Al-Quran turun pertama kali dalam keadaan tidak berharakat atau belum disertai tanda baca. Sehingga tidak semua orang bisa membacanya dengan benar. Dibalik kemudahan masa sekarang dalam membaca Al-Quran pastilah ada sosok yang berperan penting memberikan jasanya terhadap perkembangan Al-Quran yaitu Abul Aswad ad-Duali, penggagas ilmu nahwu pertama.
Riwayat Singkat Abul Aswad ad-Duali
Abul Aswad ad-Duali memilki nama asli Dzalam bin Amru bin Sufyan bin Jandal bin Yumar bin Duali. Ia biasa dipanggil dengan nama Abul Aswad, sementara ad-Duali merupakan nisbat dari kabilahnya yang bernama dual dari Bani Kinanah. Ia lahir pada tahun 603 Masehi pada masa kenabian dan wafat pada tahun 688 Masehi karena terserang wabah Tha’un dalam usia 80 tahun.
Abul Aswad ad-Duali tinggal di Bashrah pada masa pemerintahan Umar bin Khattab. Ia merupakan seorang tabi’in dan murid sekaligus sahabat dari Khalifah Ali bin Abi Thalib. Ia termasuk pembesar kelompok pendukung Ali yang memilki akal dan pendapat yang paling sempurna. Abul Aswad pernah memerintah wilayah Bashrah dimasa Ali bin Abi Thalib menggantikan Abdullah bin Abbas, jabatan tersebut ia pegang hingga wafatnya Ali bin Abi Thalib.
Cikal Bakal Perumusan Tanda Baca Quran
Penyusunan Al-Quran sebagai mushaf baru terjadi pada masa Khalifah Usman bin Affan. Pada masa ini munculah rasm mushaf Usmani yang mana Al-Quran ditulis agar bisa dibaca oleh masyarakat. Rasm Usmani tidaklah seperti tulisan Al-Quran saat ini, rasm Usmani ditulis dengan khat kufi tanpa tanda titik ataupun harakat sebagai tanda baca.
Pada masa itu masih banyak masyarakat muslim yang hafal Quran sehingga rasm Usmani masih mudah untuk dibaca. Namun pada masa selanjutnya banyak persoalan yang muncul. Tidak sedikit masyarakat melakukan kesalahan ketika membaca Al-Quran.
Tidak hanya kesalahan dalam membaca Al-Quran. Ketika agama Islam telah tersebar khususnya pada zaman Umar bin Khattab, banyak negara-negara yang dibebaskan dari penjara kuffar dan kemudian berada dalam perlindungan kaum muslimin. Terjadilah silang budaya antara bangsa Arab dengan bangsa lain. Sehingga menimbulkan pergeseran dalam pengucapan bahasa Arab baik dari sisi kaidah dan sebagainya.
Ada beberapa contoh atas kesalahan-kesalahan yang pernah terjadi kala itu. Misalnya, ketika Umar bin Khattab berjalan pada sekumpulan orang yang sedang berlatih memanah kemudian mereka mengatakan انا قوم متعلمين padahal yang benar adalah انا قوم متعلمون.
Contoh lainnya ialah seperti yang terjadi pada zaman Ali bin Abi Thalib. Kala itu terdapat seseorang yang membaca surat At-Taubah ayat ke-3 “Innallaha bariiun minal musyrikiina wa rosulihi”. Padahal yang benar adalah “Innallaha bariiun minal musyrikiina wa rosuluhu”. Kendati perbedaannya hanya pada harakat dalam satu huruf, namun hal tersebut juga akan merubah arti atau makna yang dimaksud.
Kader Kintilan Ali bin Abi Thalib
Khalifah Ali bin Abi Thalib dikenal sebagai pakar nahwu. Sedangkan Abul Aswad ad-Duali merupakan kader kintilan dari Khalifah Ali bin Abi Thalib. Dengan banyaknya terjadi kesalahan-kesalahan yang ditemukan pada bangsa Arab saat itu, ad-Duali mengadukannya kepada Khalifah Ali. Sebab ia khawatir jika kesalahan tersebut juga terjadi pada putrinya.
Suatu hari anak perempuannya berkata kepada ayahnya “مَا اَحسنُ السَّمَاءِ” (apakah yang paling indah dilangit?). Dengan mengkasrohkan huruf hamzah diakhir kalimat sehingga bermakna sebagai kalimat tanya.
Kemudian ayahnya berkata “نُجُومها,يا بنتي” (bintang-bintangnya nak). Namun, sang anak menyanggah “انّما اَردتُ التَّعَجُب” (sesungguhnya aku ingin mengungkapkan kekaguman). Akhirnya ad-Duali pun membenarkannya. Oleh sebab itu, pada masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib terjadilah perumusan tanda baca Al-Quran. Dengan kecerdasan yang dimiliki oleh Abul Aswad ad-Duali, Khalifah Ali pun memintanya untuk merumuskan tanda baca Al-Quran.
Penggagas Pertama Ilmu Nahwu
Mulailah Abul Aswad ad-Duali membuat kaidah tata bahasa Arab. Selain itu, ia juga meletakkan fondasi ilmu nahwu. Muhammad bin Salam al-Jumaihi berkata bahwa Abul Aswad telah merumuskan bab fail, maful, mudhaf, huruf rafa, jer dan jazm. Disisi lain, Abul Aswad ad-Duali juga merumuskan tanda baca Al-Quran yaitu, dengan memberikan titik pada huruf-huruf-nya.
Pada saat itu ayat-ayat yang tertulis dalam Al-Quran belum ada fathah, kashrah dan dhammah. Ad-Duali memberikan titik-titik pada Al-Quran dengan menggunakan sistem titik berwarna merah sebagai syakal kalimat. Titik etrsebut dicetak berwarna merah agar bisa membedakan antara titik dengan tulisan arab yang berwarna hitam.
Abul Aswad ad-Duali merumuskan, apabila satu titik terletak diatas huruf maka dimaknai (a) yakni fathah. Sedangkan apabila satu titik terletak dibawah huruf maka dimaknai (i) yakni kashrah. Dan apabila satu titik terletak disebelah kiri huruf maka dibaca (u) yakni dhammah. Adapun jika terdapat dua buah titik maka dimaknai dengan tanwin.
Atas jasanya tersebut yang berkaitan dengan ilmu tata bahasa Arab atau Al-Quran, Abul Aswad ad-Duali dikenal dengan penggagas ilmu nahwu pertama. Selain itu, ia juga dijuluki sebagai bapak bahasa Arab.
Dalam perkembangannya, upaya ad-Duali ini disempurnakan oleh beberapa muridnya yaitu Nasr Ibn Ashim dan Yahya Ibn Yamur. Yang mana mereka melakukan penyempurnaan harakat yang dilakukan pada masa pemerintahan Abdul Malik ibn Marwan (pada masa pemerintahan bani umayyah).
Adapun beberapa murid ad-Duali lainnya. Seperti Abu Amru bin Aalai, Al-Kholil Al-Farahidi Al-Bashri yang merupakan pelopor ilmu arudh dan penulis kamus bahasa Arab pertama.
Editor: Nirwansyah/Nabhan