Perspektif

Mau Sampai Kapan IMM Tak Peduli dengan Komisariat?

2 Mins read

Barangkali unit terkecil IMM yang paling terengah-engah membopong organisasi adalah komisariat. Mereka tumbuh serupa pendaki yang memanjat gunung tanpa persiapan dan dukungan. Derap langkahnya terasa berat, padahal jalan masih terlalu panjang. Kendati memiliki tekad yang luhur, mereka terombang-ambing di tengah jalan, tak tahu kemana arah menuju, tak ingin berpulang ke belakang. Kondisi ini akan terus berulang hingga semuanya sadar, bahwa organisasi ini sesungguhnya tengah berdiri di tubir jurang.

Sebuah Refleksi

Bendahara Umum DPD IMM DKI M Bukhari Muslim di sebuah malam melempar tanya kepada saya via chat, “Apa yang menyebabkan banyak aktivis yang dahulunya demikian militan lantas tiba-tiba hilang di peredaran?”, saya berseloroh, “barangkali orang-orang itu sudah wafat”. Tentu itu bukan jawaban memuaskan.

Jujur pertanyaan serupa telah banyak dilayangkan kepada saya, gugus pertanyaan tersebut seolah angit ribut yang setiap waktu mengganggu, terbit rasa takut di benak saya bahwa kelak, secara pelan, organisasi ini dimakan zaman, mati dalam kesia-siaan. Ketakutan itu membuncah saat melihat ramai-ramai para kader masuk ke dalam organisasi ini, tapi naas, mereka tak terurus, terkatung-katung di akar rumput. Di antara kondisi ini, barangkali kita perlu bertafakur sejenak sembari melihat dimana sesungguhnya letak lubang masalah kita, bagaimana menyelesaikannya?

Serangkai Masalah

Pangkal masalah kita bermula dari sikap lengah mengurus akar rumput (grassroots). Dalam kerangka organisasi, akar rumput adalah komisariat sebagai unit paling bawah secara hierarkis di dalam organisasi. Akar rumput (komisariat) selama ini adalah unit paling vital yang menopang dan menjaga keseimbangan pohon organisasi. Kontribusinya demikian esensial bagi keberlangsungan organisasi. Di sanalah persoalan kita bermula, seumpama akar yang mengalami pembusukan, komisariat juga belakangan pelan-pelan mengalami pembusukan. Tantangan eksternal seperti tekanan akademis, ekonomi dan budaya tampak seperti bakteri dan hama yang masuk ke akar, menyerang, merusak dan menghambat kemampuannya untuk menyuplai nutrisi bagi sebatang pohon.

Baca Juga  Keberanian, Kebebasan, dan Tanggung Jawab: Etika Santri Pondok Shabran

Apa akibat dari pembusukan pada akar?, seluruh elemen dalam pohon tersebut pelan-pelan juga mengalami pembusukan, pohon tumbuh dengan segala penyakit, pertumbuhan terhambat,, produksi menurun dan pada titik paling nadir, pohon (organisasi) pelan dan pasti mengalami kematian. Itulah cermin masa depan kita bila tidak segera berbenah. Semua proses pembusukan akar rumput itu akibat dari kesalahan kita sebagai pengurus dan perawat. Kita hapal masalah-masalah kita, tapi tampak kehilangan solusi penyelesaian masalah.

Jalan Keluar

Pertama, dimensi paling dasar bagi penyelesaian masalah adalah pemulihan ideologi, sebab di sanalah letak denyut nadi organisasi. Ideologi IMM harus disemai, dirawat dan diurus. Penanaman nilai-nilai ideologis harus terus diupayakan melalui cara-cara diskursif dan dialogis, bukan dengan model indoktrinasi. Besar kemungkinan bahwa krisis militansi yang selama ini terjadi di akar ialah efek samping dari model ideologisasi yang tidak relevan. Kita serupa memaksakan ideologi itu masuk ke dalam kepala. Kita lalai dan lupa, bahwa militansi yang kuat itu ialah hasil dari diskursus kritis, bukan indoktrinasi dan dogmatisasi.

Kedua, proses ideologisasi harus berjalan seiring dengan pemugaran pada aspek manajemen organisasi. Organisasi ini harus merubah pola manajerial yang lazimnya bersifat birokratis dan hierarkis, menuju manajemen organisasi yang lebih demokratis dan partisipatif. Ketiga, penyelesaian masalah jangan melupakan perubahan perilaku kepemimpinan. Sebab ketauladanan para pemimpin ibarat kompas yang memberi arah dan tujuan yang jelas. Kita harus berani keluar dari perangai kepemimpinan yang serba kaku, otoriter, tertutup lalu masuk pada perilaku kepemimpinan yang fleksibel, demokratis, dan terbuka.

Mengurus Komisariat

Sekarang mari bayangkan para tetua yang masih hidup, berjuang penuh semangat mengurus ranting Muhammadiyah. Merekalah akar yang sesungguhnya, kokoh di tengah badai kendati badannya sudah menua. Jiwanya selalu hidup, mereka menyatu dengan tanah, lalu menyokong kehidupan pohon organisasi, menjaga kestabilan di tengah iklim yang penuh peralihan. Merekalah sumber kekuatan dan kebijaksanaan organisasi, memastikan organisasi selalu teguh di antara segala kesulitan.

Baca Juga  Pesantren Harus Memanfaatkan Teknologi Digital

Dengan melihat segala asa yang membungung di kepala para tetua itu, seharusnya tumbuh rasa malu, mengapa badan kita yang begini tegap, pikiran yang begitu segar dan energi yang masih bugar justru dilahap tantangan, dilumuri rasa galau dan pesimisme, bahkan di titik tertentu hilang dari dari baris perjuangan. Pengamatan terhadap asa dan semangat para tetua itu barangkali bisa menjadi motivasi dan inspirasi bagi kita untuk mengurus organisasi, dimulai dari mengurus komisariat.

Editor: Soleh

Avatar
10 posts

About author
Ketua Bidang Riset Teknologi DPP IMM
Articles
Related posts
Perspektif

Paradoks Budaya Korupsi Masyarakat Religius

2 Mins read
Korupsi yang tumbuh di masyarakat yang dikenal religius memang menjadi paradoks. Di masyarakat yang memegang teguh nilai-nilai agama, mestinya kejujuran, integritas, dan…
Perspektif

Begini Relasi Ideal Antara Guru, Murid, dan Orang Tua

4 Mins read
Heboh kriminalisasi guru menjadi tranding topic dalam beberapa waktu terakhir ini. Beberapa guru yang sedang menjalankan tugasnya sebagai seorang pendidik harus berurusan…
Perspektif

Perlukah Muhammadiyah Menunda Penggunaan KHGT?

3 Mins read
Diskusi seputar hisab dan rukyat menjadi isu yang menarik setiap menjelang Ramadan. Apalagi dimungkinkan terjadinya perbedaan dalam memulai dan mengakhiri Ramadan. Kalender…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds