Perspektif

Mukjizat Keilmuan pada Al-Quran

3 Mins read
Oleh: Izzul Khaq*

Muncul istilah i’jaz al-‘ilmi (mukjizat keilmuan) dalam Al-Quran, dan telah dibentuk lembaga-lembaga I’jaz Al-‘Ilmi fi Quraan wa Sunnah. Sebagaian dari mereka malah berusaha membuktikan sains modern dengan ayat-ayat yang belum dapat dibuktikan oleh teori-teori dan penemuan-penemuan ilmiah. Misalkan Pesantren pada SMA Muhammadiyah Trensains Sragen yang bereksperimen membuktikan dalam penelitian sains dengan ayat-ayat Al-Quran yang digagas oleh Agus Purwanto.

Dalam buku At-Tafkir Faridhah Islamiyah, Abbas Mahmud Aqqad menyebutkan bahwa dua macam mukjizat yang harus dibedakan. Pertama, mukjizat yang mengarah pada akal, dapat ditemukan pada oleh siapapun yang ingin mencarinya, mukjizat ini adalah keteraturan gejala-gejala alam dan kehidupan yang tidak berubah berupa sunnatullah. Kedua, adalah mukjizat yang berupa segala sesuatu diluarkebiasaan. Mukjizat ini membuat akal manusia tercengang dan memaksanya untuk tunduk dan menyerah.

Hakikat Ilmiah Al-Quran

Masalah yang sering diungkapkan adalah bahwa ilmu mampu mencapai hal-hal yang betul-betul pelik dan luar biasa. Adanya I’jaz Al-Quran berarti kekalnya mukjizat, sebab kekalnya mukjizat berarti pula kekalnya Islam. Bila kita melihat seksama pada sebagian isyarat ilmiah yang ada dalam Al-Quran, lalu dikomparasikan dengan ilmu-ilmu modern, masalah I’jaz Al-Quran adalah pendapat yang riskan.

Pembicaraan mengenai tahapan-tahapan penciptaan, proses janin, dan sebagainya yang dibicarakan dalam Al-Quran dan kemudian dibuktikan oleh ilmu kedokteran setelah masa waktu yang lama, tidak diragukan lagi bahwa Al-Quran yang mengabarkan hal-hal yang bersifat ilmiah tersebut bersumber dari Allah Swt.

Tetapi, saya kira kurang tepat bila masalah itu dikaitkan dengan hal yang disebut i’jaz, lebih tepat bila disebut sebagai bukti-bukti kenabian. Saya tidak meragukan bahwa Al-Quran memerintahkan manusia pada hakikat ilmiah. Al-Quran endorong manusia melihat, memperhatikan, berpikir, merenung, dan mempelajari berbagai bentuk hukum alam agar dapat diungkapan dan ditemukan. Karena termaktub dalam QS. Ali Imron ayat 191

Baca Juga  Kasus Suap: Rendahnya Kepekaan Politik Perempuan

Artinya: ”(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, Maka peliharalah Kami dari siksa neraka.”

Bila hal serupa ini disebut sebagai i’jaz ‘ilmi dalam artian kekalnya i’jaz, maka istilah tersebut kurang tepat. Meskipun Al-Quran sendiri merupakan mukjizat dan karena objek Al-Quran itu manusia, namun objek manusia adalah ilmu, penelitian, dan penemuan semuanya telah menjadi tugas kekhalifahan manusia untuk memakmurkan jagad raya ini dengan akal.

Membaca Al-Quranul Karim seharusnya diikuti dengan pemahaman dan analisis kritis. Hal ini seharusnya diusahakan setiap individu muslim dalam menyikapi kitabnya. Begitu halnya dengan studi-studi Al-Quran, semestinya dilakukan secara berkesinambungan.

Mempelajari Al-Quran berarti membaca, memahami, menganalisis, dan mengungkap sunnah-sunnah (hukum-hukum) Allah. Termasuk juga pesan-pesan, ketentuan-ketentuan, beragam ancaman dan kabar gembira, janji dan berbagai kebutuhan umat islam untuk mengisi perannya dalam peradaban (Muhammad Al-Ghazali, 1996).

Manusia dan Al-Quran

Ada lima tingkatan seseorang ketika manusia berinteraksi dengan Al-Quran, diantara lain sebagai berikut :

  1. Talaffudz, sekadar membaca tanpa mesti mengetahui arti ayat, ini dia juga yang menjadikan Al-Quran istimewa, sekadar membaca dengan lisan tapi mendatangkan pahala.
  2. Tafahum, ketika kita memahami apa yang diutarakan mutiara keajaiban Al-Quran. Memahaminya butuh perangkat, mulai dari mempunyai ilmu bahasa arab, ilmu tafsirnya, nasikh mansukh, hingga keakarnya. Nah, disini mempelajari Arab nyaris wajib kita lakukan bersama-sama.
  3. Tadabbur, ketika apa yang kita baca begitu meresap dalam jiwa. Dibaca ayat surga akan rindu menujunya dan ayat siksa begitu bergemetar memaknainya.
  4. Tafakkur, inilah ketika manusia bersahabat Al-Quran, kemudian melahirkan ilmu- ilmu megah nan menginspirasi
  5. Tanfidz, melaksanakan apapun yang ada dalam Al-Quran, akan menjadi gempita indah jika tangan dan kaki manusia melakukan apa yang Al-Quran bimbingkan. Itulah tingkat para sahabat Rasul, memastikan setiap yang turun mesti mereka melakukan tanpa basa-basi. Dan lihat, para penghuni gurun itu akhirnya menjadi penguasa Persia dan Romawi. Memimpin dunia dengan keadilan madani abadi sebagai kebenaran sejati. (Edgar Hamas, 2019)
Baca Juga  Praktik Tasawuf Akhlaki untuk Menyambut Kemenangan Idul Fitri

Ada sisi-sisi lain yang termasuk dalam kategori I’jaz Al-Quran, yaitu menyebutkan esensi-esensi ilmiah untuk mengarahkan pemikiran manusia padanya. Al-Quran juga mengajak manusia untuk menganalisis, merenung dan meletakkan dasar-dasar ilmu pengetahuan bagi umat islam.

Al-Quran membangun keimanan dengan mengkaji masalah-masalah yang ada seputar alam, juga mengkaji iman secara psikologis. Berbeda dengan kitab-kitab samawi sebelumnya, hampir-hampir boleh dikatakan bahwa yang menjadi sumber keimanannya adalah Rasul bercerita tentang Allah.

Adapun mengenai perintah berpikir, Al-Quran lah yang mewajibkannya untuk kita. Bersamaan dengan perkembangan ilmiah yang mendukung gambaran Al-Quran terhadap alam ini dan mengorelasikannya antara ilmu dan iman.

***

Keagungan Al-Quran dari segi ilmiah atau apa yang bisa kita sebut dengan i’jaz al-‘ilmi adalah unsur keimanan yang fundamental. Dimulai dengan perintah melihat alam raya ini, kemudian beralih pada perilaku manusia, dan bermuara pada sebuah keyakinan. Al-Quran telah menggambarkannya sebelum adanya keyakinan ini, seakan-akan ia bersentuhan langsung. Inilah keagungan dan kebesaran Al-Quran.

Al-Quran mengandung beragam kemukjizatan sebagai salah satu bagian dari keistimewaan Al-Quran. Kondisi objektif ayat-ayatnya elastis, karena itu senantiasa mengarungi segala zaman. Elasitisitas ini terus berlangsung dengan member keleluasaan bagi daya pikir insani untuk memahami ajaran-ajaran yang termuat secara global dalam Al-Quran. Tidak terbatas pada prilaku politik, kemasyarakatan, dan kenegaraan.

*) Kader PK IMM Hajah Nuriyah Shabran, Sukoharjo, Jawa Tengah

1005 posts

About author
IBTimes.ID - Cerdas Berislam. Media Islam Wasathiyah yang mencerahkan
Articles
Related posts
Perspektif

Kejumudan Beragama: Refleksi atas Bahtsul Masail Pesantren NU yang Kurang Relevan

3 Mins read
Bahtsul Masail, tradisi intelektual khas pesantren Nahdlatul Ulama (NU), adalah salah satu warisan berharga dalam khazanah keilmuan Islam di Indonesia. Forum ini…
Perspektif

Menjadi Guru Hebat!

3 Mins read
Peringatan Hari Guru Nasional (25 November) tahun ini mengangkat tema, “Guru Hebat, Indonesia Kuat”. Tema ini menarik untuk dielaborasi lebih jauh mengingat…
Perspektif

Mengapa Masih Ada Praktik Beragama yang Intoleran?

3 Mins read
Dalam masyarakat yang religius, kesalihan ritual sering dianggap sebagai indikator utama dari keimanan seseorang. Aktivitas ibadah seperti salat, puasa, dan zikir menjadi…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds