan kaum musyrikin. Sangat mustahil memasuki Baitul Maqdis tanpa peperangan kala itu.

Para penjajah Baitul Maqdis memiliki kekuatan dan ketangguhan perang yang sangat hebat. Kemudian Musa a.s menyeru kepada kaumnya dan memotivasi mereka agar berperang dan memasuki tanah suci atas perintah Allah Swt. Seraya mengingatkan kepada mereka atas nikmat yang telah dikaruniakan kepada mereka.

Diantaranya,  Allah Swt jadikan nabi dan rasul di tengah-tengah mereka, memberi mereka kekuasaan, menyelamatkan mereka dari Firaun dan siksaannya. Dengan demikian apabila jihad disandingkan dengan nikmat tidak lain hanya seperti sebutir pasir di tengah lautan nikmat. Tapi apa boleh buat, jiwa mereka yang busuk dan melihat beban-beban iman yang sangat memberatkan, sikap mempersulit yang melekat pada jiwa mereka

Bani Israil di Lembah Kembara

Bani Israil mengelilingi daerah kosong, mereka menempuh jarak ratusan mil di dalam kota Sinai, tetapi mereka selalu kembali ke tempat semula lagi. Kemudian mereka mengambil jalan lain lagi, dan begitu seterusnya. Wilayah kembara yang mereka lalui adalah hanya sebagian kawasan Saina. Wilayah ini merupakan padang pasir tanpa tanaman, kecuali hanya sedikit saja. Mereka berada di sana selama 40 tahun tanpa bekal apapun, laksana orang yang dihukum mati secara perlahan-lahan.

Baca Juga  Masuk Surga dan Neraka karena Seekor Lalat

Selama di bumi kembara mereka berusaha untuk mencari makanan tetapi mereka tidak mendapatkannya. Meski dengan sikap durhaka yang telah mereka lakukan, namun Allah tetap pemurah. Allah memberi mereka makanan dan minuman ditengah hukuman yang mereka jalani sebab kedzaliman mereka.

Rahmat Allah selalu mendahului murka-Nya. Dengan rahmat-Nya Allah memberikan kepada mereka dua makhluk paling menakjubkan, yaitu manna dan salwa.

Manna adalah cairan manis seperti madu yang menetes dari pepohonan seperti embun yang sangat putih dan manis rasanya. Mereka mendapatkan cairan ini di pepohonan dan di sela rumah-rumah mereka. Kala malam tiba salwa datang. Salwa adalah burung gemuk yang dapat mereka tangkap dengan mudah. Dengan demikian mereka mendapatkan makanan pada pagi dan petang.

Mereka berada dalam kenikmatan yang besar: makanan, minuman, naungan awan, rasa aman, dan musuh mereka dibinasakan. Hanya saja sifat-sifat tamak itu memenuhi jiwa-jiwa mereka. Kehidupan baik yang mereka jalani di lembah Tih merupakan ganti dari Allah atas kepedihan yang  mereka hadapi pada masa Firaun. Jiwa mereka amatlah buruk. Mereka merasa bosan dengan manna dan salwa dan berkeluh kesah akan air jernih yang memancar berkat tongkat nabi yang mendapat perintah dari Allah. Wallaahua’lam.

Avatar
9 posts

About author
Aida Ayu Lestari, mahasiswa jurusan ilmu al Quran dan tafsir asal Blimbing-Paciran-Lamongan
Articles
Related posts
Tarikh

Ahli Dzimmah: Kelompok Non-Muslim yang Mendapat Perlindungan di Masa Khalifah Umar bin Khattab

2 Mins read
Pada masa kepemimpinan khalifah Umar bin Khattab, Islam mengalami kejayaan yang berkilau. Khalifah Umar memainkan peran penting dalam proses memperluas penyebaran Islam….
Tarikh

Memahami Asal Usul Sholat dalam Islam

5 Mins read
Menyambut Isra Mi’raj bulan ini, saya sempatkan menulis sejarah singkat sholat dalam Islam, khususnya dari bacaan kitab Tarikh Al-Sholat fi Al-Islam, karya…
Tarikh

Menelusuri Dinamika Sastra dalam Sejarah Islam

3 Mins read
Dinamika sastra dalam sejarah Islam memang harus diakui telah memberikan inspirasi di kalangan pemikir, seniman, maupun ulama’. Estetika dari setiap karya pun,…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *