Report

Maarif Institute dan Islam Washatiyah

3 Mins read

Oleh: Ihsan Nursidik*

Sekolah Kebudayaan dan Kemanusiaan Ahmad Syafi’i Maarif (SKK-ASM) merupakan kegiatan yang diselenggarakan oleh Maarif Institut. Kegiatan yang dilaksanakan pada tanggal 13-19 Desember 2019 di Parung, Kabupaten Depok tersebut, diikuti oleh 25 orang dari sekitar 120-an orang pendaftar dari seluruh Indonesia.

SKK ASM tahun ini merupakan kali ketiga yang diselenggarakan  oleh Maarif Institut. Pada SKK ASM yang ketiga tersebut mengangkat tema ‘Membumikan Pesan-pesan Keislaman, Kemanusiaan, dan Kebangsaan Ahmad Syafi’i Maarif dalam Konteks Pemikiran Islam Kontemporer’.

Sebagaimana disinggung dan ditulis oleh M. Shofan dalam Geotimes.com, selaku Direktur Riset Maarif Institut sekaligus Koordinator dari acara SKK-ASM periode ketiga ini, iamengatakan bahwa:

‘tujuan diselenggarakannya kegiatan ini adalah untuk merawat pemikiran dan ide-ide Buya Syafii. Utamanya tentang tema tema keislaman, kebangsaan, kemanusiaan, dan kebhinekaan’.

Kegiatan yang dilaksanakan selama hampir seminggu itu, diramaikan oleh sekaliber cendekiawan negeri. Seperti mantan Rektor sekaligus Guru Besar Filsafat UIN Sunan Kalijaga Prof. Amin Abdullah, Sekertaris Jendral ICRP (Indonesian Conference of Religion and Peace) Prof. Musdah Mulia, serta Mantan Rektor UIN Syarif Hidayatullah Prof. Azyumardi Azra. Dan banyak masih intelek-intelek lain yang penulis tidak bisa sebut satu persatu.

Slogan Maarif Institut; “Egaliter, non-diskriminatif, Toleran, dan Inklusif”, menghiasi setiap ornamen dan pikiran selama acara. Pentingnya gagasan tersebut merupakan urgensi bagi membangun masyarakat Indonesia yang heterogen. Paham tersebut memberikan satu cakrawala atas kehidupan dalam bingkai kebhinekaan dan keindonesiaan.

Spirit Islam Washatiyah

Ahmad Syafi’i sebagai seorang Intelektual, telah menorehkan spirit Indonesia dalam paham Islam yang Washatiyah. Islam Washatiyah merupakan Islam yang membawa semangat perubahan lewat alam pikiran yang moderat. Konsentrasi pada penggalian makna-makna substantif, bukan sekedar formalisme yang menimbulkan penerapan yang monolit dan terkesan kaku.

Baca Juga  Pengajian Tarjih ke-70: Muhammadiyah Tidak Memberi Tempat Bagi Cadar

Islam Washatiyah, sebagaimana diterangkan Azyumardi Azra di salah satu sesi diskusi di SKK, bahwa Islam Washatiyah merupakan hasil dari konsolidasi paham yang membentuk satu manifestasi dari ortodoksi paham. Manifestasi paham tersebut meliputi, teologi Asy’ariyah, mazhab fikih Syafi’iyah dan corak sufi Ghazalian.

Lanjutnya, Prof. Azra menerangkan bahwa ketiga elemen ortodoksi tersebut merupakan pemahaman yang moderat. Teologi Asy’ariyah merupakan paham teologi yang moderat di antara Mu’tazilah yang liberal dan Khawarij yang literal. Kemudian mazhab fikih Syafi’iyah yang berada di tengah antara mazhab Hanafiyah yang terkesan liberal serta mazhab Hanbali yang literal. Serta pandangan tentang sufi Ghazalian yang menekankan pada praktek sufi akhlaqi diantara paham sufi falsafi yang liberal serta paham sufi yang terlalu eksesif.

Manifestasi Islam Washatiyah ini kemudian dapat diturunkan kedalam gagasan-gagasan konstruktif dari Muhammadiyah seperti Islam Berkemajuan atau Nahdhatul Ulama dengan Islam Nusantara-nya. Sebagai intelektual yang memiliki pandangan-pandangan Islam yang Inklusif, Ahmad Syafi’i Maarif telah memberikan satu nafas dalam keberagamaan yang lebih plural.

Gagasan Sekolah Kemanusiaan dan Kebudayaan

Melihat tantangan zaman, saat Indonesia memasuki era dogmatisme dalam beragama yang kian merebak, serta munculnya komunitas-komunitas yang tergabung dalam jaringan tertentu bahkan lembaga resmi baik yang bersifat swasta maupun negeri, membawa keresahan di sejumlah elit negeri.

Belum lagi melihat persebaran paham agama lewat media sosial serta internet yang semakin luas. Telah membawa dampak yang cukup signifikan dalam tahun-tahun terakhir. Data Kementerian Kominfo, menunjukkan selama tahun 2018, sudah dilakukan pemblokiran konten yang mengandung radikalisme dan terorisme sebanyak 10.499 konten. Terdiri dari 7.160 konten di Facebook dan Instagram, 1.316 konten di Twitter, 677 konten di Youtube, 502 konten di Telegram, 502 konten di filesharing, dan 292 konten di situs website. (Lihat Kominfo: 09-05-2019)

Data tersebut menunjukkan gambaran yang mengerikan, mengingat keterlibatan generasi milenial, Z, dan Alpha sangat intens dengan internet, khususnya media sosial. Gencarnya paham radikalisme,  bertebaran di media sosial dengan bebas.

Baca Juga  Wahyudi Akmaliah: Kata Hijrah Kini menjadi Gaya Hidup Anak Muda

Dampak dari radikalisme dapat merusak tatanan masyarakat. Mulai dari sikap keberagamaan yang intoleran dan eksklusifitas dalam beragama. Anggapan atas agama yang paling benar, telah membawa imajinasi superioritas. Kemudian, hal yang paling membahayakan, jika paham radikalisme melegitimasi aksi atau tindakan-tindakan terorisme.

Sekolah Kemanusiaan dan Kebudayaan Ahmad Syafi’i Maarif merupakan salah satu ikhtiar yang diupayakan oleh Ma’arif Institut untuk mencegah dan menanggulangi tersebarnya paham Islam yang radikal tersebut. Ikhtiar dari upaya melanjutkan estafet pikiran dari seorang Buya Syafii Maarif, selaku Intelektual yang umurnya hampir menginjaki satu abad. Di umurnya tersebut, Syafi’i Maarif terus memberikan teladan lewat pengamalan Islam yang toleran dan inklusif.

Mengutip apa yang disampaikan Sumanto Al-Qurtby pada pembukaan SKK ASM periode ketiga di Institut Technopreneurship dan Bisnis Ahmad Dahlan (ITB AD)yang menyampaikan pentingnya membumikan Pemikiran Ahmad Syafi’i Maarif ini. Terutama gagasan-gagasan moderati atau yang dibahasakan oleh Sumanto Qurtby dengan qaul qadim.

.

*Aktivis IMM, peserta Sekolah Kemanusiaan dan Kebudayaan Ahmad Syafi’i Maarif periode 3

Avatar
4 posts

About author
Sarjana Ilmu Al-Qur'an Tafsir, Instruktur DPD IMM Jawa Tengah
Articles
Related posts
Report

Savic Ali: Muhammadiyah Lebih Menderita karena Salafi Ketimbang NU

2 Mins read
IBTimes.ID – Memasuki era reformasi, Indonesia mengalami perubahan yang signifikan. Lahirnya ruang keterbukaan yang melebar dan lapangan yang terbuka luas, nampaknya menjadi…
Report

Haedar Nashir: dari Sosiolog Menjadi Begawan Moderasi

2 Mins read
IBTimes.ID – Perjalanannya sebagai seorang mahasiswa S2 dan S3 Sosiologi Universitas Gadjah Mada hingga beliau menulis pidato Guru Besar Sosiologi di Universitas…
Report

Siti Ruhaini Dzuhayatin: Haedar Nashir adalah Sosok yang Moderat

1 Mins read
IBTimes.ID – Siti Ruhaini Dzuhayatin Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta menyebut, bahwa Haedar Nashir adalah sosok yang moderat. Hal itu terlihat…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *