Ibadah

Ragam Pendapat tentang Jatuhnya Malam Lailatul Qadar

3 Mins read

Malam lailatul qadar, secara faktual telah dengan eksplisit Allah Swt firmankan dalam surah al-Qadr, “Lailatu al-qadri khairun min alfi syahr.” (malam al-qadar lebih baik dibanding seribu bulan).

Disebut lailatu al-qadar, karena Allah Swt menakdirkan sesuatu yang Allah Swt kehendaki dari segala urusan-urusanNya, yaitu di antaranya mengenai kematian (ajal), rezeki makhluk-Nya, dan sebagainya.

Definisi lain menyebutkan, sebagian memaknainya dengan lailatu al-hukm (malam keputusan). Versi lain menyebutkan, lailatu al-qadar adalah lailatu al-syarf (malam kemuliaan), disebabkan mulia dan keagungan malam itu.

Imam al-Azhari atau yang sependapat dengannya berkata, “Sesungguhnya kemuliaan lailatu al-qadar pada hakikatnya terletak –atau kembali– pada individu-individu manusia yang melakukan ketaatan di malam itu.” Jadi, siapa saja yang beramal kebajikan (shalih) di waktu itu, maka jadilah ia meraih kemuliaan dan keagungannya. Jelasnya, menurut Imam al-Azhari, kemulian malam lailatu al-qadar dapat direngkuh dan  kembali pada perbuatan (amal shalih) masing-masing orang.

Sebagaimana tersurat dalam surat al-Qadr, “Lailatu al-qadri khairun min alfi syahr..” Kemuliaan satu malam lailatu al-qadar setara dengan kemuliaan 83 tahun 4 bulan lamanya. Dan demikian tersebut kompensasi khusus untuk umat Muhammad. Nabi Saw bermunajat, “Ya Allah, Engkau jadikan umatku pendek umurnya dan sedikit amalnya.” Kemudian, Allah Swt mengabulkannya dengan menganugerahi beliau satu malam, yang kemuliaannya lebih dahsyat dibanding seribu bulan, yaitu lailatu al-qadar.

Ada ragam ikhtilaf mengenai kapan jatuhnya malam lailatu al-qadar. Sebagian berinterpretasi, bahwa ia jatuh papa malam ke-19 bulan Ramadhan. Ada yang berpendapat, malam ke-17. Ada pula yang berpandangan, jatuh pada malam pertengahan bulan Ramadhan. Versi lain menyebutkan, ia jatuh sebulan penuh di bulan Ramadhan. Bahkan, versi lain menyatakan, jatuh pada setahun penuh (sairi al-sanah). Ada juga ulama yang berpandangan, lailatu al-qadar jatuh pada malam kesepuluh terakhir. Pendapat yang terakhir ini menjadi pilihan khusus banyak ulama, berdasar pada satu hadis, “Hiya min asyri al-awakhiri min ramadhan” (ia jatuh di sepuluh akhir bulan Ramadhan).

Baca Juga  Masyarakat Islam Yang Sebenar-benarnya: Bagaimana Bentuk dan Cirinya?

Pendapat tentang Jatuhnya Malam Lailatul Qadar

Imam Nawawi al-Jawi dalam Tafsir Marah Labid menjelaskan, bahwa lailatul qadar terjadi pada malam ke-24 bulan Ramadhan sebagaimana Allah menurunkan paket Al-Quran dalam jumlah satu dari Lauh Mahfuz ke atmosfir dunia. Ibnu Abbas menuturkan, jumlah huruf lailatu al-qadar sebanyak 17 huruf (meski yang lain berpandangan ada 19 huruf) dengan tidak menghitung huruf-huruf kembar. Darinya, kata Ibnu Abbas, “Salah seorang mengabariku, dia merasakan air laut tawar di malam ke 17 bulan Ramadhan, maka aku sampaikan padanya, malam itu terjadi lailatu al-qadar.” (Lihat, jilid 2 halaman 650).

Berbeda dengan pandangan yang telah disinggung di atas, adalah pendapatnya Imam Al-Bujairami, beliau berkata, “Jika lailatu al-qadar jatuh pada malam ke-21, maka lailatu al-qadar jatuh pula pada setahun penuh, tepatnya di tiap-tiap malam tanggal 21”.

Ada juga ulama lain berpendapat, bahwa lailatul qadar jatuh pada tiap-tiap tanggal ganjil di malam ke-10 akhir bulan Ramadhan. Yaitu tanggal 21, 23, 25, 27, dan 29. Pendapat ini dikemukakan oleh Imam Syafi’i yang kemudian dipilih oleh Imam Nawawi.

***

Imam Al-Ghazali memiliki pendapat yang berbeda dari kebanyakan ulama lainnya. Beliau memandang bahwa jatuhnya malam lailatul qadar memiliki keterkaitan dengan –atau tergantung pada– hari awal masuknya bulan Ramadhan. Beliau merinci, jika awal bulan Ramadhan jatuh pada hari Ahad dan Rabu, maka lailatu al-qadar jatuh pada malam ke-29. Jika awal masuk bulan Ramadhan hari Senin, maka ia jatuh pada malam ke-21. Jika hari Selasa, maka jatuh pada malam ke-27. Jika hari Kamis, maka jatuh pada malam ke-25. Dan, jika awal masuk Ramadhan jatuh pada hari Jum’at dan Sabtu, maka lailatul qadar jatuh pada malam ke-23.

Baca Juga  Ramadhan di Al-Azhar: Ada 130 Imam untuk Salat Isya dan Tarawih

Ada lagi salah satu ulama yang memukakan pendapat, bahwa lailatul qadar jatuh pada nishfu Sya’ban (pertengahan bulan Syaban). Namun, mayoritas ulama (jumhur ulama) mengomentarinya, bahwa pendapat tersebut merupakan pendapat yang “syadz” (nyeleneh) dan tidak layak digunakan.

Ditegaskan dalam al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, bahwa lailatul qadar akan selamanya ada dan terjadi (baqiy daim) berlangsung hingga hari kiamat. Meski begitu, ada salah seorang ulama yang berpendapat, malam lailatu al-qadar telah diangkat atau dicabut (yurfa’). Menurut pendapat ini, segala peristiwa penting. Sebagaimana yang diterangkan dalam Al-Quran surah al-Qadr hanya terjadi pada masa Nabi Saw. Bukan sebuah peristiwa yang kontinyu hingga terus berlangsung dari zaman ke zaman pasca kenabian. Namun pendapat ini kontra dengan pendapat ulama masyhur yang mu’tabarah. Bahkan, disinyalir pendapat tersebut adalah pendapat kaum Rafidhah, sebuah massa yang berafiliasi pada penganut dan berpaham Syi’ah.

***

Allah Swt tidak menampakkan jatuhnya lailatul qadar dengan pasti, tidak seperti halnya Malam Jum’at, agar dengan begitu manusia akan selalu berupaya melaksanakan amal ketaatan. Jika ditampakkan, maka kemudian yang akan terjadi mereka melakukan ketaatan pada saat tertentu. Lalu mereka mengaku telah meraih kemuliaan lailatu al-qadar dan menganggap dirinya telah diampuni Allah dan mendapatkan surga hingga dirinya merasa tak perlu lagi melakukan ketaatan.

Demikian ini, sama halnya dengan Allah merahasiakan ajal (waktu kematian) manusia. Seandainya Allah tampakkan, maka yang terjadi manusia menjadi gemar melakukan kemaksiatan selagi batas umurnya masih jauh. Kemudian mereka bertaubat dan melakukan ketaatan setelah ajalnya mendekat. Maka, semua akan menjadi rancu dan rusak. Begitu Syekh Abdul Qodir al-Jilani menjelaskannya dalam al-Ghuniyah.

Meski begitu, dalam kitab yang sama, Syekh Abdul Qodir al-Jailani memberikan sinyalemen akan tanda-tanda lailatul qadar. Pada malam itu udara terasa tidak panas dan tidak juga dingin.  Pendapat lain, pada malam itu tidak terdengar gonggongan anjing, dan matahari terbit di waktu subuh, tanpa adanya pancaran cahaya yang nampak seperti berkilauan. Keajaiban malam itu dapat dirasakan oleh pemilik hati yang lembut, para kekasih Allah, dan orang-orang yang taat yang telah Allah kehendaki dari hamba-hamba-Nya yang mukmin sesuai kadar perilaku, tingkat, dan derajat mereka dalam bertaqarrub kepada Allah Swt.

Baca Juga  Amal Ibadah Bukan Penentu Masuk Surga

Akhirnya, malam lailatul qadar merupakan bagian gaib dan rahasia. Ia semacam alam malakut yang tak mudah tersingkap. Saking tak mudahnya tersibak, Nabi sendiri melaksanakan aneka ibadah di sepanjang bulan Ramadhan dengan penuh, tanpa memberikan pembatasan khusus di antara malam yang satu dengan yang lainnya. Wallahu A’lam.

Editor: Soleh

Related posts
Ibadah

Mengapa Kita Tidak Bisa Khusyuk Saat Salat?

3 Mins read
Salat merupakan ibadah wajib bagi umat Islam. Di dalam Islam, salat termasuk sebagai rukun Islam yang kedua. Sebab, tanpa terlebih dahulu mengimani…
Ibadah

Empat Tingkatan Orang Mengerjakan Shalat, Kamu yang Mana?

4 Mins read
Salah satu barometer kesalehan seorang hamba dapat dilihat dari shalatnya. Dikatakan oleh para ulama, bahwa shalat itu undangan dari Allah untuk menghadap-Nya….
Ibadah

Sunah Nabi: Hemat Air Sekalipun untuk Ibadah!

3 Mins read
Keutamaan Ibadah Wudu Bagi umat Islam, wudu merupakan bagian dari ibadah harian yang selalu dilakukan terutama ketika akan melaksanakan salat. Menurut syariat,…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds