Opini

Ketika Buya Hamka Berbicara tentang Perempuan

3 Mins read

Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau yang sering disebut dengan Buya Hamka adalah salah satu dari sekian banyak tokoh muslim di Indonesia yang telah banyak berkontribusi untuk negara ini. Ia juga merupakan tokoh Muhammadiyah yang lahir di Sumatera Barat. Sosok yang dikenal dengan pribadi yang luas wawasan ini memiliki banyak karya yang dapat kita dapatkan hingga hari ini. Saking luasnya wawasan yang dimiliki, agaknya tidak berlebihan jika saya menyebutnya sebagai tokoh yang multidisiplin.

Dari sekian banyak karyanya yang bermacam-macam genre, dapat kita temukan satu karya yang membincangkan tentang perempuan. Salah satu karya tentang perempuan itu dapat kita temukan hari ini dengan judul Buya Hamka Bicara tentang Perempuan. Pada mulanya buku ini adalah tulisan-tulisan Buya Hamka yang dimuat dalam majalah Panji Masyarakat yang diterbitkan di tahun 1990-an. Atas banyaknya permintaan pembaca yang mengharapkan agar tulisan-tulisan Buya Hamka dapat dimuat dalam satu buku sebagai respon atas RUU Perkawinan pada saat itu yang dinilai kontroversial. Maka pada tahun 1996 diterbitkanlah buku ini oleh Pustaka Panji Mas.

Buya Hamka dalam karyanya yang satu ini menjelakan kedudukan wanita yang sebenarnya dalam pandangan Islam. Ia juga memperkuat argumennya dengan bukti dari Al-Quran, hadis, kisah sahabat, dan kisah-kisah lain. Dengan argumentasinya yang kuat, ia dapat menunjukkan bahwa dalam pandangan Islam ternyata perempuan sangat dimuliakan, tidak seperti tuduhan orang di luar Islam pada saat itu yang memandang agama Islam memarjinalkan perempuan.

Kedudukan Perempuan dalam Islam

Dalam buku ini dimulai dengan tema menganai hakikat perempuan. Bahwa perempuan juga memiliki kemuliaan sebagaimana laki-laki. Ia mengutip ayat pertama dari surat An-Nisa. Laki-laki dan perempuan hakikatnya adalah makhluk yang setara dan saling melengkapi, karena dari laki-laki dan perempuanlah akan tercipta satu manusia beserta keturunannya.

Baca Juga  Potret Kaum Perempuan Sebelum Kedatangan Islam

Ia juga membantah tuduhan bahwa Islam memarjinalkan perempuan dengan beberapa contoh yang ada di dalam Al-Qur’an. Contoh dari bantahan itu ia menyebutkan bahwa ada surat di dalam Al-Quran yang menggunakan nama perempuan, yaitu surat Maryam. Hal itu menunjukkan bahwa Allah mengagungkan sosok di balik nama surat itu, yaitu sosok perempuan bernama Maryam. Selain itu ia juga menyebutkan beberapa kisah yang menunjukkan kemuliaan perempuan di dalam Al-Quran, seperti Ratu Balqis, Asiah, dan istri-istri Rasulullah. Selain itu juga ada beberapa surat yang membicarakan hal keperempuanan seperti Al-Baqarah, An-Nisa, An-Nur, dan Ath-Thalaq.

Perempuan dan laki-laki juga memiliki hak dan kewajiban yang setara serta pahala yang dijanjikan oleh Allah. Seperti halnya dalam surat At-Taubah: 71 bahwa kewajiban yang dimiliki adalah sama, yaitu amar ma’ruf nahi munkar, shalat, zakat, dan taat kepada Allah dan rasul-Nya.

Sekilas tidak sama, namun hakikatnya adalah setara. Itulah jika kita melihat bagaimana seharusnya laki-laki dan perempuan dalam rumah tangga. Laki-laki berkewajiban untuk memberi nafkah lahir dan batin, sedangkan perempuan sebagai istri bertugas menjaga kehormatan suami dan segala hal yang ada di dalam rumah. Laki-laki yang pada umumnya memiliki badan yang kuat, dapat dengan maksimal bekerja keras dan dapat mendukung posisinya sebagai pemimpin dalam rumah tangga. Begitu juga dengan perempuan, dengan kondisi badan dan sikap yang cenderung lemah lembut ia dapat menjadi partner bagi suaminya.

Dalam kondisi ibadah juga demikian, ada kemudahan dalam ibadah yang hanya diperuntukkan untuk perempuan. Seperti halnya keringanan untuk tidak berpuasa bagi perempuan yang sedang haid, ia bahkan wajib tidak berpuasa saat sedang datang bulan dan bisa menggantinya di hari-hari lain.

Baca Juga  Suarakan Kesetaraan dan Inklusi Sosial, Aisyiyah Gandeng Jurnalis Nasional

Keringanan tersebut dapat kita pandang sebagai perhatian yang lebih oleh ajaran Islam pada perempuan saat haid, yang mana konsisi fisik, psikologis, dan emosionalnya tidak seperti saat sedang dalam kondisi tidak haid. Begitu juga dengan shalat, perempuan yang haid tidak perlu melaksanakan shalat dan tidak perlu pula menggantinya.

Menyikapi Pandangan Kaum Orientalis

Kaum orientalis sering memberi komentar-komentar terhadap ajaran Islam, termasuk apa yang terkandung dalam ayat-ayat Al-Quran. Namun seringnya apa yang dikatakan oleh mereka (orientalis) bertentangan dengan yang dimaksudkan oleh Al-Quran itu sendiri. Hal itu dikarenakan mereka memaknai ayat-ayat Al-Quran bukan berdasarkan alam pikiran Islam dan tidak menggunakan metode yang seharusnya dipakai. Sehingga hasil dari tafsirannya pun tidak sesuai dengan hakikat yang di maksud dalam suatu ayat.

Dalam buku ini Buya Hamka juga turut mengomentari pandangan orientalis terhadap perempuan menurut Islam. Ia menyebutkan mereka seperti Juynboll, Brockelman, Masignon, H.A.R Gibb, Hurgronje, dan sebagainya. Tidak ketinggal ia juga memberi contoh seorang tokoh pribumi yang sangat kagum dengan pandangan orientalis, ialah Wirjono Prodjodikoro. Buya Hamka mengemukakan pendapatnya bersama dengan argumen Dr. H. Abdoerrauf, S.H. dalam mengemukakan perihal hak waris bagi perempuan.

Singkat kata buku ini berisi tentang seluk-beluk perempuan dalam kacamata Islam. Pembaca akan dipahamkan bagaimana kedudukan perempuan dalam Islam, perannya, hingga bagaimana seharusnya perempuan menjalani hidup yang ideal.

Identitas Buku

Judul: Buya Hamka Bicara tentang Perempuan

Penulis: Haji Abdul Malik Karim Amrullah

Tahun terbit: 2020

Penerbit: Gema Insani

Jumlah halaman: 136

Editor: Soleh

Avatar
1 posts

About author
Musyrif dan Guru SMP Islam Al Hadi Mojolaban, Sukoharjo. Alumni S1 Pendidikan Agama Islam di Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta.
Articles
Related posts
Opini

Merancang Generasi Pemberontak ala Ahmad Dahlan

3 Mins read
Anak muda bukan sekadar “matahari terbit”. Mereka adalah energi potensial yang perlu diarahkan menjadi kekuatan pembaru. Di sini, Ahmad Dahlan bukan sekadar…
Opini

Melukai Hati Masyarakat: Saat Musibah Diukur Dengan Viralitas, Bukan Fakta di Lapangan

3 Mins read
Pernyataan Kepala BNPB Letjen TNI Suharyanto bahwa banjir yang melanda Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat tidak perlu didiskusikan panjang lebar terkait…
Opini

Profil Agus Salim: Sintesis Islam–Nasionalisme dalam Model Diplomasi Profetik Indonesia

3 Mins read
Pendahuluan Di antara tokoh-tokoh perintis Republik, nama KH. Agus Salim (1884–1954) berdiri sebagai figur yang tidak hanya cemerlang dalam kecerdasan linguistik dan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *