Opini

The Apology: Bantahan Epic Socrates di Mahkamah Athena

4 Mins read

Buku The Apology Karya Plato

Buku The Apology karya Plato adalah sebuah catatan yang menggambarkan pembelaan diri Socrates di hadapan pengadilan Athena pada tahun 399 SM, ketika Socrates diseret ke Mahkamah Athena karena berbagai tuduhan tak masuk akal yang sebenarnya bersumber dari dendam pribadi para pembencinya.

Buku The Apology merupakan buku pertama dari trilogi kematian Socrates karya Plato, yang terdiri dari The Apology (menggambarkan suasana persidangan Socrates), Crito (menceritakan masa socrates di penjara) dan Phaedo (menceritakan hari terakhir dan detik-detik kematian socrates).

Socrates: Guru Sekaligus Musuh Banyak Orang di Yunani

Socrates merupakan filsuf era Yunani kuno yang sangat terkenal bahkan hingga saat ini. Dia merupakan guru bagi banyak warga Athena pada masanya. Socrates mengajarkan kebijaksanaan dengan cara mengajak warga Athena bercakap-cakap, mengajak mereka mempertanyakan, memikirkan, menyampaikan gagasan serta mengkritik pemahaman-pemahaman yang telah mereka anggap mapan.

Metode pengajaran filsafat yang demikian pada kemudian hari diberi nama metode sokratik (Socratic method) Aktifitas dialog tersebut dilakukan oleh Socrates di berbagai tempat di Athena, seperti pasar, rumah, bahkan penjara.

Selain menjadi guru bagi banyak orang pada masa itu, Socrates juga menjadi musuh bagi banyak orang Athena. Musuh-musuh tersebut merupakan orang yang kesal, marah dan dendam kepada Socrates karena mereka merasa direndahkan olehnya. Dalam The Apology, Plato menceritakan bahwa Socrates suatu hari pernah menguji kebijaksanaan banyak orang yang dianggap bijaksana, yaitu banyak politisi, ahli retorika, penyair, dan pemahat patung.

Hasilnya dari penelusuran tersebut adalah socrates menemukan bahwa orang-orang tersebut sebenarnya tidaklah bijaksana. Socrates berkata terkait hal tersebut: “Aku menemukan bahwa orang yang dianggap memiliki nama baik tetapi sebenarnya paling bodoh, dan bahwa orang lain yang tidak dihormati ternyata lebih bijaksana dan baik”.

Baca Juga  Komentar Ibnu Rusyd Atas Republik Plato

Dia juga berkata: “Ada banyak orang yang berpikir mengetahui sesuatu, tertapi sebenarnya tahu sedikit sekali atau bahkan tidak tahu sama sekali”. Kelakuan dan perkataan Socrates tersebutlah yang kemudian membuatnya memiliki cukup banyak musuh yang menaruh dendam padanya.

Tuntutan terhadap Socrates

Dalam The Apology, Plato menceritakan bahwa musuh-musuh Socrates yang menaruh dendam terhadapnya kemudian menuntut Socrates ke pengadilan Athena dengan 2 tuduhan utama. Penuntut tersebut yaitu Melitus, Anytus, dan Lycon. Tuntutan yang diajukan terhadap Socrates adalah tuntutan hukuman mati, karena mereka menuduh Socrates melakukan 2 kejahatan, yaitu: 1) Merusak moral dan pikiran pemuda Athena dan 2) Tidak percaya pada dewa-dewa Athena dan memperkenalkan dewa-dewa baru.

Bantahan Socrates terhadap Tuduhan Pertama 

Socrates membantah tuduhan pertama; bahwa dia dituduh merusak pikiran dan moral pemuda Athena, dengan tiga argumen. Argumen pertama, Socrates membongkar kecacatan logika argumen tersebut, bahwa sangat tidak masuk akal jika di seantero Athena hanya dia sendiri yang dituduh merusak pikiran pemuda, sementara seluruh warga Athena lain memperbaiki pikiran pemuda.

Socrates menyampaikan: “Sungguh kebahagiaan akan menyelimuti para pemuda Athena jika seluruh dunia menjadi orang yang memberbaiki pikiran mereka, sementara mereka hanya memiliki satu perusak saja (yaitu Socrates)”.

Argumen kedua, Socrates menyatakan bahwa tidak mungkin dia merusak generasi muda, sementara dia (Socrates) juga hidup bersama pemuda-pemuda tersebut. Logikanya adalah bahwa Socrates juga pasti akan dirugikan akan hal itu, karena pemuda-pemuda tersebut adalah teman dan murid-muridnya.

Dia berkata: “Dan apakah aku sebodoh itu untuk tidak menyadari bahwa orang-orang yang aku hidup bersamanya akan sangat merugikan bagiku jika kurusak mereka, tetapi kemudian aku tetap merusak mereka dengan sengaja?.

Baca Juga  Belajar Memahami Apa yang Disalahpahami

Argumen ketiga, Socrates menyatakan bahwa jika memang ada pemuda yang telah dirusaknya, pasti mereka akan datang berbondong-bondong datang untuk  menuntut Socrates. Tetapi pada kenyataannya, tidak ada satu orang pemuda pun yang menuntut Socrates.

Dia berargumen: “Jika aku merusak mereka (para pemuda), mestinya mereka menjadi penuntut untuk balas dendam pada hari ini.” “Tapi tidak ada satu pun yang datang, yang datang hanyalah Melitus, yang bahkan tidak tahu apa yang ia tuduhkan”.

Bantahan Socrates terhadap Tuduhan Kedua

Tuduhan kedua yang dituduhkan kepada Socrates adalah bahwa dia tidak mempercayai dewa-dewa orang Athena dan mempercayai dan memiliki dewa-dewa baru sendiri, salah satunya seperti daimonion (intuisi yang berasal dari suara batin ilahi) yang ia klaim membimbing tindakannya.

Socrates juga dituduh tidak mempercayai dewa matahari, karena menganggap matahari dan bulan hanyalah batu. Untuk membantah hal tersebut, Socrates mengajukan tiga argumen bantahan.

Argumen pertama, Socrates mengkritik tuntutan tersebut dengan menyatakan bahwa terdapat kontradiksi yang jelas dalam tuduhan tersebut. Kontradiksi tersebut adalah bahwa Socrates dinyatakan tidak percaya dewa (atheis), namun sekaligus mengenalkan dewa-dewa baru.

Artinya adalah bahwa sebenarnya Socrates bukan orang yang atheis, karena dia mempercayai dewa-dewa. Socrates berargumen: “Aku tidak mengerti bagaimana kalian menuduhku tidak percaya kepada dewa-dewa, tapi aku memperkenalkan dewa-dewa lain, bukankah itu artinya aku percaya pada dewa-dewa, dan aku bukanlah seorang atheis”.

***

Argumen kedua, Socrates menjelaskan bahwwa Daimonion bukanlah dewa baru, melainkan justru bisikan (intuisi socrates) yang dia yakini berasal dari dewa. Socrates mempercayai bahwa hal tersebut berasal dari dewa, artinya dia bersifat Ilahi, dan itu menunjukkan bahwa socrates tidak memperkenalkan dewa baru, melainkan dia hanya mendapat bisikan (intuisi) dari para dewa, dan sifatnya adalah Ilahi.

Baca Juga  Kurikulum Merdeka adalah Produk Gagal, Harus Direvisi Total!

Socrates berargumen: “Apakah mungkin seseorang percaya pada hal-hal yang bersifat ilahi, tetapi tidak percaya bahwa hal-hal ilahi itu berasal dari para dewa?

Argumen ketiga, Socrates menjawab tuduhan mengenai dia mengajarkan kepada orang-orang untuk tidak mempercayai bahwa matahari adalah dewa, bahwa matahari dan bulan adalah batu. Socrates membantah hal tersebut dengan mengatakan bahwa dia bukanlah orang yang menggagas ide tersebut. Penggagas ide tersebut adalah filsuf sebelum mereka, yaitu Anaxagoras.

Artinya ide tersebut bukan ajaran sesat Socrates, tapi pemikiran seorang filsuf, yaitu Anaxagoras dari Clazomenia. Socrates menjelaskan: “Melitus, apakah kamu sedang menuduh Anaxagoras dengan justifikasi opini yang tidak baik di depan para hakim?. Dan apakah kamu menganggap para hakim adalah orang-orang bodoh dengan menganggap mereka tidak tahu bahwa ide tersebut ditemukan dalam  buku Anaxagoras dari Clazomenia?”.

Hasil Persidangan

Pada akhirnya meski dapat membantah tuduhan-tuduhan tersebut dengan kritis dan brilian, Socrates tetap dijatuhi hukuman mati. Hal itu karena faktor politik, yaitu Athena pada masa itu dipimpin oleh pemimpin tiran.

Selain itu, Socrates juga menolak cara biasa terdakwa di Athena yang memohon ampun atau membawa keluarga untuk mengemis simpati. Ia ingin dihakimi berdasarkan kebenaran, bukan emosi.

Seandainya Socrates mau sedikit berkompormi memohon ampun, pasti dia akan dibebaskan. Namun, Socrates menyatakan bahwa ketidakadilan lebih buruk daripada kematian, dan kebenaran harus ditegakkan walau berisiko mati.

Editor: Soleh

Avatar
6 posts

About author
Penulis
Articles
Related posts
Opini

Merancang Generasi Pemberontak ala Ahmad Dahlan

3 Mins read
Anak muda bukan sekadar “matahari terbit”. Mereka adalah energi potensial yang perlu diarahkan menjadi kekuatan pembaru. Di sini, Ahmad Dahlan bukan sekadar…
Opini

Melukai Hati Masyarakat: Saat Musibah Diukur Dengan Viralitas, Bukan Fakta di Lapangan

3 Mins read
Pernyataan Kepala BNPB Letjen TNI Suharyanto bahwa banjir yang melanda Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat tidak perlu didiskusikan panjang lebar terkait…
Opini

Agus Salim: Sintesis Islam–Nasionalisme dalam Model Diplomasi Profetik Indonesia

3 Mins read
Pendahuluan Di antara tokoh-tokoh perintis Republik, nama KH. Agus Salim (1884–1954) berdiri sebagai figur yang tidak hanya cemerlang dalam kecerdasan linguistik dan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *