Feature

Ternyata Kiblatnya Orang Syiah Juga ke Ka’bah

2 Mins read

Menginjakkan kaki di Tanah Persia tepatnya di Qom adalah pengalaman yang tak pernah saya bayangkan sebelumnya dalam hidup. Tujuan awal datang ke negara Republik Islam Iran ini adalah untuk menempuh pendidikan Doktoral saya, tepatnya di Kampus Mustafa International University Tehran. Namun karena aturan dari kampus, para mahasiswa yang baru datang ke Iran harus transit di Qom untuk melakukan pengecekan kesehatan, administrasi dan keperluan lainnya.

Kesempatan transit tersebut tidak mungkin saya sia-sia kan. Saya dengan tiga teman saya dari Indonesia lainnya memanfaatkan waktu kosong dengan berziarah ke Haram/makam Sayidah Fatimah Maksumah. Sayidah Fatimah Maksumah adalah putri dari Imam Musa Kadzim bin Ja’far atau adik perempuan dari Imam Ridho. Sangking alim dan luhur budinya, beliau diberikan gelar maksumah.

Di komplek Haram tersebut tepatnya di sebelah makam Sayidah maksumah juga terdapat makam para ulama-ulama Islam di Iran seperti Alama Tabatabai, Murtadha Muthahari, dll. Senang sekali rasanya berziarah ke Sayidah Maksumah plus dapat bonus berziarah ke ulama-ulama tersebut, khususnya Murtadha Muthahari. Murtadha adalah pemikir Iran yang menjadi idola banyak aktivis muslim di Indonesia termasuk saya.

Namun sayangnya, tempat inilah yang sering menjadi bahan fitnah di media-media yang dituduhkan kepada kelompok Syiah. Haram Sayidah Maksumah dituduhkan menjadi kiblat dan tempat hajinya Mazhab Syiah. Lebih jelasnya menurut fitnah oknum-oknum tersebut kelompok Syiah ketika sholat tidak berkiblat ke Ka’bah dan tidak berhaji ke Mekkah namun ke Haram Sayidah Maksumah yang sedang saya kunjungi ini.

Padahal hal tersebut adalah fitnah yang sangat ngawur dan tidak berdasarkan fakta. Satu komplek dengan makam Sayidah maksumah terdapat masjid untuk sholat. Namun para jamaah tidak menghadap ke makam Sayidah maksumah, tetap menghadap ke Kiblat Ka’bah pada umumnya dan orang Syiah tetap berhaji ke Mekkah.

Baca Juga  Jamaluddin Al-Afghani (9): Petualangan Intelektual dan Politik di Iran, Rusia, dan Jerman

Selain itu saya juga berkesempatan berjamaah sholat Dzuhur di masjid tersebut. Sebelum berangkat ke Iran kawan-kawan saya yang Syiah sebenarnya sudah sering mengingatkan saya untuk tetap salat cara Muhammadiyah, tidak perlu berpura-pura menjadi Syiah di Iran. Hal tersebut agar saya bisa membuktikan langsung apakah benar di Iran orang non Syiah akan didiskriminasi.

Kebetulan dalam jamaah tersebut saya masbuk/telat sehingga ada kesempatan masyarakat Iran yang mayoritas Syiah bisa melihat tata cara salat saya yang berbeda dengan mereka. Selesai salam dua kali langsung saya memantau respon orang yang salat di sekitar saya.

Hasilnya adalah biasa saja, tidak ada yang melihat sinis kepada saya apalagi sampai mendiskriminasi. Bahkan setelah bubar shalat ada beberapa orang Iran yang saling lempar sapa ke saya dengan kata “Salom” (sapaan khas orang Iran). Mungkin karena mereka tau saya berasal dari Asia Tenggara.

Namun sebenarnya saya sudah mengetahui bahwa orang Syiah tidak akan mendiskriminasi saya sebagai non Syiah sejak sebelum masuk Haram. Tepatnya di tempat wudhu komplek Haram tersebut. Tempat wudhu orang Iran yang hanya berbentuk seperti wastafel karena cara wudhu Syiah yang hanya membasuh. Tentu tidak nyaman jika saya berwudhu juga menggunakan wastafel tersebut. Namun pemerintah Iran di komplek wudhu haram tersebut juga menyediakan tempat wudhu yang sesuai dengan cara wudhu orang non Syiah.

Tempat wudhunya tepatnya seperti yang sering kita lihat di masjid-masjid Indonesia bahkan ada tempat duduknya di setiap kerannya. Pembuatan tempat wudhu untuk orang non Syiah tersebut bukan hanya bertujuan agar orang Iran Syiah dianggap toleran. Lebih tepatnya karena ternyata banyak orang non Syiah dari berbagai negara berziarah ke Haram Sayidah maksumah juga. Hal tersebut wajar karena Sayidah Maksumah adalah keturunan Rasulullah SAW.

Baca Juga  Belajar Islam Kepada Muallaf, Apa Tidak Keliru?

Editor: Yusuf

Avatar
7 posts

About author
Penulis
Articles
Related posts
Feature

Cerita Mudik Lebaran 2024 (3): Jalur Lintas Tengah Sumatera yang Tak Lagi Sepi

5 Mins read
Palembang, Ahad, 7 April 2024. Pukul 06.00 kami keluar dari Hotel Azza. Destinasi pertama adalah Jembatan Ampera. Malam sebelumnya kami kesini di…
Feature

Cerita Mudik Lebaran 2024 (2): Dahsyatnya Mudik Hari Raya Rute Jakarta-Palembang

5 Mins read
Tengah malam di Stasiun Pasar Senen Jakarta, Sabtu 06 April 2024. Tepat pukul 03.05 KA Jayakarta dari Jogja  dan dua penumpang Onti…
Feature

Cerita Mudik Lebaran 2024 (1): Kembali ke Titik Nadir

6 Mins read
Jogja, Rabu 03 April 2024. Pukul 14.00 sebuah mobil memulai perjalanan menuju tempat yang jauh, Kerinci-Sumatera. Sang sopir dilanda rindu kampung halaman. Meski…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *