KH. Hasyim Asy’ari adalah tokoh kalangan pesantren dan sekaligus pendiri organisasi Islam Nahdlatul Ulama yang sangat berpengaruh pada masa penjuangan kemerdekaan Indonesia. Beliaulah yang mencetuskan Resolusi Jihad melawan para penjajah sebagai bentuk jihad fi sabilillah.
Munculnya Resolusi Jihad tidak dapat dipisahkan dari serangkaian peristiwa sejarah sebelumnya. Setelah kemenangan sekutu terhadap Jepang, yang ditandai dengan menyerahnya Jepang tanpa syarat pada 14 Agustus 1945, maka Indonesia segera memproklamirkan kemerdekaanya pada tanggal 17 Agustus 1945.
Tercetusnya Fatwa Resolusi Jihad
Ketika bangsa Indonesia baru saja merdeka dari penjajah dan masih menata sistem pemerintahan, sekutu kembali datang dengan membonceng NICA. Pada bulan September 1945, Belanda datang ke Surabaya dengan membawa kapal perang Inggris, hingga akhirnya membuat arek-arek Surabaya melakukan perlawanan.
Melihat situasi seperti itu, Presiden Soekarno mengirim utusan untuk menghadap KH. Hasim Asy’ari. Melalui utusannya Soekarno bertanya kepada KH. Hasim Asy’ari, “Apakah hukumnya membela tanah air, bukan membela Allah, membela Islam, atau membela Al-Qur’an, sekali lagi membela tanah air?”.
Sebagai respon atas pertanyaan tersebut, pada tanggal 21-22 Oktober 1945, KH. Hasim Asy’ari mengadakan rapat dengan mengumpulkan para ulama dan konsul-konsul NU se-Jawa Madura. Rapat tersebut bertujuan mengeluarkan fatwa tentang hukum bangsa Indonesia untuk melawan penjajah.
Rapat dipimpin oleh KH. Abdul Wahab Hasbullah, yang diawali dengan penyajian amanat KH. Hasim Asy’ari tentang landasan hukum Islam atas kewajiban umat Islam pria maupun wanita dalam mempertahankan kemerdekaan tanah airnya. Setelah dilangsungkan tukar pendapat dan musyawarah, akhirnya menghasilkan satu keputusan.
Keputusan tersebut diberi nama Resolusi Jihad. Resolusi Jihad sejatinya sebagai bentuk jawaban dan meminta ketegasan kepada pemerintah untuk segera mendeklarasikan perang jihad sebagai bentuk perlawanan bangsa Indonesia terhadap penjajah.
Fatwa Resolusi Jihad memiliki pengaruh yang cukup besar bagi ketahanan bangsa Indonesia. Rakyat, santri, dan para pejuang dikobarkan semangatnya untuk mempertahankan negaranya, mempertahankan hak-hak politik untuk hidup merdeka dan bebas dari penjajahan.
Resolusi Jihad pada tanggal 22 Oktober 1945, sebagai bentuk seruan melakukan perlawanan secara fisik untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Melakukan perlawanan fisik kepada sekutu dan Belanda yang ingin merebut kembali kemerdekaan Indonesia, adalah wajib hukumnya bagi setiap muslim (fardlu ‘ain).
Resolusi tersebut sebagai bentuk manifestasi nasionalisme keagamaan para ulama dan santri. Mereka yang berasal dari kalangan pesantren dan tokoh-tokoh muslim pedesaan, menunjukan kontribusinya untuk negara dengan membentuk Laskar Jihad Sabilillah dan Hizbullah sebagai wadah perlawanan umat Islam.
Pertempuran 10 Nopember 1945
Resolusi Jihad berdampak besar pada pasukan tentara Nahdliyin. NU mempunyai tentara Hizbullah. Hizbullah memiliki pasukan berani mati (Jibakutai) dan barisan pelopor (Suishinta). Para tentara Hizbullah memperoleh berbagai latihan pertempuran dan latihan kemilitiran.
Para Nahdliyan yang terjun di pertempuran tidak sedikit yang mengenakan jimat pemberian kiai desa. Bahkan sebelumnya, Bung Tomo juga meminta nasehat kepada KH. Hasyim Asy’ari. Nasehat KH. Hasyim Asy’ari menjadi rujukan utama Bung Tomo dalam menghadapi pertempuran 10 Nopember 1945 di Surabaya.
Resolusi Jihad tersebar luas dikumandangkan Bung Tomodengan mengucapkan takbir melalui radio. Hal ini membuat arek-arek Surabaya dan masyarakat Jawa Timur yang mayoritas warga NU terbakar semangatnya. Ribuan santri dan pejuang dari berbagai daerah menuju ke Surabaya bersatu melawan penjajah.
Teriakan Allahu Akbar…Allahu Akbar… memberikan kekuatan magis bagi para pejuang. Atas dasar semangat nasionalisme, keagamaan, dan ideology, membuat para pejuang dengan gagah berani tidak takut mati untuk melawan penjajah. Perang tak terelakkan sampai mengakibatkan Jenderal Mallaby tewas.
Perjuangan santri dan umat Islam tidak lepas dari dukungan fatwa KH. Hasyim Asy’ari yaitu; Bagi sekalian orang Islam, yang dewasa untuk berjuang melawan musuh yang akan menjajah Indonesia kembali, hukumnya adalah fardhu ‘ain. Mati di medan perang dalam rangka memerangi musuh umat Islam adalah mati syahid.
22 Oktober Sebagai Hari Santri
Suatu bentuk upaya yang dilakukan dari kalangan pesantren untuk mengingatkan, mengenang, dan meneladani perjuangan para santri yang telah berjuang mempertahankan kemerdekaan Indonesia adalah dengan mengusulkan agar ditetapkannya hari santri.
Penetapan ini perlu dilakukan sebagai bentuk penghormatan dan mengingatkan sejarah. Bahwa Resolusi Jihad KH. Hasyim Asy’ari menjadi magnet penggerak santri, pemuda, dan masyarakat untuk berjuang mempertahankan kemerdekaan Indonesia, yang mencapai puncaknya pada peperangan 10 Nopember 1945.
Oleh karena itu, Presiden Joko Widodo memutuskan dan menetapkan tanggal 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional. Sebagai bentuk pengakuan dan penghormatan negara kepada para kiai dan santri yang telah berjuang mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Bacaan:
Bustam, Abdul Latif. 2015. Resolusi Jihad. Jombang: Pustaka Tebuireng.