Inspiring

Zainab al-Ghazali, Aktivis Perempuan yang Menulis Tafsir

3 Mins read

Sejarah telah menggoreskan tintanya, menuliskan tentang banyaknya perempuan-perempuan hebat pada setiap masanya, mereka  yang mampu menembus batas pencapaian prestasi luar biasa. Perempuan-perempuan hebat itu menjadi pionir dan mengubah dunia untuk melawan ketidaksetaraan gender.

Mereka termasuk individu-individu yang mengesankan, karena mampu memasuki berbagai ranah kehidupan manusia mulai dari politik, kesusasteraan, seni, ilmu pengetahuan dan lain sebagainya. Mereka menjadi pejuang revolusi, pejuang hak pilih bagi perempuan dan penentang perbudakan.

Biografi Singkat Zainab al-Ghazali

Zainab Muhammad al-Ghazali dilahirkan pada 2 Januari 1917 M/ 8 Rabiul Awal 1335 H di Mayyet Yaisy yang merupakan sebuah desa di pusat Mayyet Ghumar ad-Daqiliyah di daerah Buhairah Mesir. Nasab ayahnya sampai kepada khalifah ke-2 Umar bin Khathab ra. Dan nasab ibunya bersambung sampai kepada sayyidina al-Hasan bin Ali bin Abi Thalib ra.

Zainab al-Ghazali bergabung dengan organisasi wanita modern yang dipimpin oleh Huda Sya’rawi. Zainab bergabung dengan organisasi tersebut karena melihat bahwa organisasi itu  memiliki cita-cita membangkitkan wanita Mesir menuju kemajuan. Berkat kecerdasannya, Zainab cepat mendapat tempat di organisasi tersebut. Sehingga tidak heran ketika organisasi itu mengutus tiga orang mahasisiwi ke Perancis, Zainab menjadi salah satu yang terpilih meskipun pada akhirnya Zainab tidak jadi berangkat.

Bergabungnya Zainab al-Ghazali di organisasi Huda Sya’rawi tidak berlangsung lama, karena di kemudian hari beliau memutuskan untuk keluar dari organisasi tersebut. Salah satu alasannya adalah karena Zainab merasa bahwa tujuan dalam organisasi tersebut sudah tidak lagi sejalan dengan apa yang ingin Zainab capai.

Bahkan dalam satu waktu Zainab mendengarkan penuturan satu ulama al-Azhar yang mengatakan bahwa kampanye Huda Sya’rawi bermaksud menggiring perempuan ke luar ajaran agamanya. Setelah resmi keluar dari organisasi tersebut, akhirnya Zainab memutuskan menggunakan jilbab dan memakai busana muslimah. Setelah itu ia banyak belajar ilmu-ilmu agama seperti ilmu tafsir, ilmu hadis, tauhid dan fikih kepada para ulama al-Azhar.

Baca Juga  Kemurahan Hati Buya Hamka terhadap Pramoedya Ananta Toer

Mendirikan Komunitas Sayyidah Muslimah

Pada tahun 1937 M, tepatnya pada usianya yang masih muda yaitu 20 tahun, ia mendirikan komunitas Muslimah atau yang lebih dikenal dengan Sayyidah Muslimah. Sebuah komunitas khusus perempuan yang bergerak dalam bidang dakwah, sosial dan politik.  Sayyidah Muslimah memiliki tujuan agar para perempuan dan anak-anak memperoleh pendidikan yang layak dan memperoleh hak untuk untuk sampai ke ranah publik.

Pada tahun 1950 M, organisasi ini melalui koordinasi Zainab al-Ghazali juga menerbitkan majalah yang mendapat sambutan baik oleh masyarakat. Majalah tersebut memiliki fungsi untuk menyampaikan pesan dakwah kepada umat dan tuntunan membangun rumah tangga yang ideal dalam keluarga Islami.

Sosoknya yang dikenal berbakat dalam bidang penulisan menjadi salah satu ciri khas strategi perjuangan dalam berdakwah. Akan tetapi setelah organisasi ini menjadi bagian dari Ikhwanul Muslimin, majalah tersebut lebih berani mengkritik pemerintah, sehingga majalah tersebut dilarang terbit pada tahun 1958 M.

Zainab al-Ghazali Ditangkap dan Dipenjara

Pada tahun 1965 M, Zainab al-Ghazali ditangkap oleh pemerintah dengan tuduhan terlibat dalam sebuah kasus yang ada pada diri Ikhwan Muslimin di saat bersiteru dengan pemerintah. Pemerintah menuntut kepada parlemen menjatuhi hukuman mati kepada Zainab al-Ghazali. Ia sebelum dipastikan sebagai tawanan, telah menerima berbagai macam siksaan di penjara. Hingga akhirnya ia dijatuhi hukuman penjara selama 25 tahun dan diharuskan melakukan kerja berat selama menjalani masa hukuman.

Zainab menulis kesengsaraannya itu dalam sebuah buku yang berjudul “Ayyam min Hayyati”  (hari-hari dalam kehidupanku). Kemudian melalui bantuan raja Faisal dari Arab Saudi, sekitar tahun tujuh puluhan keluarlah ketetapan dari pemerintah Anwar Sadat untuk membebaskan Zainab dari penjara. Ia telah diampuni oleh pemerintah atas segala perbuatannya yang dianggap merugikan negara. Ini terjadi pada bulan Agustus 1971 M, yaitu setelah menjalani masa-masa dipenjara selama 6 tahun.

Baca Juga  Ibnu ‘Asyur, Penulis Tafsir Tahrir wa Tanwir

Menulis Kitab Tafsir Nazharat fii Kitabillah

Pada saat hari -hari di penjara itulah, Zainab al-Ghazali mulai menulis tafsir yang kemudian ia beri nama Nazharat fii Kitabillah. Pada saat di penjara, Al-Qur’an benar-benar menjadi penghibur jiwa bagi Zainab. Beliau sering mencatat penafsiran Al-Qur’an yang beliau pahami di pinggir-pinggir lembaran mushaf Al-Qur’an, tetapi Al-Qur’an tersebut dirampas oleh petugas penjara dan Zainab belum sempat menyempurnakannya.

Setelah Zainab dibebaskan, baru kemudian ia melanjutkan kembali penulisan tafsir Al-Qur’an tersebut yang kemudian disempurnakan pada permulaan tahun 90-an. Tafsirnya berukuran sederhana, di dalamnya terdapat tafsir surah al-Fatihah sampai surat Ibrahim. Telah dicetak dan diterbitkan oleh Syarikat Dar al-Syuruq pada tahun 1995 M. Kitab tafsir Nazharat fi Kitabillah adalah salah satu di antara karyanya yang mendapat sambutan yang baik, bukan hanya dari kalangan masyarakat Mesir, tetapi juga masyarakat luar.

Tafsir Nazharat fi Kitabillah memiliki kecenderungan reformatif yang mendorong agar menjadikan Al-Qur’an sebagai undang-undang umat serta menjadi jalan menuju kemajuan. Di antara karakteristik dari tafsirnya adalah posisinya yang membela hak-hak perempuan dengan menyelamatkan perempuan dari nilai-nilai negatif serta mendorong mereka untuk berpegang teguh dengan nash-nash syariat.

Sebagai aktivis perempuan sekaligus cendekiawan Islam, Zainab menunjukkan sikapnya yang tegas, jujur dan pemberani dalam setiap kesempatan terlebih dalam hal berdakwah. Ia selalu menyampaikan pesan pentingnya seorang muslimah menjaga kehormatan dan martabat keluarganya. Wanita muslimah perlu mempelajari Islam agar mereka mengetahui bahwa Islam telah memberikan hak yang sama bagi kaum perempuan dan laki-laki.

Zainab al-Ghazali meninggal dunia pada tanggal 3 Agustus 2005 M dalam usia 88 tahun setelah kondisi kesehatannya memburuk hingga menyebabkan penglihatannya menurun. Sepak terjang kehidupan Zainab al-Ghazali menjadi jawaban terbaik untuk menepis segala tuduhan yang dilemparkan oleh musuh-musuh Islam yang beranggapan bahwa adanya diskriminasi Islam terhadap kaum perempuan.

Baca Juga  Haji Fachrodin ke Ponorogo Diancam Bakal Dibunuh

Editor: Soleh

Avatar
1 posts

About author
Institut Agama Islam Banten
Articles
Related posts
Inspiring

Cara Unik Ustaz Hanan Attaki Ajak Santrinya Menjaga Alam

2 Mins read
Robin Wall Kimmerer, seorang ibu sekaligus ahli botani dari suku asli Potawatomi di pedalaman Amerika, membagikan perspektif unik dalam bukunya Braiding Sweetgrass….
Inspiring

Moeslim Abdurrahman dan JIMM

2 Mins read
Moeslim Abdurrahman merupakan tokoh intelektual Muhammadiyah. Lahir di Lamongan Jawa Timur, 8 Agustus 1947, pernah menjadi santri di Pesantren Raudhatul Ilmiyyah di…
Inspiring

Ibrahim AS: Teladan Pengabdian dan Kepemimpinan

9 Mins read
Di hari-hari yang mulia dan penuh keberkahan saat ini, di mana jamaah haji sedang berbondong-bondong menuju tanah suci untuk menunaikan rukun Islam…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *