Feature

SHARIF 1446/2024 dan Masa Depan Kalender Islam Global

4 Mins read

Pada hari Rabu-Jum’at tanggal 18-20 Jumadil Awal 1446 bertepatan dengan tanggal 20-22 November 2024 diselenggarakan Sharia International Forum (SHARIF) 1446/2024 di Hotel Mercure Convention Centre Ancol Jakarta. Kegiatan ini merupakan yang pertama dan digagas oleh Direktorat Jenderal Bimas Islam Kementerian Agama RI.

Forum yang mengusung tema “Sharia Services by Government toward Maslahah ‘Ammah” ini dibuka secara resmi oleh Menteri Agama Republik Indonesia Nasaruddin Umar pada Rabu 18 Jumadil Awal 1446/20 November 2024 dan dihadiri ulama dan ilmuwan terkemuka dari 15 negara, antara lain Australia, Malaysia, Maroko, Mesir, Jordania, Qatar, Uni Emirat Arab, dan Palestina.

Indonesia, sebagai negara berdasarkan Pancasila, menghadapi tantangan dalam implementasi hukum Islam yang kompleks dengan perkembangan teknologi dan dinamika sosial. SHARIF (Sharia International Forum) 1446/2024 bertujuan untuk membahas isu-isu strategis terkait layanan keagamaan yang melibatkan peran negara sesuai dengan prinsip maqasid al-Shariah. Tiga topik utama adalah: Penentuan Kalender Hijriah, Teknologi dan Ekonomi Islam, serta Hukum Kewarisan Islam.

Tulisan ini memfokuskan pada penentuan standar kriteria kalender Islam. Dalam sambutannya Dirjen Bimas Islam Kemenag RI, Kamaruddin Amin berharap kriteria MABIMS dapat menjadi model yang bisa diadopsi lebih luas, bahkan di tingkat internasional.

Pada sesi pertama membahas tentang “Global Standard and Consensus: The MABIMS Criteria for the Hijria Calendar”, yang menghadirkan tiga narasumber yaitu Ahmad Izzuddin, Umit Ertem, dan Mohd Zambri bin Zainuddin. Dalam paparannya Ahmad Izzuddin menjelaskan historisitas kriteria Imkanur Rukyat MABIMS dan implementasinya di Indonesia.

Menurutnya, kriteria Neo-Visibilitas Hilal merupakan kriteria ilmiah berlandaskan kajian kolektif anggota MABIMS. Izzuddin juga mengatakan bahwa kriteria 3,6.4 merupakan instrumen untuk menolak adanya rukyatul hilal apabila posisi hilal tidak memenuhi kriteria yang ditentukan.. Sekaligus sebagai parameter kebenaran keberhasilan rukyatul hilal.

Baca Juga  Kokoda, Suku Nomaden Papua yang Mulai Berdaya

Dengan kata lain, jika posisi hilal berdasarkan hasil hisab menunjukkan di atas 3,6.4 dan ada yang berhasil melihat hilal maka laporannya dapat diterima. Sebaliknya jika berdasarkan hasil hisab posisi hilal dibawah batas minimal dan ada yang melaporkan maka hasil rukyatul hilal tidak dapat diterima.

Pembicara berikutnya, Umit Ertem memaparkan konsep kalender Islam global diawali tentang konsep awal bulan kamariah. Pada prinsipnya hilal (bulan sabit pertama) menjadi dasar untuk menentukan awal bulan dalam kalender hijriah. Satu bulan kamariah berumur minimal 29 hari dan maksimal 30 hari. Adapun metode yang digunakan untuk menentukan awal bulan kamariah adalah visibilitas hilal.

Selanjutnya ia menyampaikan bahwa Konggres Kalender Hijriah Internasional di Istanbul 1437/2016 telah memutuskan penggunaan kalender Islam global dengan prinsip satu hari satu tanggal. Baginya keputusan ini merupakan langkah nyata menuju kesatuan umat. Pada penyampaian akhir Umit Ertem menyatakan bahwa Kriteria MABIMS berbeda dengan kriteria Turki. Kriteria MABIMS bersifat regional dan Kriteria Turki bersifat global. Kriteria MABIMS hanya menerima visibilitas hilal di kawasan Asia Tenggara, sedangkan Kriteria Turki menerima visibilitas hilal di kawasan mana saja di belahan dunia.

Pembicara ketiga, Mohd. Zambri bin Zainuddin merekonstruksi kriteria MABIMS dan Kalender Islam global Turki. Dalam uraiannya, Mohd. Zambri menyebutkan secara detail proses peralihan kriteria Imkanur Rukyat MABIMS dari 2,3,8 menuju 3,6.4.

Menurutnya, delegasi Indonesia mengusulkan perbaikan kriteria IR MABIMS adalah ketinggian 4° dan elongasi 7°. Delegasi Malaysia mengusulkan ketinggian 3° dan elongasi 5°. Usulan ini berdasarkan hasil kajian di Malaysia sejak 1992 sampai 2013. Delegasi Singapore hanya mengusulkan sudut elongasi tidak kurang 6.4° merujuk artikel Mohamed Odeh yang berjudul “New Criterion for Lunar Crescent Visibility”.

Kaitannya dengan kalender Islam global, ia berpendapat “Setiap peradaban memiliki kalendernya sendiri. Sudah saatnya umat Islam memiliki kalender yang pasti, untuk kepentingan ibadah dan mu’amalah berbasis visibilitas hilal”.

Baca Juga  Sejarah Afghanistan: Taklukkan Uni Soviet dan AS hingga Dikuasai Taliban

Peristiwa bersejarah ini menunjukkan kesadaran baru di kalangan umat Islam, khususnya di lingkungan Kementerian Agama RI. Kehadiran SHARIF 2024 perlu diapresiasi. Setidaknya wacana kalender Islam global telah menjadi isu penting untuk mewujudkan peradaban yang berkemajuan.

Dalam diskusi terlihat pemahaman terhadap kalender Islam global belum menyentuh wilayah substansi dan maqasid syariah. Pola pikir para delegasi masih banyak menggunakan model bayani (meminjam istilah Al-Jabiri) sehingga persoalan-persoalan yang dimunculkan masih berkutat pada persoalan “hadis rukyat” dan “keabsahan ibadah”. Disinilah perlunya dialog berkelanjutan agar kalender Islam global menjadi alam pikiran dunia Islam demi mewujudkan kepastian manajemen waktu,  persatuan, dan kemaslahatan umat

Berdasarkan pesan Menteri Agama RI, Nasaruddin Umar ketika pembukaan dan pemaparan tiga narasumber ada dua hal yang bisa menjadi bahan renungan bersama. Pertama, kriteria menjadi penting untuk menjaga keabsahan dan keabsahan ibadah diutamakan. Penyataan ini dapat dimaklumi. Hal ini muncul karena pola pikir masih bersifat lokal.

Misalnya dalam kasus awal Syawal 1446 nanti berdasarkan data hisab pada Sabtu tanggal 29 Ramadan 1446 bertepatan dengan tanggal 29 Maret 2025 posisi hilal di seluruh wilayah Indonesia masih dibawah ufuk (minus) tentu “kurang nyaman” dan merasa tidak sah untuk memulai awal Syawal 1446 pada tanggal 30 Maret 2025. Namun jika berpikir global, maka pada hari Ahad tanggal 30 Maret 2025 sudah masuk Idul Fitri 1446 karena pada hari Sabtu 29 Maret 2025 kawasan di luar Indonesia sudah memenuhi kriteria Visibilitas Hilal Turki (5,8).

Perlu disadari perubahan pola pikir lokal menuju global sangat berat dan tidak mudah. Namun perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan sendirinya perubahan akan terjadi. Pada masa awal kehadiran Mall di salah satu wilayah Indonesia, masyarakat tidak bisa menerima dan tidak ada pengunjung yang datang ke Mall. Akhirnya, Mall tersebut ditutup. Setelah itu dilakukan kajian mengapa masyarakat tidak bisa menerima kehadiran Mall.

Baca Juga  Islam, Kristen, dan Muhammadiyah

Hasil kajian menunjukkan bahwa paham keagamaan masyarakat dalam bermuamalah mengikuti madzab Syafii, jual-beli dianggap sah apabila ada ijab qabul yang jelas (Penjual menyatakan : “Saya jual barang seharga…..Pembeli menjawab : “Saya Terima”). Sementara itu di Mall tidak ada proses ijab qabul sehingga masyarakat merasa tidak sah kalau membeli barang di Mall. Akhirnya dilakukan pendekatan dengan para tokoh untuk menjelaskan kehadiran Mall sesuai konsep ekonomi modern.

Kini kehadiran Mall sangat diperlukan oleh masyarakat. Begitulah perumpamaan kehadiran kalender Islam global. Awalnya dianggap tidak sesuai khazanah Islam dan sains. Dengan sosialiasi yang asertif dan terencana ke depan Kalender Islam Global akan menjadi alam pikiran dunia Islam.

Kedua, kehadiran Kalender Islam Global Turki 1437/2016 merupakan langkah nyata menuju kesatuan umat. Sepanjang pembacaan saya, konsep Kalender Islam Global Turki merupakan konsep terbaik dan komprehensif pada abad ini. Untuk itu, umat Islam perlu bergandengan tangan mengimplementasikannya.

Selanjutnya terkait kriteria dapat diperbaiki sesuai data terbaru yang terkompilasi. Hal ini sebagaimana dinyatakan dalam keputusan  Konferensi Turki poin 4b. Indonesia dan Malaysia sebagai perwakilan MABIMS memiliki berbagai observatorium yang megah perlu berkolaborasi melakukan observasi jangka panjang untuk membangun “kriteria baru yang valid” dan sesuai tuntutan zaman sehingga nanti bisa diusulkan sebagai kriteria perbaikan Kalender Islam Global. Dengan demikian, kriteria Kalender Islam Global bersifat terbuka untuk selalu diperbaiki dan dikoreksi sekaligus tonggak kemajuan peradaban Islam.

Wa Allahu A’lam bi as-Sawab.

Editor: Soleh

Avatar
47 posts

About author
Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Ketua Divisi Hisab dan Iptek Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, dan Direktur Museum Astronomi Islam.
Articles
Related posts
Feature

Basra, Mutiara Peradaban Islam di Irak Tenggara

2 Mins read
Pernahkah kamu mendengar tentang kota di Irak yang terkenal dengan kanal-kanalnya yang indah, mirip seperti Venesia di Italia dan dijuluki dengan Venesia…
Feature

Rakernas dan Dinamika Dunia Wakaf

4 Mins read
Jogja, Jumat 1 November 2024. Pukul 05.30 pagi dengan sebuah mobil dari Ringrud Selatan Jogja kami menuju Kartasura. Di perjalanan ikut bergabung…
Feature

Perkuat Toleransi Sejak Dini: Cerita Pesantren Muhammadiyah Terima Kunjungan SMA Kristen

2 Mins read
Kunjungan studi yang dilakukan oleh para siswa Sekolah Kanisius Jakarta ke pesantren Muhammadiyah Al-Furqon, sejak Rabu, 30/10/2024 sampai Jum’at, 1/11/2024 merupakan sebuah…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds