Media sedang diramaikan dengan obrolan yang membahas pergantian Menteri di Kabinet Indonesia Maju Jilid II di Pemerintahan Presiden Ir. Joko Widodo. Di sana hadir nama-nama yang menarik untuk diperbicangkan.
Bukan membahas lebih dalam mereka yang masuk ke dalam lingkaran istana, tetapi lebih dikejutkan dan dibuat bangga dengan sikap bijak nan rendah hati dari Prof. Abdul Mu’ti, Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
Prof. Mu’ti justru menolak jabatan yang akan diberikan kepada beliau, yakni sebagai Wakil Menteri (Wamen). Kabarnya, ia akan menjadi Wamen Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).
Penolakan itu di sampaikan beliau melalui akun media sosialnya Abdul Mu’ti di Facebook,“Setelah melalui berbagai pertimbangan, saya memutuskan untuk tidak bergabung dalam Kabinet Indonesia Maju dalam jabatan wakil menteri. Saya merasa tidak akan mampu mengemban amanah yang sangat berat itu. Saya bukanlah figur yang tepat untuk amanah tersebut. Awalnya, ketika dihubungi oleh Pak Mensesneg dan Mas Mendikbud, saya menyatakan bersedia bergabung jika diberi amanah. Tetapi, setelah mengukur kemampuan diri, saya berubah pikiran. Semoga ini adalah pilihan yang terbaik.” Begitu tulisan yang terdapat pada akun tersebut.
Bijak dan Rendah Hati
Sikap bijak yang diambil Ayahanda Prof. Mu’ti membuat publik merasa terkesan, dan lahir rasa bangga dari warga Muhammadiyah terhadapnya.
Beliau yang merupakan Guru Besar Bidang Ilmu Pendidikan Agama Islam (PAI) Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah, serta menjadi Ketua Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) 2019-2023, rasanya Prof. Mu’ti adalah seorang yang tepat jika menjadi pejabat publik.
Ilmu yang mumpuni serta sarat pengalaman, menjadikan beliau salah satu tokoh bangsa. Namun, begitulah beliau, kesederhanaannya membuatnya semakin dikagumi banyak orang, serta menjadi teladan bagi umat dan masyarakat.
Jadi menurut penulis, beliau pantas menduduki jabatan yang berpengaruh di negeri ini. Apalagi beliau juga mempunyai kiprah yang luar biasa bukan hanya di dalam negeri, tetapi juga Internasional, salah satunya di Indonesia-United Council of Religion and Pluralism (2016-Sekarang).
Maka, Prof. Mu’ti menjadi salah satu tokoh Persyarikatan yang memiliki kapasitas dan integritas, sehingga pastilah beliau memiliki kualitas yang mumpuni dalam membina umat.
Penulis sendiri sangat mengagumi beliau, di mana ketika Ayahanda Prof. Mu’ti hadir di Lamongan, rasanya sayang sekali untuk dilewatkan, sehingga harus di sempatkan.
Sifat rendah hati Prof. Abdul Mu’ti yang dapat kita lihat dari alasan yang disampaikan beliau saat menolak menjadi Wamen, hal itu menarik dan sangat menyentuh hati kita semua, di mana banyak orang yang berlomba-lomba untuk meraih jabatan, tetapi Prof. Mu’ti lebih memilih untuk tidak menerima jabatan Wamen.
Mungkin kata yang pas untuk menyimpulkan sikap beliau adalah bahwa Prof. Mu’ti merupakan orang yang “iso rumongso, ora rumongso iso” (bisa merasa bukan merasa bisa). Maka, sudah sepatutnya kita menyontoh sikap yang telah diambil oleh beliau. Karena kita harus dapat mengukur kemampuan dan kapasitas diri, dan lebih mempertimbangkan ketika mendapat tawaran pada posisi tertentu.
Bukan malah sebaliknya, mengejar kedudukan padahal sesungguhnya dirinya sendiri tidak mampu mengemban amanah. Hal inilah yang membuat kita bangga dan kagum kepada Ayahanda Prof. Abdul Mu’ti yang sama sekali tidak tertarik dengan jabatan, serta mampu menyikapi dan memberi alasan yang bijak dan juga rendah hati.
Prof. Abdul Mu’ti Tidak Cocok Jadi Wamen
Menurut pandangan dan persepsi penulis, memang Prof. Abdul Mu’ti tidak pas jika menjabat sebagai Wakil Menteri (Wamen), apalagi di Kemendikbud. Karena jika Prof. Mu’ti menduduki posisi di Kemendikbud, beliau lebih cocok sebagai Menteri, bukan Wamen.
Mengingat kiprah beliau didunia pendidikan sangatlah berpengalaman, beliau pernah menjabat sebagai Ketua Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah (BAN-S/M) di tahun 2012-2017. Ditambah lagi, sekarang beliau menjadi ketua BNSP (Badan Nasional Standar Pendidikan). Maka, pengalaman Prof. Mu’ti di dunia pendidikan tidak diragukan lagi, sehingga tepat apabila beliau menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.
Namun, jika melihat pos yang ada, Prof. Abdul Mu’ti lebih tepat menggantikan Jenderal TNI (Purn), Fachrul Razi, sebagai Menteri Agama.
Ilmu yang bisa dibilang sangat mumpuni, serta beliau juga sebagai Guru Besar Bidang Pendidikan Agama Islam di UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. Ditambah lagi, beliau merupakan Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, organisasi Islam tertua di Indonesia yang toleransinya tidak diragukan lagi, akan membuat nilai tambah bagi Prof. Mu’ti.Â
Namun, dengan kualitas yang ada dalam diri beliau, serta sudah kenyang ‘asam garam’ pengalaman, pastilah Prof. Mu’ti menurut kaca mata penulis sebenarnya beliau sangat mumpuni dan mampu menjabat sebagai Menteri.
Bahkan, sebagai Wakil Presiden pun nampaknya beliau pantas, tetapi Pak Mu’ti adalah orang yang amat sangat bijak dan rendah hati. Pria yang lahir di Kudus, Jawa Tengah 52 tahun lalu itu, berangkat dari keluarga sederhana yang kini telah menjadi tokoh Nasional.
Tercatat sebagai anggota Muhammadiyah tahun 1994 dengan Nomor Baku Anggota 750178. Meski kini Prof. Mu’ti menjadi Pimpinan Pusat Muhammadiyah, namun tetap memiliki kesederhanaan yang luar biasa. Hal inilah yang membuat penulis amat sangat mengidolakan beliau, meski hingga kini belum pernah berjabat tangan apalagi berfoto bersama.
Teladan yang Baik Adalah Khotbah yang Jitu
Oleh karena itu, sebagai warga Persyarikatan, kami sangat bangga dan kagum dengan sikap beliau dalam menyikapi tawaran sebagai Wakil Menteri.
Sikap iso rumongso yang beliau tunjukkan, sudah sepatutnya kita teladani bersama. Agar kita dapat mengukur kemampuan diri sendiri, serta tidak dibutakan oleh jabatan dan kekuasaan.
Prof. Abdul Mu’ti akan tetap menjadi tokoh bangsa yang sangat dihormati banyak orang meski tidak menjabat di lingkup pemerintahan. Prof. Mu’ti tetaplah seorang guru bagi kita semua, terlebih lagi bagi kami warga Persyarikatan Muhammadiyah.
Mengingat kata KH. Ahmad Dahlan, “teladan yang baik adalah khotbah yang jitu.” telah tercermin pada beliau di tengah banyaknya orang mengantri jabatan, yang ingin memegang kekuasaan.
Tidak perlu banyak cakap, tapi lebih banyak berbuat memberi keteladanan, itulah Prof. Abdul Mu’ti, MEd. Ayahanda yang telah memberikan banyak ilmu dan semangat dalam menggerakan roda dakwah Persyarikatan, yang telah memberikan kita teladan, bukan hanya perkataan.
Sehingga, sudah pastilah kita merasa bangga kepada beliau, dan juga para Pimpinan yang telah banyak memberikan keteladanan.
Editor: Lely N