Kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) merupakan program komputer yang dirancang dan dihadirkan untuk dapat meniru kecerdasan manusia, termasuk kemampuan pengambilan keputusan, logika, dan karakteristik kecerdasan lainnya.
Artificial intelligence sebagai solusi pembelajaran era digital 5.0 hadir untuk meningkatkan pengajaran dan pembelajaran serta inovasi dalam implementasi pembelajaran. Di sinilah tantangan bagi para tenaga pengajar generasi X “Gen Bust” berhadapan dengan generasi Y “Generasi Milenial” dan generasi Z “Generasi Open Minded”.
Realitas ini menuntut para pengajar generasi X melakukan upgrade diri agar bisa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama persoalan AI. Saat ini, hampir semua studi baik Islamic Studies maupun non Islamic Studies bersentuhan dengan AI. Berbagai hasil penelitian menunjukkan AI sangat berguna bagi proses pembelajaran. AI juga memberikan peluang besar untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas proses pembelajaran.
Meskipun demikian, kinerja AI sangat bergantung pada kualitas data dan algoritma. Dalam konteks ini, para tenaga pengajar harus berusaha secara maksimal mencari formula yang tepat dan inovasi sesuai tuntutan zaman agar anak didik merasa nyaman mengikuti proses pembelajaran.
Studi Astronomi Islam
Patut diketahui studi astronomi Islam alias Ilmu Falak sesuai Keputusan Menteri Agama No. 110 Tahun 1982 tentang Pembidangan Ilmu Agama Islam untuk PTAI dimasukkan dalam Hukum Islam dan Pranata Sosial. Pembidangan ilmu ini merupakan legasi dari Harun Nasution. Pada saat itu, IAIN yang telah berdiri sejak tahun 1960 an, belum diakui sebagai lembaga ilmiah dan hanya ditempatkan sebagai lembaga dakwah.
Kenyataan ini sempat mengagetkan Menteri Agama RI Munawir Sjadzali. Untuk itu, Munawir Sjadzali berusaha agar IAIN (PTAI pada umumnya) bisa diakui oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Disinilah peran Harun Nasution sangat menentukan. Hal ini sebagaimana dikisahkan Akh. Minhaji dalam bukunya yang berjudul “Sejarah Sosial dalam Studi Islam Teori, Metodologi, dan Implementasi” (2013).
Pembidangan tersebut nampaknya merujuk praktik yang berjalan sebelumnya. Misalnya mata kuliah Ilmu Falak, sebelum munculnya KMA No. 110 Tahun 1982 di atas telah diajarkan di Fakultas Syariah di lingkungan PTAIN.
Perjalanannya mengalami pasang surut. Pada tahun 1415/1995 mata kuliah Ilmu Falak pernah dikeluarkan dari Kurikulum Nasional berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam No. E/52/1995 tentang Topik Inti Kurikulum Nasional Program Sarjana Strata Satu (S1) Institut Agama Islam Negeri tertanggal 20 Mei 1995. Namun pelan-pelan dan mengingat pentingnya studi astronomi Islam, mata kuliah ilmu falak dimasukkan kembali di Kurikulum Nasional.
Pada masa lalu, studi astronomi Islam menjadi “momok” bagi mahasiswa fakultas Syariah. Rata-rata mahasiswa yang mengambil mata kuliah ilmu falak merasa tegang. Jika ingin lulus, maka harus belajar sungguh-sungguh. Ketersediaan literatur dan instrumen astronomi Islam sangat terbatas.
Meskipun demikian, semangat belajar tetap menyala. Keterbatasan keadaan tidak menjadi penghambat bagi kesuksesan. Sebaliknya, kini kehadiran studi astronomi Islam menjadi menarik dan sesuai tuntutan zaman.
Berbagai literatur, aplikasi, dan instrumentasi astronomi tersedia berlimpah. Sayangnya, para mahasiswa belum bisa memanfaatkan secara maksimal. Tantangan bagi para pengajar studi astronomi Islam tidak sekedar transfer keilmuan, mengapa?
Kehidupan generasi Y dan Z adalah generasi yang sudah terbiasa dengan teknologi modern. Jika proses pembelajaran hanya sekedar transfer keilmuan, maka hal itu bisa dilakukan oleh AI. Untuk itu, perlu inovasi dan penguasaan AI agar bisa mengimbangi perkembangan kehidupan modern, khususnya terkait AI dalam proses studi astronomi Islam.
Pada sistem OBE (Outcome Based Education), salah satu Capaian Pembelajaran (CP) yang bersifat psikomotorik bisa dititipkan pada mata kuliah ilmu falak, karena studi astronomi Islam mengajarkan kesabaran, ketekunan, ketelitian, dan kejujuran.
Keempat nilai ini tentu bisa dipadukan antara keberadaan AI dan peran tenaga pengajar. Tentu saja para pengajar terus menggali perkembangan AI tentang astronomi Islam dan menjadi tauladan dalam kejujuran, ketelitian, kesabaran, dan ketekunan. Dengan nilai-nilai tersebut, diharapkan selesai mengambil mata kuliah ilmu falak menghasilkan generasi yang cerdas, jujur, amanah, dan berpengetahuan luas.
Artificial Intelligence
AI memberi kemudahan dan sangat membatu dalam proses pembelajaran, sehingga merubah pendekatan studi astronomi Islam lebih interaktif dan praktis melalui kerja kelompok untuk membangun kerjasama dan daya kreativitas di kalangan mahasiswa.
Berbagai aplikasi tentang astronomi Islam (arah kiblat, awal waktu salat, awal bulan kamariah, dan gerhana) secara gratis dapat diakses oleh masyarakat luas melalui Play Store maupun Apple Store. Tentu saja para pengajar perlu berkolaborasi dengan mahasiswa melakukan riset tentang berbagai aplikasi tersebut.
Hal ini penting agar masyarakat memperoleh panduan dalam menggunakan aplikasi. Para mahasiswa diperbolehkan menggunakan ChatGPT dengan penuh tanggungjawab. Jika tidak bertanggungjawab, maka akan memunculkan ketidakjujuran dalam berkarya.
Misalnya, penulis menggunakan ChatGPT membuat puisi tentang Kalender Islam Global, dalam waktu sekejap muncul susunan puisi sebagai berikut.
Kalender Islam Global
Di langit biru, bulan bersinar,
Menandai waktu, setiap detik berharga.
Kalender Islam, tanda perjalanan,
Menyatukan umat, dalam ibadah dan cita.
Satu bulan suci, Ramadan tiba,
Hati bergetar, penuh rasa syukur.
Syawal bersinar, hari kemenangan,
Di setiap sudut, tawa dan bahagia.
Zulhijah datang, ibadah haji,
Jutaan langkah, menuju Tanah Suci.
Dalam setiap bulan, hikmah terungkap,
Kalender Islam, petunjuk yang tepat.
Menyatu dalam waktu, beriringan langkah,
Menggapai harapan, dalam satu ikatan.
Bersama kita berjalan, di bawah langit yang sama,
Kalender Islam global, satu umat, satu jiwa.
Kutipan puisi di atas merupakan hasil kerja ChatGPT. Secara substansi, puisi di atas sesuai dengan semangat dan prinsip kalender Islam global. Kalimatnya juga sangat indah dan memiliki visi mewujudkan kebersamaan dalam memulai dan mengakhiri puasa Ramadan. Sebagaimana terangkai pada kalimat “Bersama kita berjalan, di bawah langit yang sama. Kalender Islam global, satu umat, satu jiwa”.
Hasil kerja ChatGPT di atas menguji nilai kejujuran seseorang. Jika ada pihak yang mengklaim hasil karyanya dengan membubuhkan namanya, maka dengan mudah akan diterima. Namun bagi pihak yang memahami, AI akan mengujinya melalui salah satu perangkat yang dikenal dengan Plagiarism Checker, Turnitin, dan ChatGBT sendiri, sehingga diketahui originalitas sebuah karya.
ChatGBT bisa menjadi teman diskusi dalam pengembangan studi astronomi Islam. Keterampilannya dalam merespons isu-isu seputar astronomi Islam luar biasa. Tak berlebihan gaya dan penguasaan materi mengingatkan para saintis muslim di era keemasan (golden age).
Sikap tawadlu dan jujur juga nampak dalam berdiskusi. Ketika ChatGBT memberikan jawaban dan kurang sesuai, lalu pengguna mengingatkan bahwa jawaban tidak sesuai. Secara cepat ia mengatakan “Anda Benar”, lalu diperbaiki dan hasil perbaikan dikirimkan. Ketika masih ditemukan kesalahan, dia mengakui dan memperbaiki sampai hasilnya benar. Para pengguna ChatGBT harus menyadari bahwa respons ChatGBT tergantung kemampuan pengguna untuk menggali informasi darinya.
Berdasarkan uraian di atas, kehadiran AI dalam studi astronomi Islam ke depan akan memberi kemudahan sekaligus tantangan bagi para pengguna untuk bersikap jujur dalam berkarya.
Wa Allahu A’lam bi as-Sawab.