Opini

Sejarah dan Keutamaan Salat Jum’at

3 Mins read

Di dalam Kitab Zādul Ma’ad Fi Hadyi Khairil ‘Ibad, Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah menjelaskan asal muasal kenapa dalam agama Islam ada Salat Jum’at. Bagaimana Asbābun Nuzul disyari’atkannya Salat Jum’at, mengapa harus Jum’at. Tentunya Jum’at ini memiliki keutamaan tersendiri.

Ibnul Qayyim menjelaskan pada Fasl:

“Petunjuk Nabi Muhammad Saw pada hari Jum’at dan kekhususan Hari Jum’at”

Ada beberapa hadis yang dihadirkan Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah yang menjelaskan keutamaan Hari Jum’at yang membedakan kalau hari Jum’at ini beda dari hari yang lain.

Karakteristik Hari Jum’at

ثبت في صحيحين عن النبي ص.م. أنه قال نحن الآخرون الأولون السابقون يوم القيامة، بيد أنهم أوتوا الكتاب من قبلنا، ثم هذ يومهم الذي فرض الله عليهم فاختلفوافيه، فهدانا الله له والناس لنا فيه تبع، اليهود غدا، والنصارى بعد غدا.

“Dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim diriwayatkan Nabi ﷺ bersabda:

‘Kita (umat Islam) adalah umat yang datang terakhir (di dunia), tetapi di hari kiamat kita yang pertama diadili dan yang paling dahulu mendapatkan kemuliaan. Sebelumnya, Ahlul Kitab telah menerima kitab suci mereka. Hari ini (Jumat) adalah hari ibadah yang Allah wajibkan kepada mereka, tetapi mereka berselisih tentangnya. Allah lalu memberi petunjuk kepada kita untuk menjadikannya hari ibadah kita. Maka manusia dalam hal ini mengikuti kita: Yahudi beribadah di hari Sabtu, Nasrani di hari Ahad.’”

***

وفي صحيح مسلم عن أبي هريرة، وحذيفة رضي الله عنه قالا : قال رسول الله ص.م : أضل الله عن الجمعة من كان قبلنا، فكان لليهود يوم السبت، وكان للنصارى يوم الأحد، فجاء الله بنا، فهدانا ليوم الجمعة، فجعل الجمعة والسبت والأحد، وكذلك هم تبع لنا يوم القيامة، نحن الآخرون من أهل الدنيا، والأولون يوم القيامة، المقضي لهم قبل الخلائق

“Dalam Shahih Muslim diriwayatkan dari Abu Hurairah dan Hudzaifah radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah ﷺ bersabda:

‘Allah menjauhkan (menyimpangkan) hari Jumat dari umat-umat sebelum kita. Orang Yahudi mengambil hari Sabtu, dan orang Nasrani mengambil hari Ahad. Lalu Allah menghadirkan kita, dan memberi kita petunjuk kepada hari Jumat. Maka jadilah urutannya: Jumat, Sabtu, dan Ahad. Pada hari kiamat pun mereka mengikuti kita. Kita adalah umat yang datang terakhir di dunia, tetapi yang pertama pada hari kiamat, dan perkara kita diselesaikan sebelum seluruh makhluk.’”

Baca Juga  Belajar Sabar dari Khabib Nurmagomedov

وفي المسند والسنن، من حديث أوس بن أوس، عن النبي ص.م : من أفضل أيامكم يوم الجمعة، فيه خلق الله آدم، وفيه النفخة، و فيه الصعقة، فأكثروا علي من الصلاة فيه، فإن صلاتكم معروضة، قالوا : يا رسول الله وكيف تعرض صلاتنا عليك وقد أرمت، يعني قد بليت، قال : إن الله حرم على الأرض أن تأكل أجساد الأنبياء

Dalam Musnad (Al-Hākim) dan Sunan (Ibnu Hibban) dari Hadis Aus bin Aus, dari Nabi Muhammad Saw:”Sebaik-baiknya hari bagi kalian adalah Hari Jumat. Di hari itulah penciptaan Ādam As, Peniupan ruh, Terguncangnya (Bumi dan Alam Semesta). Perbanyaklah shalawat kepadaku ketika itu, Maka salawat kalian sampai. Mereka berkata:”Wahai Rasulallah Saw, bagaimana shalawat kita bisa sampai sedangkan engkau menjadi Mereka (para sahabat) bertanya: “Wahai Rasulullah, bagaimana shalat kami akan diperlihatkan kepadamu padahal engkau telah arimta?” — maksudnya, jasad beliau telah hancur.

Beliau menjawab: “Sesungguhnya Allah telah mengharamkan bumi memakan jasad para nabi.

Zādul Ma’ad Fi Hadyi Khairil ‘Ibad, Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah, Dārul Kutub Ilmiyyah, Hlm. 112.

***

Dari sini bisa, dapat diambil ibrah bahwa Hari Jum’at merupakan Sā’idul Ayyam (Rajanya hari). Pada hadis pertama kita bisa mengetahui bagaimana sejatinya Allah ta’ala memberikan hari Jum’at kepada kaum sebelum kita (Yahudi dan Nasrani), hanya saja mereka berselisih dan bertengkar akan pemberian hari itu, sehingga mereka diberikan hari setelahnya, Yahudi mendapatkan hari sabtu dan Nasrani mendapatkan di hari ahad.

Selain itu meskipun Umat Nabi Muhammad Saw, ummat yang datang belakangan, namun disebabkan karena karunia Allah dan petunjuknya, kita diberikan hari Jum’at sehingga kitalah nanti yang pertama kali dihisab ketika hari kiamat.

Baca Juga  Alquran, Wahyu yang Menyejarah

Kemudian bagaimana asal-usul adanya pelaksanaan Salat Jum’at?

Ibnu Qayyim melanjutkan pembahasan pada fasl: “Permulaan Salat Jum’at”

قال ابن إسحاق : حدثني محمد ابن أبي أمامة ابن سهل بن حنيف، عن أبيه، قال : حدثني عبد الرحمن بن كعب بن مالك، قال : كنت قائد أبي حين كف بصره، فإذا خرجت به إلى الجمعة، فسمع الأذان بها، استغفر لأبي أمامة أسعد بن رزارة، فمكث حينا على ذلك، فقلت : ياأبتاه أرأيت استغفرك لأسعد بن زرارة كلماسمعت الأذان يوم الجمعة ؟ قال :  أي بني ! كان أسعد أول من جمع بالمدينة قبل مقدم رسول لله ص.م في حزم النبيت من حرة، بني بياضة في نقيع يقال له : نقيع الخضمات. قلت : فكم منتم يومئذ؟ قال : أربعون رجلا

Ibn Ishaq berkata: Telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Abi Umamah bin Sahl bin Hunaif, dari ayahnya, ia berkata: Telah menceritakan kepadaku Abdurrahman bin Ka‘b bin Malik, ia berkata:

“Aku biasa menuntun ayahku ketika penglihatannya sudah hilang. Apabila aku mengajaknya keluar menuju shalat Jumat dan ia mendengar adzan Jumat, ia memohonkan ampun untuk Abu Umamah As‘ad bin Zurarah. Ia terus melakukan itu untuk beberapa waktu, hingga aku berkata:

‘Wahai ayahku, aku perhatikan engkau selalu memohonkan ampun untuk As‘ad bin Zurarah setiap kali mendengar adzan di hari Jumat. Mengapa demikian?’

***

Ayahku menjawab: ‘Wahai anakku, As‘ad adalah orang pertama yang melaksanakan shalat Jumat di Madinah sebelum kedatangan Rasulullah ﷺ. Itu dilakukan di daerah Hazm an-Nabit, wilayah Harrah (lahan berbatu hitam) milik Bani Bayadhah, pada sebuah tempat bernama Naqī‘ al-Khadhmāt.’

Aku bertanya: ‘Berapa orang kalian saat itu?’

Ia menjawab: ‘Empat puluh orang.’”

قلت : وهذ كان مبدأ الجمعة. ثم قدم رسول الله ص.م المدينة، فأقام ببقاء في بني عمرو  بن عوف، كما قاله ابن إسحاق يوم الإثنين، و يوم الثلاثاء ويوم الاربعاء ، و يوم الخميس، و أسس مسجدهم، ثم خرج يوم الجمعة، فأدرته الجمعة في بني سالم ابن عوف، فصلاها في المسجد الذي في بطن الوادي، وكانت أول صلاة الجمعة صلاها بالمدينة، وذلك قبل تأسيس مسجده

Baca Juga  Dinamika Ide Monoteisme Agama Ibrahim

Ibnul Qayyim berkata: “Inilah awal mula shalat Jumat.”

Kemudian Rasulullah ﷺ datang ke Madinah, lalu tinggal di Qubā’ bersama Bani ‘Amr bin ‘Auf — sebagaimana dikatakan oleh Ibn Ishaq — pada hari Senin, Selasa, Rabu, dan Kamis, dan beliau membangun masjid mereka.

Lalu pada hari Jumat beliau berangkat, dan tibalah waktu Jumat di perkampungan Bani Sālim bin ‘Auf. Maka beliau pun melaksanakan shalat Jumat di masjid yang berada di tengah lembah. Itulah shalat Jumat pertama yang beliau pimpin di Madinah, dan itu terjadi sebelum masjid beliau (Masjid Nabawi) selesai dibangun.

***

Ibrah pada permulaan Jum’atan dapat kita petik bahwa ada beberapa kemungkinan dalam permulaan pelaksanaan Salat Jum’at :

1. Abu Umamah As’ad bin Zararah adalah orang yang menjadi Imam pertama pada pelaksanaan Salat Jum’at di Madinah sebelum Rasulullah Saw Hijrah ke Madinah. Dan menurut Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah inilah permukaan diadakannya Jum’atan.

Selain itu 40 orang Jama’ah menjadi batasan jumlah jamaah dalam Madzhab Syafi’i meskipun kalau kita lihat dari literatur madzhab lain berbeda, termasuk hanafi yang hanya mensyaratkan 3 orang ma’mum dan satu imam  sudah bisa melaksanakan Jum’atan.

2. Rasulullah Saw merupakan Imam pelaksanaan Jama’ah ketika di Madinah bersama kabilah Salim bin Auf dimana kabilah ini membangun masjid dari hari senin – kamis, baru hari Jum’at dilaksanakan Salat  Jum’at meksipun pembangunan Masjid Nabawi belum rampung saat itu.

Zādul Ma’ad Fi Hadyi Khairil ‘Ibad, Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah, Dārul Kutub Ilmiyyah, Hlm. 113-114.

Editor: Soleh

Aeger Kemal Mubarok
21 posts

About author
Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah
Articles
Related posts
Opini

Merancang Generasi Pemberontak ala Ahmad Dahlan

3 Mins read
Anak muda bukan sekadar “matahari terbit”. Mereka adalah energi potensial yang perlu diarahkan menjadi kekuatan pembaru. Di sini, Ahmad Dahlan bukan sekadar…
Opini

Melukai Hati Masyarakat: Saat Musibah Diukur Dengan Viralitas, Bukan Fakta di Lapangan

3 Mins read
Pernyataan Kepala BNPB Letjen TNI Suharyanto bahwa banjir yang melanda Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat tidak perlu didiskusikan panjang lebar terkait…
Opini

Agus Salim: Sintesis Islam–Nasionalisme dalam Model Diplomasi Profetik Indonesia

3 Mins read
Pendahuluan Di antara tokoh-tokoh perintis Republik, nama KH. Agus Salim (1884–1954) berdiri sebagai figur yang tidak hanya cemerlang dalam kecerdasan linguistik dan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *