Perspektif

Aksi Nyata Aktivis Perempuan Cegah Krisis Iklim

5 Mins read

Permasalahan lingkungan adalah isu global yang semakin relevan. Disebut global karena dampak kerusakan lingkungan menjadi perhatian seluruh umat manusia, melintasi batas wilayah dan negara. Selama beberapa dekade terakhir, aktivitas manusia diakui sebagai penyebab utama perubahan iklim yang signifikan.

Hal ini dikuatkan oleh survei nasional Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Jakarta tentang Potret Muslim Ramah Lingkungan di Indonesia, yang menunjukkan bahwa mayoritas masyarakat Indonesia (46,17%) percaya bahwa perubahan iklim sebagian besar disebabkan oleh tindakan manusia. Lebih lanjut, sekitar 70% masyarakat Indonesia setuju bahwa perubahan iklim dipicu oleh kegiatan ekonomi seperti perkebunan sawit, pertambangan, dan sejenisnya.

Perempuan: Kelompok Paling Rentan Terhadap Dampak Krisis Lingkungan

Selain itu, krisis iklim yang disebabkan oleh bencana alam maupun aktivitas eksploitasi manusia memiliki dampak signifikan terhadap penurunan angka harapan hidup perempuan dan peningkatan kesenjangan gender. Perempuan menjadi kelompok yang paling rentan terhadap dampak krisis lingkungan.

Berdasarkan data yang dikumpulkan dari berbagai fenomena bencana alam, sekitar 55-70% korban meninggal adalah perempuan (Widayatun dan Fatini, 2013). Tingginya angka kematian perempuan ini sebagian besar disebabkan oleh kurangnya penanganan pasca bencana yang mempertimbangkan kerentanan khusus yang dihadapi perempuan.

Contohnya, dalam bencana tsunami di Aceh dan badai Katrina di Amerika, penanganan pasca bencana tidak secara memadai memperhatikan kebutuhan khusus perempuan, sehingga mereka menjadi kelompok yang paling terkena dampak dan rentan terhadap kematian.

Di tengah krisis iklim yang sedang melanda dunia, berbagai macam adaptasi dan mitigasi pencegahan krisis iklim dilakukan. Salah satunya adalah dengan gerakan Green Islam. Gerakan ini berupaya mengintegrasikan prinsip keberlanjutan dalam ajaran Islam, serta mendukung praktik-praktik ramah lingkungan sesuai dengan nilai-nilai Islam.

Selain membuat hasil survei nasional, PPIM UIN Jakarta juga melakukan penelitian kualitatif mengenai Gerakan Green Islam di Indonesia. Salah satu temuan menariknya adalah mengenai peran perempuan dalam upaya perlindungan terhadap lingkungan. Sebagai pengelola rumah tangga dan komunitas, perempuan sering kali berada di garis depan dalam mengatasi dampak perubahan iklim, seperti krisis air, kelangkaan pangan, dan bencana alam. 

Baca Juga  Muhammadiyah: Energi Terbarukan Penting dan Mendesak untuk Menyelamatkan Bumi

Selain itu, mereka sering menjadi penggerak perubahan dalam komunitas lokal untuk mengadopsi solusi yang ramah lingkungan, seperti pengelolaan limbah, penggunaan energi terbarukan, dan penanaman pohon. Keterlibatan perempuan dalam pengambilan keputusan, baik di tingkat lokal maupun global, juga sangat penting untuk menciptakan kebijakan yang lebih inklusif dan responsif terhadap isu lingkungan.

Peran Nyata Perempuan dalam Mengatasi Krisis Iklim

Keterlibatan perempuan dalam upaya penyelamatan lingkungan, khususnya dalam menghadapi krisis iklim, telah dilakukan oleh sejumlah komunitas Green Islam di Indonesia yang dipimpin oleh perempuan.

Penelitian PPIM UIN Jakarta tentang Gerakan Green Islam di Indonesia menemukan bahwa pelibatan perempuan dalam gerakan ini berpotensi memperluas aktivisme lingkungan di kalangan masyarakat. Salah satu contohnya adalah organisasi Hutan Alam dan Lingkungan Aceh (HAkA), yang menjadi bagian dari gerakan tersebut.

Organisasi yang dipimpin oleh Farwizah Farhan ini berdiri tahun 2013 yang memiliki fokus pada pengawalan aktivitas ilegal di kawasan hutan. Salah satu program yang dimiliki oleh HAkA adalah advokasi kebijakan untuk memperkuat perlindungan lingkungan, terutama dalam konteks hutan dan lingkungan di Aceh.

Dalam menjalankan sejumlah programnya HAkA mengadopsi pendekatan pemberdayaan masyarakat (community empowerment), terutama dengan melibatkan kelompok perempuan seperti Ranger Perempuan. Kelompok perempuan ini bergerak memantau hutan desa untuk menolak pembangunan yang tidak berkelanjutan di wilayah masyarakat. Kegiatan tersebut dilakukan dalam rangka menghindari konflik parsial antara masyarakat dengan perusahaan. Mengingat belum banyaknya dukungan dari kalangan masyarakat.

Salah satu upaya yang dilakukan HAkA dalam menyebarkan kesadaran pada perlindungan lingkungan adalah dengan mendukung Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) dalam merumuskan Fatwa MPU Aceh Nomor 3 Tahun 2022 tentang Perburuan dan Perdagangan Satwa Liar Menurut Perspektif Syariat Islam.  

Fatwa ini berisi penegasan bahwa membunuh satwa tanpa alasan yang jelas, dan tidak dapat dibenarkan adalah haram hukumnya. Lahirnya fatwa tersebut kemudian menjadi basis pintu masuk HAkA untuk mengorganisasi dan berkolaborasi dengan teungku inong dan teungku agam di seluruh wilayah dayah Aceh untuk menyebarluaskan pelestarian lingkungan dalam bentuk pelatihan dan workshop.

Baca Juga  Jalan Keluar dari Malapetaka Krisis Iklim

***

Selain berperan dalam intervensi seperti yang telah dilakukan oleh HAkA, perempuan juga terlibat dalam pemberdayaan ekonomi ramah lingkungan seperti yang dilakukan Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) DIY, dan Komunitas Muslim Adat Ammatoa Kajang. LDII DIY, melalui Program Kampung Iklim (ProKlim), telah mendirikan sanggar UMKM Ecoprint & Craft SAngurejo (ECSA), yang berperan besar dalam melatih perempuan membuat produk ecoprint bernilai jual tinggi namun tetap berkelanjutan.

Para perempuan di sini dilatih menggunakan sampah organik daun untuk menciptakan karya seni ramah lingkungan yang dicetak pada kain dan bahan lainnya. Dengan kerjasama Omah Fatmah, sebuah eco printer ternama di Yogyakarta, produk ecoprint ini telah berhasil dipasarkan di Yogyakarta dan bahkan diperkenalkan di Hortus Botanicus Leiden, kebun botani tertua di Belanda.

Tak hanya dalam seni ecoprint, LDII DIY juga memberdayakan Kelompok Wanita Tani (KWT) di Dusun Sangurejo. KWT ini merupakan kelompok ibu-ibu yang aktif dalam aksi penghijauan dengan komitmen tinggi terhadap pelestarian alam.

Di sisi lain, Komunitas Muslim Adat Ammatoa Kajang menempatkan perempuan sebagai penjaga tradisi dan sumber ekonomi melalui kerajinan tenun. Selain untuk keperluan masyarakat lokal, hasil tenunan ini juga diproduksi dan dipasarkan ke luar wilayah adat.

Berkat kolaborasi dengan AMAN, Kemitraan, dan instansi pemerintah terkait, perempuan Kajang turut berperan dalam meningkatkan ekonomi lokal sekaligus melestarikan tradisi dan lingkungan.

Melalui inisiatif-inisiatif di atas, perempuan tidak hanya berperan sebagai agen perubahan yang proaktif dalam upaya pelestarian lingkungan, tetapi juga secara signifikan berkontribusi pada pembangunan ekonomi lokal yang berkelanjutan, dengan menciptakan sinergi antara konservasi alam dan peningkatan kesejahteraan komunitas melalui ekonomi kreatif berbasis sumber daya alam yang dikelola secara bijak.

***

Selain berperan dalam pemberdayaan ekonomi berbasis lingkungan serta melakukan intervensi dan advokasi terkait isu-isu lingkungan, perempuan juga memiliki potensi besar dalam mengkampanyekan kesadaran lingkungan melalui media sosial. Salah satu contoh yang menonjol adalah komunitas Eco Deen, yang terdiri dari remaja perempuan, secara konsisten menyuarakan kampanye lingkungan di platform seperti Instagram dan Facebook, sehingga mampu menjangkau audiens yang lebih luas dan meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya pelestarian lingkungan.

Baca Juga  Keluarga Sakinah: Sukses Investasi Dunia Akhirat

Komunitas yang didirikan tahun 2019 oleh Rissa Ozalifia ini mengkampanyekan isu lingkungan terutama dalam hal gaya hidup minimalis kepada masyarakat Muslim menengah ke atas di perkotaan dengan tiga pendekatan yaitu, edukasi, modul toolkit, dan aksi bersama.

Selain EcoDeen, LLHPB Aisyiyah yang beranggotakan perempuan dari pusat hingga ranting di seluruh wilayah Indonesia aktif mengkampanyekan pentingnya tanggap darurat bencana, terutama di wilayah-wilayah yang memiliki potensi terjadinya bencana longsor, banjir, dan gunung meletus.

Di Jawa Tengah misalnya, dalam rangka merespon maraknya fenomena perubahan iklim, LLHPB Aisyiyah Jawa Tengah mengadakan Training of Trainer (ToT) berjudul “Siap Hadapi Bencana”. Kegiatan tersebut diikuti oleh pengurus, Majelis PAUD Disdakmen, dan Ikatan Guru Aisyiyah Bustanul Athfal (IGABA) di Jawa Tengah. Selama ToT peserta mendapatkan materi tentang pemahaman water rescue, penanaman pohon dengan pola asuh, dan lainnya dengan menghadirkan narasumber dari MDMC (Muhammadiyah Disaster Management Center) (Suara Aisyiyah, 2024).

Kesimpulan

Beberapa contoh di atas merupakan gambaran bahwa eksistensi perempuan sebagai agen perubahan dalam isu lingkungan sangat berperan. Baik itu secara praktek maupun hanya melalui wacana konsep ide, perempuan memiliki kontribusi besar sebagai garda terdepan dalam upaya mitigasi krisis iklim dan pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan.

Partisipasi perempuan dalam setiap pengembangan dan perencanaan kebijakan lingkungan yang telah diwakilkan oleh para aktivis dan perempuan penggerak di atas telah membuktikan dan menguatkan alasan bahwa perempuan tidak hanya sebagai supporting complementary atau pelengkap saja, tetapi juga cukup memainkan peran penting sebagai pengambil keputusan dan agen perubahan.

*) Artikel ini ditulis oleh Firda Amalia, asisten peneliti di Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM UIN Jakarta) dan Tati Rohayati, peneliti di PPIM UIN Jakarta dan Dosen Sejarah Peradaban Islam di FAH UIN Jakarta.

Avatar
1446 posts

About author
IBTimes.ID - Rujukan Muslim Modern. Media Islam yang membawa risalah pencerahan untuk masyarakat modern.
Articles
Related posts
Perspektif

Kejumudan Beragama: Refleksi atas Bahtsul Masail Pesantren NU yang Kurang Relevan

3 Mins read
Bahtsul Masail, tradisi intelektual khas pesantren Nahdlatul Ulama (NU), adalah salah satu warisan berharga dalam khazanah keilmuan Islam di Indonesia. Forum ini…
Perspektif

Menjadi Guru Hebat!

3 Mins read
Peringatan Hari Guru Nasional (25 November) tahun ini mengangkat tema, “Guru Hebat, Indonesia Kuat”. Tema ini menarik untuk dielaborasi lebih jauh mengingat…
Perspektif

Mengapa Masih Ada Praktik Beragama yang Intoleran?

3 Mins read
Dalam masyarakat yang religius, kesalihan ritual sering dianggap sebagai indikator utama dari keimanan seseorang. Aktivitas ibadah seperti salat, puasa, dan zikir menjadi…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds