Akidah

Inti Agama adalah Laailaahaillallah, Titik!

3 Mins read

Arti Penting Tauhid

Dalam artikel di situs online ada tulisan tentang akhlak sebagai esensi agama, bukan tauhid. Sebagai wacana tentu kita hargai itu. Tetapi sebagai satu pemahaman agama kita prihatin.

Di waktu kecil, sering kita jumpai pujian di masjid-masjid: “miftahul jannah laa ilaaha illallah, laailaa illallah Muhammadun Rasulullah.” Pujian itu disertai terjemah: “Kunci swarga laailaahaillallah, laailaa illallah Muhammadun Rasulullah.” Pujian pendek tetapi isinya mendalam!

Ternyata jika dilacak, dasar pokok agama adalah keimanan akan Allah. Banyak ayat Al-Qur’an yang menyatakan bahwa tugas manusia adalah mengikhlaskan agama atau bertauhid Lillahi Ta’ala, semua karena Allah, secara hanif (al-Bayyinah ayat 5).

Para Nabi turun untuk menyerukan tauhid (al-Anbiya 25 dan al-Nahl 36) sehingga kalimatun sawa yang dianjurkan Al-Qur’an adalah: “Tidak menyembah selain Allah dan tidak menyekutukan-Nya.” (Ali Imran 64). Itu pula yang diperjuangkan oleh Ibrahim (al-An’am 79) dan diwasiyatkan Lukman Hakim kepada anaknya (Surat Lukman 13).

Perkembangan Islam masa Rasulullah selama 13 tahun di Makkah adalah memantapkan nilai tauhid dan kesadaran hari akhir serta berbuat kebajikan untuk sesama. Surat al-Nas, al-Falaq, al-Ikhlas, al-Kafirun, al-Quraisy, al-Bayyinah dan seterusnya berisi ajaran tauhid.

Karya-karya ulama Nusantara berisi upaya untuk memantabkan tauhid. Al-Raniri menulis Al-Tibyan, Asrar al-Insan, dan Maul Hayat bertujuan menegakkan keimanan yang benar. Suluk Bonang berisi perdebatan untuk menegakkan penghayatan tauhid yang benar. Suluk Wujil berpusat pada penghayatan laailaha illallah. Demikian pula Serat Cabolek mengingatkan kita bahwa penghayatan keruhanian yang tidak sejalan dengan pokok agama tidak sebaiknya dianut.

Warisan Darmogandul

Lalu tiba-tiba satu hadis “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak” dipakai sebagai sapu jagat sehingga dasar-dasar agama yang kokoh dan qath’i (pasti) hendak disapu dengan satu hadis dengan pemahaman yang kurang tepat.

Baca Juga  Data Terbaru Agama dengan Jumlah Pemeluk Terbesar di Dunia 2021: Kristen Nomor Satu, Islam Nomor Dua

Pandangan bahwa ajaran terpenting adalah etika leluhur, dengan mengesampingkan dasar agama berakar pada Suluk Darmogandul. Ajaran agama yang tidak sejalan dengan kepercayaan leluhur dilabeli sebagai budaya Arab.

Dengan lihai, pengarang Darmogandul meminjam nama istri Sunan Ampel untuk mengajarkan kepada Raden Patah untuk mengabaikan tulisan (Al-Qur’an) dan memilih ajaran leluhur dengan mempertentangkan agama dengan tata tertib dan kebaikan.

Akibatnya orang enggan dengan ajaran pokok agama, dan berjibaku urusan agama hanya untuk rebutan massa, rebutan masjid, dan rebutan akses kekuasaan. Masjid diramaikan bukan lillah dan mengikhlaskan agama, tetapi agar tidak dipakai orang lain.

Akhlak dan Syariat

Akhlak jika dipahami secara utuh mencakup akhlak kepada Allah, akhlak kepada sesama manusia dan akhlak terhadap alam. Akhlak pada Allah adalah tauhid karena Allah tidak menyukai kemusyrikan dan mengajarkan agar bertatakrama kepada Allah melalui syariat agama.

Sastrawan lokal seperti Yasadipura II pun dalam Serat Sasanasunu nya pun mengakui bahwa syariat Islam adalah tatakrama.

Para sufi pun mengingatkan agar tidak terbuai dengan orang yang tampak sasmita, tetapi melanggar syariat Islam. Syariat ibarat perahu di lautan hidup, sebagaimana ibarat dalam Kifayatul Atqiya. Orang mencari permata di lautan, tetapi perahunya bocor maka ia tenggelam sebelum memperoleh permatanya.

Hingga, orang arif berkata:

مَنْ تَصَوٌفَ وَلَم يَتَفَقٌهْ يَتَزَنْدَقْ

“Barangsiapa bertasawwuf tanpa berfikih maka ia menjadi zindiq atau sesat”

Uniknya, ada orang merasa bangga untuk mencari jalan remang-remang keruhanian. Seolah-olah,  mereka mencapai martabat tinggi dan merendahkan perintah Tuhan sebagai sebagai kerendahan tekstualisme atau sekadar kultur Arab. Terkadang olok-olok terhadap agama pun dihayati sebagai ketinggian hakikat dan meremehkan syariat Islam sebagai kedangkalan.

Mengharmonikan Ajaran Agama

Orang ada yang lupa peringatan Tuhan dalam surat al-Baqarah 169-170:

Baca Juga  Al-Wala wal Bara’, Dapatkah Menjadi Doktrin yang Inklusif?

Sesungguhnya syaitan itu hanya menyuruh kamu berbuat jahat dan keji, dan mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui.

Dan bila dikatakan kepada mereka: “Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah,” mereka jawab: “(Tidak), tapi kami hanya mengikuti apa yg telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami”. “(Apakah mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun & tidak mendapat petunjuk?”.

Juga dalam surat ash-Shaffat 35-37:

Sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan kepada mereka, ‘Laa Ilaaha Illallah (Tiada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah)’, mereka menyombongkan diri, dan mereka berkata: “Apakah sesungguhnya kami harus meninggalkan sembahan-sembahan kami karena seorang penyair gila?” Sebenarnya dia (Muhammad) telah datang membawa kebenaran dan membenarkan Rasul-Rasul (sebelumnya).

Uraian di atas tidak bermaksud mengabaikan pentingnya akhlak. Tidak pula mengabaikan bahwa tatakrama yang diajarkan di masyarakat perlu dihargai, pun budaya yang mengajarkan kebajikan.

Melainkan, letakkan pemahaman tentang akhlak secara utuh dengan tidak mempertentangkannya dengan syariat Islam, seolah kita antipati dengan ajaran agama. Syariat Islam punya berbagai pengertian, di antaranya keseluruhan ajaran Islam.

Tugas orang yang telah bersyahadat adalah beriman dan menjalankan ajaran agama. Akhlak juga ajaran agama. Mempertentangkan satu ajaran agama dengan ajaran agama lain atau menolak salah satunya bukan ciri mukmin. Al-Qur’an telah memperingatkan agar muslim tidak beriman sebagian dan kufur pada sebagian ajaran agama, sebagaimana menimpa Bani Israil (al-Baqarah ayat 85).

Dengan mengharmonikan ajaran agama seseorang akan mencapai iman yang benar berupa pembenaran dalam hati, pengakuan lisan dan pelaksanaan dengan perbuatan. Iman yang kokoh seperti pohon yang akarnya kuat, dan iman yang lemah seperti akar yang rapuh (Ibrahim ayat 24). Dengan iman yang benar, tanpa kemusyrikan, dan amal saleh maka manusia akan sampai pada ketenangan dan kebahagiaan (al-Anam ayat 82).

Baca Juga  Prof Baroroh Baried (2): Fungsi Wanita sebagai Khalifah di Muka Bumi

Editor: Yahya FR

Related posts
Akidah

Ragam Makna Iman dan Tauhid, Mana yang Lebih Tepat?

3 Mins read
Tauhid merupakan prinsip dasar iman di dalam Islam yang membedakan dirinya dengan segenap agama lain. Bahwa Allah itu esa, tidak berbilang, tidak…
Akidah

Jangan Jadikan Agama Sebagai Alat Pendangkal Akidah!

4 Mins read
Semua agama di dunia ini mempunyai hal-hal yang dianggap suci (the Sacred), misalnya, kitab suci, nabi, dan lain-lainnya. The Sacred menurut M. Amin Abdullah, dalam bukunya Multidisiplin, Interdisiplin, dan Transdisiplin, merupakan Nonfalsifiable Postulated Alternate Realitie. Pada artian lain, disebut dengan hal yang tidak bisa dipermasalahkan, difalsifikasi, dan diverifikasi oleh siapapun.
Akidah

Kesadaran Beriman Orang-Orang Modern

3 Mins read
Di era saat ini, teknologi mengalami perkembangan yang sangat luar biasa. Kemajuan teknologi merupakan bukti dari keberhasilan sains modern. Namun, dibalik kemajuan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds