Perspektif

Lima Pesan Tahun Baru

4 Mins read

Oleh: Shamsi Ali*

Pergantian tahun itu adalah bagian dari sunnah Allah dalam ciptaan-Nya (sunnatullah fil-kaun). Asal-usulnya, karena semua yang ada di alam semesta mengalami pergerakan. Dan, karenanya juga mengalami perubahan. Dari detik ke menit, hari ke minggu, bulan ke tahun. Semua itu perubahan yang disunnahkan oleh Sang Pencipta alam semesta.

Hakikat itu yang digambarkan dalam berbagai tempat di Kitab Suci. Dia antaranya: “sesungguhnya Pada penciptaan langit dan bumi dan pergantian malam dan siang adalah tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi mereka yang berpikir.”

Di bagian lain, Allah menggambarkan pergerakan itu dengan “sibaahah” (berenang). “Dan semua (alam kosmos) bergerak pada porosnya masing-masing” (Yaasiin). Oleh karena itu, bergantinya tahun, apapun yang dipakai manusia, baik berdasar matahari (solar) atau bulan (lunar) secara substansi merupakan sunnatullah atau aturan Allah dalam mengatur perjalanan semesta.

Menatap Masa Depan Dengan Optimis

Mengakhiri tahun 2019 dan memasuki tahun 2020 tentu banyak hal yang perlu kita ingatkan. Yang pasti, tahun 2019 adalah tahun penuh gejolak dan keprihatinan. Tahun yang yang boleh jadi dalam pandangan sebagian orang sebagai tahun ketidakpastian (uncertainty).

Saya tidak bermaksud merinci kembali ragam darkness (suram) di tahun 2019 kemarin. Justru, saya ingin mengajak kita semua untuk menatap hari ini dan esok dengan pandangan optimis. Bahwa di “ujung terowongan panjang itu ada sinar yang terang.”

Saya mencoba merenung kembali kira-kira di mana letak titik-titik kelemahan (points of weakness) umat di tahun 2019 lalu sehingga harus melalui berbagai tantangan yang dahsyat itu. Saya menemukan beberapa hal. Tapi, sekali lagi, saya tidak tertarik merinci kembali kelemahan-kelemahan itu.

Saya ingin mencoba memberikan beberapa pesan memasuki tahun baru untuk umat ini. Semoga pesan-pesan ini menjadi bagian dari strategi yang baik dalam merespon titik-titik kelemahan Umat di tahun 2020 ini.

Satu, urgensi umat membangun ke syukur. Syukur itu sebuah terminologi agama yang sederhana dan sangat populer. Tapi sesungguhnya esensi syukur justru bersentuhan dengan esensi agama sekaligus pilar kehidupan.

Baca Juga  Salah Kaprah Radikalisme Keagamaan

Agama semuanya bermuara kepada karakter syukur. Semua yang dipersembahkan secara agama (religiously devoted) bertujuan untuk menyampaikan kesyukuran kita kepada Pencipta langit dan bumi. Rasul bahkan menegaskan bahwa ibadah-ibadah yang beliau abdikan bertujuan: “afalaa akuunu abdan syakuura” (tidakkah saya seharusnya menjadi hamba yang bersyukur). Dan karenanya, sebagian ulama memahami kata “ibadah” dalam ayat: “liya’buduun” sebagai “liyasykuruun.”

Syukur juga merupakan esensi, bahkan fondasi hidup manusia. Tanpa kemampuan bersyukur, manusia tidak akan menemukan makna hidup. Sekaligus tidak akan menemukan kepuasan (kebahagiaan) hidup.

Tahun 2019 ditandai oleh kerakusan manusia (human greed). Kerakusan ini juga menjadikan manusia jauh dari menemukan kepuasan hidupnya. Dan, karenanya manusia tidak pernah merasakan kebahagiaan dengan dunianya. Ini pulalah yang menjadikan saya menyimpulkan bahwa tanpa syukur manusia akan terombang-ambing dalam kegersangan hidup, justru di saat bergelimang dengan kemajuan dunianya.

Khusus bagi Umat Islam Indonesia, ada sesuatu yang harus disyukuri karena boleh jadi hal ini menjadi sangat unik bagi kita. Yaitu, realita pembauran antara nilai-nilai keislaman dan kebangsaan dalam kehidupan kita sebagai bangsa dan negara

Dua, umat ini harus mampu membangun mental baja. Oleh karena kita hidup dalam dunia yang penuh goncangan, yang sejatinya itulah tabiat dunia, manusia diharapkan mampu melaluinya dengan stabilitas hidup. Jika tidak, maka manusia akan terus terombang-ambling oleh hempasan ombak kehidupan itu.

Goncangan demi goncangan itu hanya mungkin dihadapi oleh mereka yang memang punya stabilitas mental. Yaitu, mentalitas yang terhunjam kokoh bagaikan batu karang di tengah lautan yang dalam. Mentalitas seperti itu yang tumbuh karena iman dan keyakinan sejatinya (yakinan shodiqa). Atau, biasa diekspresikan dalam bahasa Al-Quran “ulaaika humul mukminuuna haqqa” (mereka yang jujur dalam keimanan).

Baca Juga  Cara Rasulullah Menaklukan Istri (1): Tidak untuk Jomblo

Memasuki tahun 2020 ini, umat diharapkan membangun kejujuran dalam iman. Bukan iman yang dicurigai palsu. Selain memang tidak solid, juga tidak menampakkan ”terjemahan hidup” (aktualisasi) dalam bentuk karya-karya nyata. Kemajuan dan kesuksesan apapun yang dicapai ke depan tanpa fondasi iman akan menjadi rapuh. Hanya dengan iman, kemajuan akan bermakna dan berhasil manfaat.

Tiga, Umat ini harus mampu menjadikan Islam sebagai pilar kemajuan. Diakui atau tidak, umat masih sering terperangkap dalam pemahaman agama yang didefenisikan oleh orang lain. Pada umumnya oleh defenisi dunia barat yang cenderung melihat dan menempatkan agama dalam ruang lingkup yang terbatas. Kita kenal dunai barat tidak ragu-ragu melihat agama sebagai penghalang (obstacle) bahkan racun (poison) bagi kemajuan hidup. Dan karenanya, jika tidak dimatikan, agama harus dibatasi dalam ruang hidup manusia. Agama adalah urusan pribadi dan dibatasi secara kaku untuk tidak merambah ruang publik kehidupan.

Pandangan seperti ini dalam ajaran Islam justru menjadi racun sejati bagi kemajuan. Karena baik secara teologis maupun historis, umat ini takkan pernah bangkit kecuali menjadikan Islam sebagai pilar kebangkitannya.

Karenanya, memasuki tahun 2020, umat harus kembali membangun kesadaran penuh bahwa tanpa agama mereka tidak akan pernah bangkit dan maju. Al-Quran selalu mengaitkan kemenangan dengan “hidayah, iman, ibadah” dan seterusnya.

Empat, ummat ini harus mampu  melakukan pergerakan (harakah) dan perubahan (taghyiir). Kita mengenal bahwa ketika perjalanan hidup menjadi rutinitas biasa akan terjadi stagnasi yang berakibat kepada hilangnya kesadaran untuk melakukan yang terbaik dan perbaikan dalam hidup. Akibatnya, umat seringkali menyikapi hidupnya dengan “taken for granted.” Seolah hidup ini menjadi jaminan yang tidak memerlukan intervensi apapun. Alhasil, umat seolah menjadi robot yang kehilangan daya inisiatif dan inovasi.

Baca Juga  Kembalinya Mahasiswa sebagai Kekuatan Politik

Kenyataan seperti ini menjadikan umat seolah tiada daya. Umat yang tidak berdaya inilah yang kerap menjadi objek orang lain dalam berbagai ragam aspek kehidupan dunianya.

Karenanya, Allah mengingatkan bahwa hanya dengan komitmen perubahan diri Allah akan menghadirkan perubahan ke arah lebih yang baik bagi suatu bangsa. Jika tidak mau berubah, maka Allah tidak akan mengubah nasib kaum itu.

Oleh karena esensi pergantian tahun adalah pergerakan dan perubahan, umat harus menjadikannya sebagai mometum untuk melakukan pergerakana dalam membangun komitmen perubahan ke arah yang lebih baik itu. Komitmen untuk untuk menjadikan hari ini lebih baik dari hari yang kemarin.

Lima, umat harus menghadirkan pandangan dan sikap positif dan optimis. Satu kenyataan besar agama ini adalah mengajarakn optimisme. Iman identik dengan optimisme. Kufur identik dengan pessimisme dan putus asa. Karenanya, Islam selalu memberikan pintu-pintu perbaikan dalam kehidupan. Dalam terminologi agama dikenal dengan “taubah”. Yaitu, sebuah komitmen untuk kembali menjadi baik.

Maka tahun 2019 yang boleh jadi menjadikan mata sebagian manusia pesimis. Seolah pintu-pintu perbaikan itu telah tetutup. Harusnya, di tahun 2020 dibalik menjadi pandangan optimis. Bahwa seburuk apapun tahun kemarin, bukanlah akhir dari segalanya. Tahun ini, ada peluang baru dan pintu-pintu kebaikan itu menjadi terbuka luas.

Semoga tahun 2020 ini menjadi tahun yang lebih bersahabat. Tahun yang membawa banyak senyuman indah bagi Umat dan semua manusia. Tahun yang menjanjikan dan menghadirkan kemenangan untuk semua. Semoga Allah memudahkan dan memberkahi hari-hari kita ke depan. Amin!

.

* Presiden Nusantara Foundation/Pendiri Pesantren Nur Inka Nusantara Madani US.

.

Editor: Arif

1005 posts

About author
IBTimes.ID - Cerdas Berislam. Media Islam Wasathiyah yang mencerahkan
Articles
Related posts
Perspektif

Kejumudan Beragama: Refleksi atas Bahtsul Masail Pesantren NU yang Kurang Relevan

3 Mins read
Bahtsul Masail, tradisi intelektual khas pesantren Nahdlatul Ulama (NU), adalah salah satu warisan berharga dalam khazanah keilmuan Islam di Indonesia. Forum ini…
Perspektif

Menjadi Guru Hebat!

3 Mins read
Peringatan Hari Guru Nasional (25 November) tahun ini mengangkat tema, “Guru Hebat, Indonesia Kuat”. Tema ini menarik untuk dielaborasi lebih jauh mengingat…
Perspektif

Mengapa Masih Ada Praktik Beragama yang Intoleran?

3 Mins read
Dalam masyarakat yang religius, kesalihan ritual sering dianggap sebagai indikator utama dari keimanan seseorang. Aktivitas ibadah seperti salat, puasa, dan zikir menjadi…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds